POSTER: Seorang LSM meletakkan poster bertuliskan penolakan alih fungsi Terminal Simpang Kawat di depan Gedung DPRD Kota jambi, Rabu (22/10).Foto Asenk Lee Saragih |
ALIH FUNGSI: Terminal Simpang Kawat Kota Jambi yang akan disulap jadi
Hotel dan Mall oleh PT Bliss Property Indonesia. ROSENMAN MANIHURUK/HARIAN
JAMBI
Daru Sengaja Menghindari LSM saat Unjuk Rasa di DPRD Kota Jambi
JAMBI–Hingga kini perjalanan alih fungsi Terminal Simpang
Kawat Kota Jambi menjadi maal dan hotel berbintang belum berjalan mulus.
Penandatanganan kerjasama dengan Pola Hak Guna Usaha atau BOT yang dilakukan
Pemerintah Kota Jambi dengan rekanan PT. Bliss Property Indonesia terkesan
dipaksakan. Era kepemimpinan Walikota Jambi sebelumnya dr Bambang Priyanto
rencana alih fungsi ini ditentang keras oleh LSM dan masyarakat. Namun kini
aling fungsi itu berjalan mulus. Sekda Kota jambi Daru Pratomo dituding aktor
intelektual lolosnya alih fungsi tersebut.
Rosenman MANIHURUK, Jambi
Ada yang mengundang perhatian kalangan pers dan wartawan
saat acara Pelantikan Pimpinan DPRD Kota Jambi Periode 2014-2019 di DPRD Kota
Jambi, Rabu (22/10). Awalnya sejumlah LSM dari Aliansi Penyelamat Aset Daerah
Kota Jambi melakukan aksi unjukrasa secara tertib di depan DPRD Kota Jambi,
Rabu (22/10).
Sementara seremoni pelantikan Pimpinan DPRD Kota Jambi di
Ruang Paripurna DPRD Kota Jambi berjalan dengan tertib. Sejumlah personil
kepolisian tampak menjaga ketat pintu gedung DPRD Kota Jambi.
Namun usai acara pelantikan selesai, tiba-tiba Sekda Kota
Jambi Daru Pratomo memilih keluar gedung dewan lebih awal dan menuju mebil
dinasnya secara sembunyi-sembunyi. Koordinator LSM Amrizal A Munir sempat
menyapanya “Daru...Daru...” namun Sekda berlalu begitu saja dengan melambaikan
tangannya sembari buru-buru masuk mobil dan berlalu. “Daru itulah aktor
intelektual MOU alih fungsi terminal tersebut,” cetus Amrizal.
Daru Pratomo |
Sikap Sekda Kota Jambi tersebut menggambarkan, tudingan LSM kalau
Sekda Kota Jambi merupakan “aktor intelektual” meloloskan alih fungsi Terminal
Simpang Kawat menjadi sebuah pusat perbelanjaan modern dengan label Jambi City
Center (JCC). Pemkot Jambi melakukan penunjukan langsung kepada pengusaha yang
ingin membangunnya.
Koordinator LSM Aliansi Penyelamat Aset Daerah Kota Jambi
Amrizal A Munir, Rabu (22/10) mengatakan, tidak ada sisi urgensi yang harus
dikejar oleh Pemkot Jambi untuk membangun dengan cepat pusat perbelanjaan tersebut.
Jika gagal, ataupun diulang lagi proses pelelangan tidak akan menimbulkan
kerugian pada anggaran negara.
“Ada apa dengan Pemkot Jambi, minim peminat kok langsung
melakukan penunjukan langsung. Seperti ada yang dipaksakan pada rencana
itu," kata Amrizal.
“Selamatkan aset negara, selamatkan aset daerah Kota Jambi
dari mafia-mafia aset, kita desak DPRD Kota Jambi membentuk Pansus Aset
Terminal Simpang Kawat dan aset-aset Pemkot Jambi lainnya. Kita desak agar
Pemkot Jambi membatalkan MOU kerjasama alih fungsi aset daerah terminal
tersebut dengan pihak ke tiga. Karena sebelumnya rencana tersebut sudah ditolak
oleh DPRD Kota Jambi dan telah dibatalkan Pemkot Jambi sendiri,” kata Amrizal.
Menurut Amrizal, pihaknya juga mendesak DPRD Kota Jambi agar
menolak alih fungsi Terminal Simpang Kawat Jilid II untuk dibangun Maal dan
Hotel dan dewan segera membentuk Pansus aset tersebut.
“Kita juga mendesak DPRD Kota Jambi memanggil seluruh pihak
yang terkait dengan rencana alih fungsi aset daerah Terminal Simpang Kawat
Jilid II. Dinama MOUnya telah ditandatangani, antara lain Wali Kota Jambi,
Wakil Walikota Jambi, sekda Kota Jambi dan SKPD-SKPD teknis terkait,” ujar
Amrizal.
Selayaknya, kata dia, Pemkot Jambi melakukan sosialisasi dan
publikasi yang lebih gencar lagi. Sehingga membuka peluang bagi pengusaha lain
yang juga memiliki kemampuan untuk membangun, bukannya melakukan penunjukan
langsung tadi.
"Sepertinya di sini ada kepentingan beberapa golongan,
yang memaksakan tetap harus dibangun. Padahal, keperluan atau keinginan
masyarakat tidak ada," katanya.
Anggota DPRD Kota Jambi Sihar Sagala (PDIP) menambahkan,
sebenarnya alih fungsi terminal tersebut harus memberikan efek positif bagi
warga sekitar atau bagi warga Kota Jambi.
Menurutnya, warga yang telah lama bergantung hidup di
wilayah terminal itu juga jangan jadi korban alih fungsi tersebut. Kebijakan
Pemkot Jambi yang terkesan “terburu-buru” menunjuk langsung pihak ketiga
dinilai kurang tepat.
“Kita harapkan dampak positif dari alih fungsi tersebut.
Jika dampak negatifnya lebih besar, sebaiknya ditinjau kembali,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Infokom DPC PDIP Kota
Jambi, Zaini memprotes keras alih fungsi terminal tersebut. Dia juga menuding
uang ganti rugi kepada para PKL di sekitar terminal itu dari pihak ketiga.
“Uang konpensasi bagi PKL sebesar Rp 5 Juta itu sumbernya
dari mana? Itu kan tak mungkin dari APBD Kota Jambi. Ini harus menjadi
pertayaan besar bagi Pemkot Jambi. Jikapun alih fungsi tersebut terjadi, kita
harapkan jangan berdampak pada arus lalulintas di sekitar jalur tersebut,” katanya.
Sedangkan pengamat ekonomi, DR Pantun Bukit menilai bahwa
minimnya minat investor yang ingin menanamkan modal dikarenakan beberapa hal.
Salah satunya adalah pola kerjasama yang diterapkan oleh Pemkot Jambi tidak
menguntungkan.
“Pola Hak Guna Usaha atau BOT atau hanya tarik sewa itu
tidak menguntungkan mereka. Investasi sebesar Rp 350 milyar, butuh waktu yang
cukup lama untuk kembali lagi. Makanya sedikit yang minat," terang Pantun
Bukit.
Selain itu, banyaknya jumlah swalayan atau pusat
perbelanjaan jika dibandingkan dengan jumlah penduduk tidak berimbang. Sehingga
minat beli masyarakat menurun. Namun diakui oleh Pantun, dari sisi lokasi,
terminal simpang kawat sangat strategis. Karena bisa dijangkau dengan sarana
transportasi serta dekat pemukiman penduduk.
“Saya pribadi pernah mengusulkan kepada pemkot untuk
dibangun sentral Souvenir khas Jambi. Bisa membangun ekonomi pedagang kecil.
Jangan komersial dengan memikirkan PAD terus pemerintah ini," jelasnya.
Kemampuan APBD Pemkot sendiri, tambahnya mampu untuk
membangun sentral Souvenir tadi. Jika dikalkulasikan, hanya membutuhkan dana
sekitar Rp 5-10 miliar saja.
Sejumlah pedagang maupun pemilik dan pekerja loket kendaraan
umum di Terminal Simpang Kawat mengaku keberatan akan rencana Pemkot Jambi ini.
Menurut Iwan yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkutan
umum tujuan Muarabulian beralasan, jika
lahan usahanya dipindah ke Terminal Simpang Rimbo akan membawa kerugian.
“Tertibin dulu angkutan yang ada di depan Ramayana, 380 mobil
mangkal liar. Itu saja sudah merugikan kami yang hanya ada 220 mobil, karena
orang-orang (penumpang) lebih memilih kesana dibandingkan harus jauh-jauh nyari
mobil kesini (Terminal Simpang Kawat),” ujarnya saat ditemui di Terminal
Simpang Kawat.
Menurutnya, jika Terminal Simpang Kawat sampai
dialihfungsikan maka angkutan umum dalam kota (angkot) juga ikut terkena
imbasnya. Sebab angkutan yang membawa penumpang keluar kota akan dengan bebas
mangkal di tempat-tempat yang lebih mudah dijangkau. Kondisi ini dinilainya akan
mengakibatkan penumpang akan lebih memilih mobil yang mangkal lebih dekat
daripada harus ke Terminal Simpang Rimbo.
“Saya sangat keberatan sebetulnya jika terminal ini
dialihfungsikan. Sebab saya pasti akan jauh membuka lapak di Simpang Rimbo,
sedangkan rumah saya dekat sini,” ujar ibu Syamsiar yang mengaku sudah
berjualan sejak tahun 1973 ini.
30 Oktober, Terminal Simpang Kawat Dikosongkan
Sementara Pemerintah Kota Jambi tetap keukuh dan tidak
memberikan toleransi lagi bagi pedagang dan pengusaha travel yang ada di dalam
Terminal Simpang Kawat. Terhitung tanggal 30 Oktober 2014 mendatang, mereka
sudah harus mengosongkan lokasi tersebut.
Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) yang mangkal di kawasan
Terminal Simpang Kawat, Kota Jambi mengaku sudah menerima pemberitahuan dari
pihak kecamatan dan organisasi pemuda yang mengurus terminal itu.
“Iya, kami tadi sudah dikasih tahu camat dan organisasi
pemuda yang mengurus di sini (Terminal Simpang Kawat). Tanggal 30 Oktober sudah
harus pindah, entah kemanalah kami pindah nanti. Mungkin menumpang di
loket-loket lainnya," ujar Simanjuntak, salah seorang pedagang rokok di
Terminal Simpang Kawat.
Pria yang biasa disapa Om Juntak ini mengaku bingung harus
pindah ke mana. Alasannya, dari pihak pemerintah tidak mengarahkan PKL akan
dipindahkan ke mana. Sementara dari informasi yang diterimanya, setiap PKL akan
menerima kompensasi sebesar Rp 5 juta. Jumlah itu dinilainya belumlah cukup.
Setidaknya ada 34 kios dengan 200 pedagang yang
kesehariannya berjualan di Terminal Simpang Kawat. Mulai dari pedagang sayur,
rumah makan, pedagang kelontong dan rokok. Sementara untuk usaha travel
tercatat mencapai 29 buah, mulai dari travel Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP)
ataupun Antar Kota Antar Provinsi (AKAP).
PKL Dijanjikan Lapak Baru
Sementara Terminal Simpang Kawat akhirnya positif bakal
disulap menjadi Jambi City Center (JCC). Sementara pedagang (PKL) yang selama
ini berjualan di terminal ini akan dibuatkan lapak baru dengan sewa tanah
dibebankan kepada perusahaan.
“Ada sekitar 34 orang pedagang, nama dan alamat ada pada
kami. Mereka (pedagang) akan kita bangunkan lapak baru, diatas tanah milik
warga. Sewa tanah dibebankan kepada pengusaha," ujar Walikota Jambi, Sy
Fasha saat pers conferense usai penandatanganan Memory of Understanding (MoU)
atau nota kesepahaman dengan PT. Bliss Property Indonesia belum lama ini.
Fasya menjelaskan, rencana awalnya, pedagang di pasar shubuh
itu akan dipindahkan ke Pasar Angsoduo. Namun para pedagang menolak karena
telah memiliki komunitas pembeli sendiri. Oleh karena itu, dari hasil rapat
bersama perwakilan pedagang, ketua RT dan pemuda setempat, pedagang hanya
dibebankan biaya retribusi harian untuk kebersihan yang akan dikumpulkan oleh
perkumpulan pemuda.
Pada MoU itu, eks terminal akan dibangun pusat perbelanjaan
dan hotel berbintang. Dimana diatas lahan seluas 9.000 meter persegi ini akan
dibangun pusat perbelanjaan terdiri dari lima lantai dan hotel berbintang empat
lantai.
Sedangkan untuk area parkir sendiri akan menggunakan dua
lantai basement. Nilai investasinya mencapai Rp 350 miliar, diharapkan
pembangunan JCC akan selesai dalam kurun waktu 12-18 bulan setelah perizinan
lengkap.
Peletakkan Batu Pertama
Usai perizinan yang diperkirakan memakan waktu sekitar empat
bulan, maka akan dilakukan peletakkan batu pertama. Namun menurut Fasha, semua
perizinan seperti Amdal, IMB, serta amdal lalulintas harus sudah dilengkapi.
“Jika semua izin tersebut sudah masuk, baru mereka
(perusahaan) boleh melakukan pembangunan. Dalam jeda waktu itu, jika mereka mau
mulai karantina lingkungan diperbolehkan," kata Fasha lagi.
Sementara itu, Presdir PT. Bliss, Fredi Julius Matakupan
mengatakan, Jambi merupakan kota yang berkembang dan memiliki peluang besar
untuk investasi.
“Kami optimis akan maju, dan kontribusi kami juga jelas.
Semua pegawai akan 100 persen lokal, sehingga masyarakat sekitar ada peluang
kerja," katanya.
Soal kontribusi senilai Rp 1,5 miliar selama 5 tahun yaitu
sebesar Rp 7,5 miliar yang harus disetor dimuka, ia mengaku tidak keberatan.
Karena itu merupakan kewajiban dirinya sebagai pengusaha yang wajib memberikan
kontribusi nyata kepada pemerintah.
Sekedar diketahui, uang kontribusi itu diberikan dalam
tenggat waktu empat bulan. Jika pembangunan tidak dilaksanakan maka uang
tersebut akan dicairkan dan menjadi milik Pemkot Jambi. Sementara jika lancar,
uang tersebut tetap akan dipakai di APBD untuk pendidikan dan kesehatan.
Proses penandatangan MoU sempat molor hingga beberapa jam
karena keterlambatan dan tarik ulurnya soal kontribusi yang harus disetor oleh
pengusaha. Saat awal pengusaha hanya mau menyetor Rp 1,2 miliar, namun Fasha
tetap ngotot ingin Rp 1,5 miliar.
Diketahui, MoU tersebut baru dipelajari Fasha beberapa jam
sebelum penandatanganan. Pada saat MoU belum dimulai, sempat diwarnai aksi
demonstrasi oleh beberapa LSM. Namun Walikota Sy Fasha segera menemui
perwakilan LSM dan demonstrasi batal dilaksanakan. Hingga berita ini
diturunkan, Sekda Kota jambi daru Pratomo belum dapat dikonfirmasi terkait
tudingan LSM tersebut.(*/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar