Kantor Perwakilan bank Indonesia Provinsi Jambi di Telanaipura Kota Jambi-Foto Rosenman Manihuruk Harian Jambi |
Berlomba-lomba Gaet Nasabah
Kondisi likuiditas di sektor keuangan masih akan ketat dalam
beberapa waktu ke depan. Tingginya angka impor Bahan Bakar Minyak (BBM),
membengkaknya angka Current Account Deficit (CAD) atau neraca transaksi
berjalan, serta rencana Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan tingkat
suku bunganya menjadi faktor yang mendorong kondisi ini.
Maka dari itu perbankan dalam negeri berlomba-lomba menaikkan
suku bunga deposito demi menarik nasabah guna mengatasi kekeringan likuiditas.
'Perang' bunga ini sudah terjadi sejak 2013.
“Ini dari 2013 terjadi perang suku bunga. Kondisi likuiditas ketat sehingga
bank berlomba-lomba untuk mengamankan likuiditas mereka dengan menawarkan suku
bunga deposito tinggi, ini cara yang paling mudah," kata Ekonom Bank
Central Asia (BCA) David Sumual saat dihubungi detikFinance, Senin (22/9).
“Kondisi eksternal sangat berpengaruh, pemicunya juga karena defisit neraca transaksi
berjalan masih besar, fiskal banyak terserap oleh pemerintah akibat membiayai
subsidi BBM, jadi sebagian besar likuiditas dipakai oleh pemerintah," ujar
dia.
David menjelaskan, ketatnya kondisi likuiditas ini memicu sektor perbankan
untuk berlomba-lomba mencari dana segar lewat setoran nasabah. Bank-bank besar
berani memberikan suku bunga deposito tinggi hingga 11% per tahun. Cara ini tak
lain agar banyak nasabah mau menyimpan uangnya di perbankan sehingga arus
likuiditas terus lancar.
Di sisi pemerintah, kata David, perlu adanya penerbitan obligasi untuk bisa
mendapatkan dana segar. Obligasi pemerintah ini dinilainya akan mambantu
melonggarkan likuiditas.
“Butuh penerbitan obligasi pemerintah yang besar untuk membantu mengurangi
tekanan likuiditas. Apalagi investasi langsung atau Foreign Direct Investment
(FID) juga menurun ini mengurangi likuiditas dalam negeri," ungkapnya.
David menambahkan, pemerintah perlu segera menaikkan harga BBM yang menjadi
salah satu tertekannya anggaran pemerintah dan mempengaruhi likuiditas dalam
negeri.
Kebijakan menaikkan harga BBM akan bisa melonggarkan posisi likuiditas
pemerintah.
“Selama CAD masih besar, beban subsidi masih tinggi, kondisi likuiditas masih
akan ketat, jadi hal itu harus bisa diselesaikan dulu. Jangka pendek salah
satunya naikin harga BBM, harus cepat dinaikkan untuk bisa melonggarkan, itu
solusi paling cepat," pungkasnya.
Bagaimana Nasib Bank Kecil?
Sejak perang bunga deposito tinggi dilakukan oleh bank-bank
besar saat ini. Bahkan bank besar berani memberi bunga deposito hingga 11%
untuk deposan berdana besar. Bagaimana nasib bank kecil?
Kondisi perang suku bunga ini terjadi karena ketatnya likuiditas perbankan.
Jadi bank nekat memberi bunga deposito besar, agar deposan mau meletakkan
dananya di bank tersebut.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuagan (OJK) Muliaman D Hadad, bank-bank
yang berlomba memberikan bunga deposito tinggi adalah bank Buku 3 dan bank Buku
4.
Di dalam peraturan Bank Indonesia (BI), bank Buku 3 adalah bank dengan modal
inti Rp 5 triliun-Rp 30 triliun. Sedangkan bank Buku 4 adalah bank dengan modal
inti di atas Rp 30 triliun.
Kepala Ekonom Bank Standard Chartered Fauzi Ichsan mengungkapkan, agar bisa
bersaing di tengah perang bunga deposito yang terjadi, bank-bank kecil harus
punya modal yang besar dan kuat. Cara untuk mendapatkan modal besar ini adalah
dengan merger atau diakuisisi.
“Ini memaksa bank-bank kecil dan menengah untuk bisa merger atau akuisisi,
untuk meningkatkan permodalan agar bisa semakin kuat," ungkapnya saat
dihubungi detikFinance, Senin (22/9).
Menurut Fauzi, merger atau akuisisi bisa menjadikan bank
skala kecil dan menengah lebih kuat struktur permodalannya. Selain itu, jumlah
perbankan di Indonesia saat ini sudah terlalu banyak, ada 120 bank. Jumlah ini
tidak efektif, karena didominasi oleh bank-bank skala kecil dan menengah yang
sulit bersaing.
“(Bank kecil) Kasian sih, tapi memang ini bisnis perbankan
seperti ini, masih mematok NIM (net interest margin/marjin bunga bersih) tinggi
5-6%. Saat ini masih banyak bank ada 120, idealnya kan 70-80 bank. Sementara
likuiditas masih ketat,” katanya.
Terkait hal itu, Fauzi menambahkan, otoritas sektor keuangan perlu menerapkan
kebijakan tegas agar perbankan di Indonesia tetap sehat dengan permodalan kuat.
“Yang harus dilakukan pemerintah, BI, dan OJK, dulu kan ada
lembaga yang mengerucutkan jumlah bank dengan cara merger atau akuisisi melalui
rekapitulasi bank. Ya mungkin sekarang itu bisa dilakukan," tandasnya.(dtk/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar