Halaman

Jumat, 09 Mei 2014

Bank Indonesia Pertahankan Rate Sebesar 7,50 Persen




Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 8 Mei 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility (LF) dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%.Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015. Serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. 

ROSENMAN M, Jambi

Demikian disampaikan Kepala Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, Ihsan W Prabawa, kepada Harian Jambi Kamis (8/5).

Disebutkan, Bank Indonesia menilai respon
kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dapat mengarahkan penyesuaian ekonomi pada triwulan I 2014 dan April 2014 tetap terkendali.

Hal ini tercermin pada inflasi yang masih berada dalam tren menurun dan defisit transaksi berjalan yang mengecil. Permintaan domestik juga tetap terkelola dengan baik, meskipun pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2014 menurun dan tercatat lebih rendah dari perkiraan akibat kontraksi pada ekspor riil, terutama komoditas pertambangan.

Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan agar stabilitas ekonomi tetap terjaga dan mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan.

Ditambahkan, untuk itu, Bank Indonesia akan senantiasa memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN korporasi.

Pemulihan Ekonomi Global Masih Berlanjut

Disebutkan, asesmen Bank Indonesia menunjukkan pemulihan ekonomi global masih berlanjut. Perbaikan kondisi ekonomi global terutama ditopang oleh perekonomian negara-negara maju seperti AS dan Eropa sebagai dampak stimulus moneter yang masih berlanjut. Perbaikan kondisi ekonomi global tersebut berdampak pada kenaikan volume perdagangan dunia.

Namun demikian, perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di Tiongkok sejalan dengan kebijakan penyeimbangan ekonomi yang ditempuhnya. Harga komoditas juga masih cenderung menurun, khususnya pada komoditas karet, tembaga dan batubara.

Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai risiko dari perekonomian global, terutama risiko yang bersumber dari normalisasi kebijakan the Fed dan risiko perlambatan ekonomi Tiongkok.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2014 Melambat

Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2014 melambat terutama dipengaruhi ekspor riil yang mencatat kontraksi. Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 tercatat sebesar 5,21% (yoy), menurun dari pertumbuhan triwulan IV 2013 sebesar 5,72% (yoy) dan lebih rendah dari perkiraan awal Bank Indonesia.

Kontraksi ekspor riil terutama akibat penurunan ekspor pertambangan seperti batubara dan konsentrat mineral. Antara lain karena melemahnya pemintaan terutama dari Tiongkok dan menurunnya harga.

Serta pengaruh temporer dari dampak kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah. Selain itu, konsumsi pemerintah yang melambat juga berkontribusi terhadap  perlambatan ekonomi. Namun demikian, konsumsi rumah tangga dan investasi masih tumbuh cukup baik untuk menopang pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga didorong oleh keyakinan konsumen yang tetap kuat dan dampak pemilu legislatif.

“Investasi juga sedikit meningkat ditopang oleh investasi nonbangunan yang kembali tumbuh positif, terutama investasi mesin. Sedangkan pertumbuhan investasi bangunan melambat,” kata Ihsan W Prabawa.

Sejalan dengan moderasi permintaan domestik, impor riil juga melambat, namun tidak dapat mengimbangi kontraksi pada ekspor riil sehingga belum dapat memperbaiki kinerja ekspor neto.

Pertumbuhan Ekonomi Tidak Merata

Ditinjau secara regional, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 tidak terjadi secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Hasil analisis Bank Indonesia menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama akibat penurunan pertumbuhan ekonomi di wilayah yang berbasis sektor pertambangan yakni di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Pertumbuhan ekonomi KTI pada triwulan I 2014 tercatat 4,6% (yoy), menurun tajam dari 6,6% (yoy) pada triwulan IV 2013 sejalan penurunan produksi sektor pertambangan sebagai dampak implementasi kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah.

Berbeda dengan KTI, wilayah Jawa dan Sumatera mencatat pertumbuhan masing-masing 5,8% (yoy) dan 5,4% (yoy) pada triwulan I 2014. Bahkan pertumbuhan ekonomi di kawasan Jakarta meningkat dari 5,6% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi 6,0% (yoy) pada triwulan I 2014.

Kenaikan pertumbuhan ekonomi di kawasan Jakarta banyak ditopang kenaikan sektor perdagangan dan sektor pengangkutan.

NPI Membaik

Sementara itu Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membaik pada triwulan I 2014. NPI diperkirakan kembali mencatat surplus ditopang menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya aliran masuk modal asing.
Defisit transaksi berjalan triwulan I 2014 diperkirakan 2,06% dari PDB, menurun dari defisit pada triwulan IV 2013 sebesar 2,12% dari PDB. Penurunan defisit transaksi berjalan dipengaruhi oleh kontraksi impor nonmigas sejalan dengan moderasi pertumbuhan ekonomi, meskipun ekspor juga mencatat kontraksi.

Perbaikan defisit transaksi berjalan juga dipengaruhi penurunan defisit neraca jasa, khususnya jasa pengangkutan, sejalan dengan menurunnya kegiatan impor. Sementara itu, aliran masuk modal asing baik dalam bentuk investasi langsung maupun investasi portofolio tercatat meningkat didorong sentimen positif terhadap perbaikan fundamental ekonomi Indonesia. Aliran masuk modal asing tercatat masih berlanjut pada bulan April 2014.

Dengan perkembangan positif pada NPI tersebut pada April  2014. Cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi 105,6 miliar dolar AS, setara 6,1 bulan impor atau 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

Serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau beberapa risiko global dan domestik yang dapat mempengaruhi prospek defisit transaksi berjalan dan ketahanan eksternal.

Termasuk mengenai perkembangan Utang Luar Negeri milik swasta. Pada triwulan II dan III 2014, defisit transaksi berjalan diperkirakan meningkat sesuai pola musiman. Antara lain akibat peningkatan impor menjelang puasa dan hari raya serta repatriasi pendapatan dan pembayaran bunga. Meskipun secara keseluruhan tahun 2014 defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap dapat ditekan di bawah 3,0% dari PDB. (hji/lee)
***

Fundamental Ekonomi Membaik

Fundamental ekonomi yang membaik dan diikuti penguatan kinerja NPI mendorong nilai tukar rupiah dalam tren menguat pada triwulan I 2014. Sebelum kemudian sedikit terkoreksi pada April 2014. Pada akhir triwulan I 2014, rupiah menguat 7,13% dibandingkan dengan level akhir 2013.

Demikian disampaikan Kepala Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, Ihsan W Prabawa, kepada Harian JambiKamis (8/5).

Disebutkan, penguatan terutama terjadi sejak Februari 2014 sejalan dengan meningkatnya aliran masuk modal asing. Namun penguatan rupiah sedikit terkoreksi pada bulan April 2014 dipengaruhi pernyataan The Fed yang lebih hawkish, kekhawatiran atas perlambatan ekonomi Tiongkok, dan eskalasi ketegangan geopolitik di perbatasan Ukraina-Rusia.

Pada April 2014, rupiah ditutup di level Rp11.562 per dolar AS, melemah 1,74% dibandingkan dengan level akhir Maret 2014. Secara rata-rata, rupiah pada April 2014 tercatat Rp11.439 per dolar AS, melemah 0,17% dari bulan sebelumnya.

Perkembangan nilai tukar rupiah sampai April 2014 tersebut juga diikuti dengan perkembangan positif pada struktur mikro pasar valas seperti volume transaksi valas yang meningkat dan selisih bid-ask yang menipis sehingga menunjukkan kondisi pasar valas domestik yang semakin likuid.

Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya dan didukung berbagai upaya untuk meningkatkan pendalaman pasar uang.

Inflasi Tren Menurun

Inflasi berada dalam tren menurun sehingga semakin mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1% dan menopang tetap terkendalinya penyesuaian ekonomi. Inflasi triwulan I 2014 mencapai 7,32% (yoy), menurun dari triwulan sebelumnya yaitu 8,38% (yoy).

Penurunan ini ditopang oleh menurunnya tekanan dari inflasi volatile food dan inflasi inti. Penurunan tekanan inflasi berlanjut pada April 2014 yang mencatat deflasi 0,02% (mtm) atau 7,25% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi Maret 2014 sebesar 0,08% (mtm) atau 7,32% (yoy).

Tren berlanjutnya penurunan tekanan inflasi pada April 2014 juga didorong oleh koreksi harga pangan yang tajam, terutama pada beras dan aneka hortikultura seiring dengan tingginya pasokan domestik terkait datangnya musim panen.

Selain itu, inflasi inti tetap terkendali seiring moderasi permintaan domestik, minimalnya tekanan harga dari eksternal, serta ekspektasi inflasi yang tetap terjaga. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap mencermati sejumlah risiko inflasi, termasuk potensi tekanan penyesuaian administered prices dan potensi peningkatan harga pangan terkait dampak El Nino yang menyebabkan musim kemarau di beberapa daerah.

Stabilitas Sistem Terjaga

Stabilitas sistem keuangan juga tetap terjaga ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan perbaikan kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang masih kuat.

Menurut Ihsan W Prabawa, pertumbuhan kredit kepada sektor swasta melambat dari 21,4% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi 19,1% (yoy) pada triwulan I 2014, sejalan dengan pelemahan  permintaan domestik.

Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang.

“Kinerja pasar modal pada triwulan I 2014 dan April 2014 juga membaik, tercermin pada IHSG yang berada dalam tren meningkat dan imbal hasil SBN yang menurun. Perbaikan kinerja pasar modal ini didorong meningkatnya optimisme investor terhadap perekonomian domestik,” katanya. (hji/lee) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar