Rabu, 03 September 2014

Bank Mandiri Bunga KPR Tinggi karena Inflasi Tinggi

Type Hunian di Perumahan Villa Purnama Permata Jambi
Jakarta - Bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia sangat tinggi. Hal ini juga diperkuat oleh penilaian Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara itu Kredit Pembiayaan Rumah (KPR) Syariah dapat dijadikan alternatif di tengah kian melambungnya bunga pembiayaan melalui KPR secara konvensional. 

OJK menyebut perbankan RI terlalu tinggi di dalam menetapkan Net Interest Margin (NIM) sehingga berpengaruh terhadap penetapan bunga KPR. Lantas apa respon petinggi perbankan atas persoalan itu? 
Direktur Utama Bank Mandiri Budi G Sadikin menerangkan besaran bunga saat ini sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Inflasi yang tinggi memicu perbankan menentukan bunga KPR di atas 10%.


“Bunga itu tinggi karena inflasi tinggi. Nah, itu yang mesti harus di-adjust. Kita harus turunkan inflasi supaya cost of fund turun. Kalau cost of fund turun maka loanable fund rate-nya bisa turun," kata Budi saat ditemui di Hotel Ritz Carlton di Jakarta Selatan.


Selain itu, besaran bunga KPR juga merujuk pada suku bunga deposito. Suku bunga deposito perbankan RI saat ini berada pada kisaran 10%-11%.

“Di sini bunga deposito sudah 10%-11% jadi kita nggak mungkin lebih rendah daripada itu," sebutnya.

Budi tidak menampik jika suku bunga KPR RI lebih mahal ketimbang KPR di negeri tetangga seperti Singapura.


“Di Singapura bisa 4%, kok di sini bunganya 13%. Di sini bunga deposito 11% sedangkan di Singapura deposito bunganya 2,5%. Kalau ditanya kenapa harga HP (handphone) di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura. Itu tergantung modalnya. Kalau dia beli HP Rp 1.000, apa bisa dijual Rp 500? Kan nggak bisa," paparnya.

KPR Ini Tak Kena Denda


Sementara Kredit Pembiayaan Rumah (KPR) Syariah dapat dijadikan alternatif di tengah kian melambungnya bunga pembiayaan melalui KPR secara konvensional. Selain bunga tetap, apa lagi keunggulannya?

Group Head Retail Bussines Bank Mega Syariah Iwan Nazirwan mengatakan, KPR Syariah tidak mengenakan denda kepada penerima angsuran bila melakukan pelunasan lebih awal. Sementara pada KPR konvensional ada denda dengan besaran bunga bisa mencapai 5%.

Artinya bila sisa angsuran KPR konvensional masih ada Rp 20 juta, maka bila ingin melunasi lebih awal penerima kredit harus membayar Rp 20 juta ditambah Rp 1.000.000 (5% x Rp 20 juta).

“Kalau Syariah tidak demikian, tidak ada beban bunga seperti itu kalau ingin dilunasi lebih awal," kata Iwan kepada detikFinance di Grand Smesco Hill, Bogor.


Ia menjelaskan, hal ini karena pada sistem pembiayaan konvensional dikenal adanya istilah potential lost. Maksudnya adanya asumsi potensi pendapatan yang hilang bila angsuran dilunasi lebih awal. Hal ini sebagai akibat suku bunga tidak tetap yang diterapkan KPR Konvensional.

Sebagai contoh, bila sisa angsuran masih ada Rp 20 juta dengan masa angsuran sekitar 5 bulan. Ada asumsi kenaikan bunga 1% dari setiap bulannya. Namun karena dilunasi lebih awal maka potensi pendapatan dari kenaikan bunga 1% per bulan tersebut tidak terjadi. Kehilangan itu lah yang dihitung sebagai potential lost.

Ia menambahkan, keunggulan lain yang dimiliki KPR syariah adalah suku bunganya yang tetap, berbeda dengan KPR konvensional yang bunganya cenderung mengambang dan mengikuti perubahan kondisi keuangan selama masa pembayaran angsuran.

Tetapnya bunga angsuran ini dikarenakan harga rumah sudah terlebih dahulu disepakati saat akad atau perjanjian awal jual beli.

“Jadi misalnya disepakati harga rumah Rp 125 juta dengan masa angsuran 5 tahun. Itu disepakati dan dibagi 5 tahun dan nilainya tidak berubah sampai angsuran dilunasi," terangnya.



Sebagai konsekuensinya, masyarakat dapat kehilangan kesempatan menikmati bunga cicilan rendah manakala suku bunga acuan sedang turun. “Tapi tetap lebih kompetitif dibandingkan yang konvensional," tandasnya.(dtk/lee)

Tidak ada komentar: