Halaman

Senin, 19 Mei 2014

Investasi Budak Jambi Punyo Lokak


    
Jambi Punya Lokak

Menggeluti usaha yang berbau corak dan nama lokal kini semakin dilirik banyak kalangan. Bahkan untuk mempromosikan suatu daerah kerap digunakan dengan produk seperti pakaian atau sejenisnya. Jambi kini kaya akan sumber daya alam yang belum terpublikasi dengan maksimal. Kini ada sebuah produk bercorak lokal yang menggelutinya asli pemuda Jambi yang menimba ilmu dari Yogyakarta.

ROSENMAN M, Jambi

Adalah Riko Mappedeceng, seorang kreatif yang menggeluti usaha corak Jambi. Usai lulus kuliah dan menjadi sarjana ekonomi dari Universitas Islam Indonesia yang terletak di Yogyakarta, Riko kembali ke kota kelahirannya di Jambi.

Dengan pengetahuan pemasaran dari bangku kuliah dan setelah lama tinggal di kota seni, Riko mulai berpikir untuk mengembangkan potensi yang ada di daerah Jambi, khususnya yang bisa mendorong kepariwisataan Jambi.

Meski ia adalah seorang sarjana ekonomi, namun Riko memiliki hobi mendesain gambar yang tentu sangat berguna bagi usahanya. Dengan hobinya ini Riko mulai sibuk membuat ikon-ikon Jambi.

Sebagai contoh, gambar tentang
Anak Rimba, suku terasing yang hidup di dalam Taman Nasional Bukit Dua Belas. Ada pula gambar mengenai Sungai Batanghari, Pahlawan Sultan Thaha, Pulau Berhala, dan Pasar Angsoduo. Dari situ muncul ide menuangkannya ke desain kaus untuk dijual sebagai oleh-oleh khas Jambi.

Produk Khas Jambi

Riko mulai memasarkan produknya pada tanggal 6 Januari 2007 yang bertepatan dengan HUT Jambi yang ke-50. Sementara untuk outletnya sendiri baru buka sekitar satu setengah tahun kemudian.

“Pada waktu itu Jambi belum punya oleh-oleh khas, seperti kaus dan tas. Banyak keluarga, teman yang datang ke Jambi ini bingung mau bawa oleh-oleh apa dari Jambi. Apa sih khasnya Jambi, nah karena itulah kemudian saya berpikir kenapa saya ga buat produk yang segala sesuatunya tentang Jambi, materinya tentang Jambi,” ujar Riko.

Outlet Temphoyac terletak di Jalan Jend Sudirman 18 Thehok, Jambi. Temphoyac sebuah nama yang cukup unik untuk sebuah outlet, sebagian besar orang Jambi tentu sudah tahu bahwa tempoyak merupakan makanan khas Jambi yang terbuat dari durian.

Melihat filosofi durian inilah akhirnya Riko memilih nama Temphoyac. “Kenapa milih nama Temphoyac ya karena orang Jambi itu kan suka makan tempoyak, terus juga tempoyak ini kan dari duren, kalau orang masak tempoyak ini kan baunya kemana-mana, nah kita pengennya produk kita ini, karya kita ini bisa tercium dimana-mana,” jelasnya.

Potensi untuk memasarkan produk di Jambi sangat bagus. Namun beberapa dari para pelaku usaha mengalami kendala seperti tidak tersedianya tempat dan sistem pemasaran. Sementara Riko memiliki tempat usaha dan sistem pemasaran.

Namun produk yang dia jual juga tidak terlalu banyak, dari sinilah timbul kerjasama dengan para pengrajin dan pelaku UMKM lainnya. Sehingga apabila kita mengunjungi outlet Temphoyac yang berlokasi di Jalan Jend Sudirman 18 Thehok, Jambi, maka akan ada beragam produk yang memanjakan mata dan lidah kita, di outlet ini tidak hanya tersedia baju-baju kaos dan suvenir-suvenir saja, tetapi juga ada berbagai macam makanan khas produksi Jambi.

Tidak Putus Asa

Riko Mappedeceng
Banyak suka duka dalam menjalankan usaha yang memang baru dia yang menjalankannya, namun Riko tidak putus asa. Awal usahanya Riko mendapatkan bantuan dari Sarana Jambi Ventura, sebagai cikal bakal outlet-nya, sementara untuk memproduksi kaos berdesain khas Jambi Riko menggunakan modal sendiri sebesar Rp 3 juta.

Untuk usahanya yang telah berjalan cukup lama ini, bank juga turut membantu Riko dalam memperlancar usahanya, Bank Mandiri merupakan salah satu mitra bagi UMKM.

Sampai saat ini outlet-nya semakin dikenal. Ukurannya tidaklah besar, akan tetapi lokasinya strategis persis di pusat kota menuju Bandara Sultan Thaha. Banyak pendatang dan wisatawan membeli kaus Temphoyac. Warga Jambi juga menyukainya sebagai oleh-oleh pada saat mudik ke kota asalnya.

Pemasaran kaus terus berkembang. Saat ini, dengan harga kaus untuk orang  dewasa Rp 60 ribu per buah, Riko dapat menjual rata-rata 800 hingga 1.000 kaos per bulan. Pada musim liburan sekolah dan hari raya keagamaan, penjualan bahkan melonjak dua hingga tiga kali lipat.

Riko lalu membuka outlet baru di Bandara Sultan Thaha dan Mal Jamtos untuk meningkatkan penjualan. Selain itu, produk dari Temphoyac juga bisa kita dapatkan di TMII yaitu di Anjungan Provinsi Jambi.

Lebarkan Sayap

Selain pemasaran yang sudah ada, Riko juga terus melebarkan sayapnya, melakukan berbagai promosi baik secara offline maupun online. “Pengiriman dari Jambi ke Jakarta, Bandung, Jogja itu sudah banyak, karena kita juga menjual melalu media sosial seperti Twitter dan Facebook,” tuturnya.

Di galeri kaus Temphoyac, ada begitu banyak  ragam desain kaus. Kekhasannya sekilas memang mirip seperti kaus Dagadu dari Yogyakarta yang bergambar dan berwarna unik. Namun Temphoyac mendesain kaus-kausnya dalam desain khas Jambi.

Selain desain awal telah ada, Riko terus membuat desain baru seperti “Save Muara Jambi”. Desain ini kampanye untuk penyelamatan situs agama Buddha yaitu Kompleks Percandian Muarojambi, dari aktivitas industri batubara.
Riko juga mendesain salah satu keunggulan wisata Jambi dengan judul “Kerinci”. Desain lain adalah istilah-istilah khas Jambi seperti “Sangkek Asoy”, sebutan orang Jambi untuk bungkus plastik, serta “Pacak Hanyut” dan “Ketek to Work”, yakni menggunakan perahu mesin melintasi Sungai Batahari untuk pergi ke tempat kerja.

Sementara untuk tempat produksi sendiri saat ini Riko masih memproduksi kaosnya di Pulau Jawa, karena dari segi kualitas dan biayanya yang terjangkau, namun ke depannya ia mengharapkan agar dapat memproduksi produknya di Jambi, Karena membawa nama Jambi, ke depannya ingin 100 persen made in Jambi lah,” tambahnya.

Beragam Suvenir

Di outlet Temphoyac pula kita akan mengenal beragam oleh-oleh khas Jambi, mulai jenis makanan, pakaian, hingga suvenir. Ada banyak pengrajin menitipkan produksi mereka di outlet Temphoyac, seperti dodol nanas, dodol kentang, dan sirup kayu manis.

Ada pula produk miniatur anyaman rumah-rumah adat Melayu di Jambi dan patung wajah Orang Rimba. Berbagai kerajinan buatan asli orang Rimba pun juga ada seperti salah satu kalung yang dipakai oleh Prisia Nasution dalam film “Sokola Rimba”.

Kalung itu ternyata bernama Seblik Sumpah, yang menurut kepercayaan orang rimba tersebut merupakan kalung penangkal dari berbagai macam kejahatan, selain itu di outlet ini juga ada tas dan kemeja batik Jambi, serta beragam desain gantungan kunci dan suvenir lainnya.

Riko tidak sembarangan dalam memilih partner yang ingin bekerja  sama dengannya. Dia ingin agar produk yang mereka jual di outlet-nya memiliki keunikan tersendiri, harus beda dari yang lain.

“Jadi produknya harus unik, karena yang namanya khas kan harus beda dari yang lain. Kalau bisa jangan sampai sama dengan daerah lain, jika di produk oleh-oleh Jambi sama dengan yang ada di Jakarta kan jadi sia-sia, untuk itu kita memasarkan produk yang unik yang menarik minat wisatawan,” sambung Riko.

Soal harga, Riko mematok produknya secara wajar. Gantungan kunci berbahan dan berdesain batik rata-rata berharga Rp 5 ribu, kaus anak-anak Rp 45 ribu. Semua harga memang tidak bisa ditawar karena telah sesuai dengan keunikan desain dan bahannya.

Untuk menarik tawa pengunjung yang membaca, Riko memasang tulisan berwarna-warni “Pembeli adalah Raja. Raja pasti kaya. Kaya=banyak uang. Banyak uang=kaya. Banyak uang dak perlu nawar. Jadi pembeli dak perlu nawar”. Untuk Anda yang sedang berwisata ke Jambi, belum lengkap rasanya kalau belum membeli oleh-oleh khas Jambi di Temphoyac. (*/lee)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar