Rabu, 26 Maret 2014

Terbit Matahari Pertanda Rezeki Buat Eni Boru Sitompul



TERIK: Eni Sitompul, ibu dari dua anak ini ditemui tengah melakukan rutinitasnya sebagai pemulung, di kawasan Sipin Kota Jambi.FOTO-FOTO: MUSLIHIN/HARIAN JAMBI

Terik matahari tak lagi menjadi penghalang. Meski lelah, raut wajah enggan mengeluh demi mendapat sekumpulan barang bekas. Terbit matahari seolah menjadi pertanda rezeki, hingga menutup aktifitas ketika malam.

MUSLIHIN, Jambi

Menyusuri sepanjang jalan di kawasan Sipin Kota Jambi, terlihat seorang ibu muda dengan pakaian lusuh dan serba sederhana. Tak lupa membawa karung dan kait, ia rutin menjamahi kawasan ini untuk mencari puing barang bekas. Tak peduli panasnya sinar matahari, dinginnya hujan serta sorotan mata pengguna jalan, ia mampu tersenyum dengan terus menggenggam karung lusuh miliknya.

Eni Sitompul, wanita berusia 40 tahun ini tinggal di rumah kecil kawasan Lorong Ibrahim Pattimura Kota Jambi. Ia memiliki dua orang anak uyang masih menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Dasar (SD). 

Menjadi pengumpul barang bekas telah menjadi bagian hidupnya sehari-hari. Sulitnya mencari lapangan pekerjaan, menjadikannya terpaksa memilih jalan ini. Menjadi pemulung adalah pilihan terakhir, demi menafkahi dan menyekolahkan kedua anaknya. 

“Bagi saya, karena sulitnya mencari pekerjaan saat ini membuat  tiada pilihan, selain berusaha sendiri menciptakan pekerjaan sebagai pemulung. Ini saya lakukan agar bisa menyekolahkan anak,” ujarnya.

Dipandang Sebelah Mata


Rasa iba mulai muncul ketika kerap dipandang sebelah mata oleh rekan-rekannya. Namun ia bertekad untuk terus menjalankan profesinya, demi mendapatkan rezeki yang halal. Latarbelakang pendidikan yang rendah, menyadarkannya untuk tidak berpikir untuk mendapatkan pekerjaan yang tinggi.

“Walaupun terkadang dipandang sebelah mata tidak masalah, yang penting halal. Pekerjaan saat ini sangat sulit, mungkin karena pendidikan kami yang rendah atau pemerintah yang tidak menyediakan lapangan pekerjaan,” ujarnya.

Rasa kecewa terhadap pemerintah pun kerap tak terbendung. Perhatian pemerintah yang dirasanya sangat minim, sehingga pemulung pun tak tersentuh sebagai masyarakat Kota. Airmata tak terbendung ketika bercerita. Barang bekas yang ia dapat, dikumpulkan hingga memenuhi volume untuk dijual. 

"Hasil kerja keras dari mengumpulkan barang bekas saya gunakan untuk biaya keluarga,” tangisnya.
Semangat menggebu ketika pagi mulai datang. Terbitnya matahari pagi, adalah penanda dimulainya aktifitasnya bekerja. Aktifitas memeulung pun ia lakukan dari pagi hingga sore, bahkan malam.

Hasil keringat yang ia peroleh per harinya pun tidak banyak. Hasil menjual barang bekas yang ia kumpulkan, hanya berkisar antara Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per hari. “Hasil ini saya tabung untuk kebutuhan keluarga dan kebutuhan anak sekolah. Bagi saya, tidak masalah menjadi pekerja pemulung, yang terpenting halal dari pada menjadi perampok dan mencuri barang milik orang lain,” ujarnya.

Tanpa diketahui banyak orang bahwa sebenarnya profesi menjadi pemulung, bukan saja karena membiayai hidupnya sendiri. Tapi untuk kehidupan keluarga serta buah hati tercintanya. Uluran tangan pemerintah pun sangat ia harapkan. Pemerintah yang berkewajiban untuk mensejahterakan masyarakatnya, bersorak-sorai akan menuntaskan permasalahan kemiskinan. Namun hal tersebut sama sekali tak dirasakan oleh Eni.

"Kami berharap pemerintah Kota Jambi memeperhatikan nasib kami di jalan, memperjuangkan kehidupan keluarga kami. Agar anak dapat lancar sekolah menjadi orang sukses,” ucapnya penuh harap.(*/poy)

***
Menunggu Laporan, Dinsos akan Data Pemulung

Secara kasat mata, jumlah pemulung di Kota Jambi jumlahnya tidak sedikit. Kaspul, Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Jambi pun mengaku iba atas kondisi ini. Namun sayangnya, aktifitas dan jumlah pemulung di Kota Jambi hingga saat ini belum terdata adanya.

Dalam hal ini, ia sendiri mengaku prihatin atas kondisi pemulung yang semakin hari semakin mudah ditemui. Namun menurutnya, profesi tersebut bukanlah profesi yang hina untuk digeluti. Hingga saat ini pun, belum ada Perturan Daerah (Perda) yang melarang aktivitas pemulung ini.

“Kita cukup prihatin, namun profesi yang digelutinya bukanlah pekerjaan yang hina. Dan sampai sekarang pun, tidak ada aturan Perda kita yang melarang aktivitas pemulung terkecuali pelarangan para pengemis di Kota Jambi,” ujarnya.

Ironisnya dinas sosial hingga kini belum tau kondisi pemulung di Kota Jambi. Baik tentang kehidupannya sehari-hari serta kehidupan anaknya yang bersekolah. "Sampai saat ini kita belum mempunyai data berapa jumlah keseluruhan pemulung di Kota Jambi,” ujarnya.

Ia mengaku akan menangani masalah pemulung tersebut, jika mendapat laporan dari masyarakat. Dalam hal ini ia mengajak masyarakat luas, untuk meninjau kehidupan keluarga para pemulung sekaligus mendatanya, untuk dilaporkan ke Dinas Sosial. Dengan tujuan, agar pemulung tersebut dapat diberikan pembinaan dan bantuan sosial untuk meringankan hidup mereka. "Nanti jika laporan sudah masuk kita programkan secara khusus bantuan kepada pemulung,” ujarnya.

Dalam hal ini Kaspul mengatakan, telah pembinaan, bimbingan serta pelatihan terhadap anak-anak gelandangan dan pengamen, agar bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.(hin/poy)(HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI RABU 26 MARET 2014)



TERIK: Eni Sitompul, ibu dari dua anak ini ditemui tengah melakukan rutinitasnya sebagai pemulung, di kawasan Sipin Kota Jambi.FOTO-FOTO: MUSLIHIN/HARIAN JAMBI



Tidak ada komentar: