Senin, 10 Maret 2014

Melirik Prosesi Adat Jawa di Jambi


SIRAMAN: Prosesi siraman yang dilakukan sebelum melakukan akad nikah.FOTO-Foto: ANDRI MUSTARI/HARIAN JAMBI

Meski Provinsi Jambi dikenal dengan tradisi yang kental dengan nuansa melayu, tidak menutup eksistensi tradisi lain untuk berkembang. Salah satunya adalah tradisi masyarakat Jawa.

ANDRI MUSTARI, Jambi


Provinsi Jambi dikenal sebagai kawasan yang kental dengan budaya Melayu. Karena memang, mayoritas adat dan budaya Jambi dipengaruhi oleh warisan dari kerajaan melayu. Namun bukan berarti, adat dan budaya dari daerah lain menjadi tertutupi. Semua budaya mampu berkembang dengan baik.

Jambi adalah Provinsi yang membuka lebar pintu gerbang bagi suku dan warga dari kawasan manapun untuk menetap di Jambi. Sehingga, tidak sedikit dari masyarakat Jambi yang berasal dari warga pendatang. Khususnya masyarakat yang berasal dari Pulau Jawa. Ini disampaikan Sumarni, Seniman Jawa. “Sekitar 80 persen penduduk Jambi adalah orang Jawa,” ungkapnya.


Sumarni, Seniman Jawa

Sumarni atau yang biasa dikenal dengan sebutan Bu Sugeng ini, terlahir di Kabupaten Seragen Jawa Tengah pada 10 November Tahun 1958. Ibu dari empat anak ini telah hijrah ke Jambi sejak 1982 hingga sekarang. 

Di Kota Jambi, ia menjadi salah satu tokoh yang cukup dikenal oleh masyarakat suku Jawa yang berdomisili di Kota Jambi. Masyarakat mengenalnya sebagai sesepuh masyarakat Jawa di Jambi, khususnya bagi masyarakat berasal dari Seragen.

Sebagai Seniman Jawa, ia menjadi salah satu pengurus Paguyuban Wisnu Mukti. Di dalam paguyuban tersebut, terdiri dari beberapa bagian paguyuban yaitu paguyuban Klaten, Seragen, dan Paguyuban Solo.

Sambung Roso

Bukan hanya itu saja, ia juga mendirikan sebuah perkumpulan organisasi yang dikenal dengan Sambung Roso, yang diperuntukkan untuk orang-orang jawa, yang pekerjaanya adalah seorang pedagang khususnya pedagang bakso. 

“Saya juga membentuk sebuah organisasi yang saya beri nama Sambung Roso yang saya peruntukkan untuk orang-orang jawa yang berjualan bakso,” ujarnya. 

Sumarni juga dikenal sebagai seorang seniman asal Jawa yang cukup dikenal oleh masyarakat Kota Jambi. Ia memiliki perlengkapan alat kesnian Jawa atau yang dikenal dengan peralatan pewayangan. Seperti gamelan, bonang, gambang, gong dan perlengkapan wayang lainya. “Saya punya perlengkapan pewayangan,” ungkapnya.

Budaya Jawa di Jambi

Melalui Sumarni, Harian Jambi mencoba menelusuri perkembangan Budaya Jawa di Jambi. Menurutnya, budaya Jawa di Jambi hingga saat ini masih bias bertahan dan eksis. Kebudayaan dan tradisi orang Jawa masih kerap dijalankan dalam sebuah agenda tertentu. Seperti halnya adat pernikahan, kesenian pewayangan serta campur sari.

“Kebudayaan atau tradisi pernikahan masih sering digunakan. Sedangkan untuk keseniannya yang sering digunakan adalah wayang dan campur sari,” ujarnya.

Group wayang yang telah dibentuknya dari sejak tahun 2009 tersebut, kerap dipergunakan dan dipentaskan di setiap kegiatan pemerintahan daerah Provinsi Jambi. Selain itu, juga dipentaskan di berbagai acara resepsi pernikahan orang Jawa. 

“Grup saya sering mentas di acara pemerintahan dan acara resepsi pernikahan orang Jawa,” ungkapnya. 

Grup Wayang Sumarni adalah Asri Gumelar, yang diambil dari nama asal daerah kelahirannya. Saat ini, ia telah mempunyai jumlah anggota grup atau pelaku pewayanganya sebanyak 32 orang.
“Nama grup saya Asri Gumelar dan saya sudah punya anggota atau team pemain sebanyak 32 orang,” ungkapnya.

Wayang


 Ragam alat musik yang digunakan untuk mengiringi pementasan wayang.

Sumarni menjelaskan, kebudayaan Jawa khususnya pewayangan merupakan sebuah kebudayaan warisan yang dulunya dilakukan oleh para wali ketika menyebarkan Agama Islam. Dalam hal ini, Para Wali menyebarkan agama Islam dengan  menampilkan pementasan wayang. Sehingga, wayang bukan saja sebagai hiburan di mata masyarakat,  tapi  juga merupakan sebuah alat yang digunakan untuk berdakwah. 

Tradisi ini masih sering dilakukan oleh para pelaku pewayangan. Sebelum memulai pewayangan banyak dalang yang terlebih dahulu memeberikan tausiah atau ceramah kepada masyarakat.
“Wayang bukan hanya sebagai hiburan, akan tetapi juga sebagai cara untuk memberikan sebuah ceramah atau tausiah keagamaan, khususnya agama Islam,” ujarnya. 

Beberapa perlengkapan pewayangan yang digunakan adalah bonang yang terbuat dari besi kuningan. Di  masa kerajaan Majapahit dulu pun Bonang ini sudah ada. Alat lainnya adalah  gamelan yang juga terbuat darti besi kuningan. Selain itu alat yang dikenal dengan gambang yang terbuat dari pohon kelapa.

Peralatan lainnya adalah gong alat ini terdiri dari gong berukuran kecil maupun ukuran gong yang besar. Dan yang terpenting dalam hal ini adalah wayang.(*/poy)

****

Tradisi Jawa dari Segi Keagamaan

Selain dari sisi kesenian, terdapat beberapa hal menarik lain yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa. Hal tersebut berkaitan dengan tradisi ataupun adat yang lebih dikhususkan terhadap kepercayaan masyarakat Jawa. 
 

Sartimin, Tokoh Jawa

Menurut Sartimin, Tokoh Jawa yang tinggal di merupakan warga di kawasan Lorong Gelincing Pemancar TVRI Kecamatan Telanaipura Kota Jambi, agama yang dianut oleh sebagian besar suku Jawa adalah Agama Islam. Akan tetapi, banyak juga di antaranya yang menganut agama lain. 

Dalam memeluk agama Islam, suku Jawa membagi dalam dua golongan yaitu Golongan Islam Santri dan Islam Kejawen. Golongan santri dalam hal ini, yaitu golongan yang menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran Islam dengan syariat-syariatnya. Sedangkan Golongan Islam Kejawen adalah golongan yang percaya pada ajaran Islam, tetapi tidak patuh menjalankan syariat Islam dan masih percaya kepada kekuatan lain. 

“Sebagian orang Jawa membagi agama islam dalam dua golongan yaitu golongan Islam Santri dan golongan Islam Kejawen,” ungkapnya. 

Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa, sebagian orang Jawa juga masih percaya pada hal yang gaib. Seperti percaya pada makhluk-makhluk halus seperti memedi, genderuwo, tuyul, setan dan lain-lain. Kemudian, juga percaya pada hari baik dan hari naas.

Mereka juga mempercayai kepercayaan akan tradisi hari kelahiran atau weton, dan percaya pada benda-benda pusaka, jimat dan sejenisnya.

Akan tetapi dengan perkembangan imu pengetahuan, hal seperti itupun sudah mulai hilang. Kebanyakan dari mereka masih melakukan tradisi tersebut, adalah orang-orang yang masih tinggal di pedesaan. 

Penerapan budaya suku Jawa yang sering digunakan adalah pada saat ingin menikahkan anak-anaknya, para orang tua melarang keras jika putrinya berjalan dengan seorang pria. Masyarakat Jawa menekankan pada anak-anaknya untuk tidak mengenal budaya pacaran, seperti yang dilakukan pemuda saat ini, Mereka berpendapat bahwa anak muda tidak dapat menahan emosinya, sehingga mereka takut terjadi sesuatu kepada putrinya.

 “Suku jawa sebenarnya melarang yang namanya pacaran, saya pikir juga suku-suku lain pun melarang adanya pacaran selain itu agama juga melarang,” ujarnya.(ams/poy)


****
Prosesi Pernikahan Adat Jawa

Sumarni, Tokoh sekaligus Seniman Jawa menjelaskan beberapa langkah yang dilakukan oleh suku Jawa dalam pernikahan putra-putrinya. Yakni pertemuan atau “temu”, yakni bertemunya orangtua dari calon pengantin pria dan wanita. Kemudian perwakilan keluarga dari calon mempelai pria memberitahukan bahwa keluarga calon pria berkeinginan untuk berbesan dengan wanita tersebut. Lalu calon pengantin pria dipertemukan dengan calon pengantin wanita. Kemudian pengantin wanita ditanya apakah dia mau menerima lamaran tersebut atau tidak.

Peningset

Apabila calon pengantin wanita setuju, maka dapat dilakukan langkah selanjutnya. Yakni peningset, yaitu simbol bahwa calon pengantin wanita sudah diikat secara tidak resmi yang bersifat sementara oleh pengantin pria. 

Peningset berupa tukar cincin dan dari keluarga pihak calon pengantin pria membawakan seserahan (bawaan) seperti makanan, pakaian dan lain-lain, untuk diberikan kepada calon pengantin wanita.
Setelah melakukan seserahan kemudian kedua belah pihak membicarakan penentuan hari dan tanggal pernikahan. Penentuan tanggal dan hari pernikahan disesuaikan dengan weton (berdasarkan perhitungan jawa).

Mandi Siraman

Hal ini dimaksudkan agar pernikahan dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga. Setelah temu dan penentuan tanggal dilakukan. Selanjutnya melakukan mandi siraman, upacara  yang mengandung harapan untuk membuat suasana calon penganten seperti widadari. Artinya, kedua calon penganten diharapkan seperti bidadari-bidadara, di belakang hari bisa lestari dan hidup rukun dan sejahtera. 

Sebelum melakukan upacara siraman diawali dengan pembuatan  tempat siraman, yang dibuat sedemeikian rupa. Sehingga tampak seperti sendang yang dikelilingi oleh tanaman beraneka warna.
Pelaku siraman adalah orang yang dituakan yang berjumlah tujuh diawali dari orangtua, yang kemudian dilanjutkan oleh sesepuh lainnya. Siraman ini berupa air kembang, yang bermakna pensucian diri bagi mempelai sebelum bersatu.

Raup 

Setelah siraman, calon pengantin membasuh wajah (istilah Jawa: raup) dengan air kendi yang dibawa oleh ibunya, kemudian kendi langsung dibanting atau dipecah sambil mengucapkan kata-kata “Cahayanya sekarang sudah pecah seperti bulan purnama”.

Potong Rambut

Setelah itu, calon pengantin langsung dibopong oleh ayahnya ke tempat ganti pakaian. Setelah berganti busana, dilanjutkan dengan acara potong rambut yang dilakukan oleh orangtua pengantin wanita. 

Pemotongan rambut bermakna inisiasi sebagai perbuatan ritual semacam upacara kurban. Menurut konsepsi kepercayaan lama dalam bentuk mutilasi tubuh. Setelah dipotong, rambut dikubur di depan rumah.

Dodol Dawet

Setelah rambut dikubur, dilanjutkan dengan acara “dodol dawet”, yang artinya jualan dawet. Yang berjualan dawet adalah ibu dari calon pengantin wanita dengan dipayungi oleh suaminya.

Uang untuk membeli dawet terbuat dari kreweng (pecahan genting ) yang dibentuk bulat. Upacara dodol dawet dan cara membeli dengan kreweng ini mempunyai makna berupa harapan, agar kelak kalau sudah hidup bersama dapat memperoleh rezeki yang berlimpah-limpah seperti cendol dalam dawet, dan tanpa kesukaran seperti dilambangkan dengan kreweng yang ada di sekitar kita. Kemudian dilanjutkan dengan pengajian agar diberikan kelancaran dalam membina hubungan rumah tangga yang sakinah mawadah dan warohmah.

Akad Nikah

Setelah itu dilakukan Akad nikah yang dilakukan sebelum acara resepsi. Ini merupakan inti dari acara perkawinan. Akad nikah disaksikan oleh sesepuh dan orangtua dari kedua calon pengantin.
Pelaksanaan akad nikah dilakukan oleh petugas dari catatan sipil atau petugas agama. Setelah dilakukan akad nikah dan dianggap sah pernikahan tersebut kemudian dilakukan langkah selanjutnya yaitu prosesi resepsi.

Resepsi

Dalam acara resepsi ini terdiri beberapa prosesi yaitu Panggih yang artinya  mempertemukan pengantin wanita dan pria yang didampingi kedua orangtuanya. Kemudian upacara Kirab berupa arak-arakan yang terdiri dari domas, cucuk lampah dan keluarga dekat, untuk menjemput atau mengiringi pengantin yang akan keluar dari tempat Panggih ataupun akan memasuki tempat Panggih

Kirab merupakan suatu simbol penghormatan kepada kedua pengantin yang dianggap sebagai raja sehari, yang diharapkan kelak dapat memimpin dan membina keluarga dengan baik. 

Setelah itu melakukan balangan suruh. Ini dilakukan oleh kedua pengantin secara bergantian. Makna dari balangan suruh adalah berupa harapan semoga segala goda akan hilang dan menjauh akibat dari dilemparkannya sesuatu yang disebut dengan gantal

Gantal yang dibawa untuk dilemparkan ke pengantin putra oleh pengantin putri disebut gondhang kasih. Sedangkan gantal yang dipegang pengantin laki-laki disebut gondhang tutur. Gantal dibuat dari daun sirih yang ditekuk membentuk bulatan (istilah Jawa: dilinting) yang kemudian diikat dengan benang putih (lawe). 

Daun sirih merupakan perlambang bahwa kedua penganten diharapkan bersatu dalam cipta, karsa dan karya. 

Setelah dilakukannya resepsi keseluruhan makan dilanjutkan lagi acaa Sungkeman adalah suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin duduk jengkeng dengan memegang dan mencium lutut kedua orangtua. Baik orangtua pengantin putra maupun orangtua pengantin putri.
Makna upacara sungkeman adalah suatu simbol perwujudan rasa hormat anak kepada kedua orangtua.  

Ngunduh Manten

Setelah resepsi selesai, ada lagi prosesi yang harus dijalankan yakni Ngunduh Manten. Ini juga disebut dengan boyongan, karena pengantin putri dan pengantin putra diantar oleh keluarga pihak pengantin putri ke keluarga pihak pengantin putra secara bersama-sama.

Ngunduh Manten diadakan di rumah pengantin laki-laki. Biasanya acaranya tidak selengkap pada acara yang diadakan di tempat pengantin wanita, meskipun bisa juga dilakukan lengkap seperti acara Panggih biasanya. Hal ini tergantung dari keinginan dari pihak keluarga pengantin laki-laki. Biasanya, ngunduh manten diselenggarakan sepasar setelah acara perkawinan.
 “Hal inilah yang biasanya dilakukan oleh suku jawa,” ujarn Sumarni.

Pakaian Adat


PENGANTIN: Keraton, salah satu Pakaian Adat Jawa yang digunakan untuk resepsi pengantin.

Sumarni juga menyebutkan nama pakaian adat yang digunakan dalam respsi pernikahan orang Jawa, yang pada umunya juga digunakan di Jambi, yaitu pakaian adat basahan. Pakaian adat keraton yang menggunakan belangkon dan pakaian adat kesatrian. “Pakaian yang sering dipakai di Jambi adalah pakaian basahan, adat keraton, dan kesatrian.,” ujarnya.

Pakaian adat Jambi bisa digunakan tergantung dengan pengantinya atau keluarga pengantin. Yang terpenting pakaian adat Jawa harus di gunakan terlebih dahulu. Untuk mengenai hiburan pun, juga tidak mengharuskan wayang atau campur sari. Akan tetapi hal itu lebih baik dilakukan untuk mencitrakan dan melestarikan budaya dan tradisi orang jawa. 

Selain itu Sartimin juga menegaskan bahwa banyak yang harus dilakukan dalam  melestarikan dan menjaga budaya suku Jawa. Ia berharap kepada semua  orang Jawa yang tinggal di Pulau Sumatera, atau lebih dikenal dengan Pujakesuma ( Putera Jawa Kelahiran Sumatera ), selalu menjaga kebudayaan jawa, dengan cara mempelajari dan memahami kebudayaan, tradisi adat istiadat dan kesenian Jawa, khususnya para generasi muda.

 “Saya berharap generasi muda lebih aktif, untuk mempelajari dan memahami kebudayaan suku Jawa, sehingga kebudayaan adat, tradisi dan kesenian Jawa tidak hilang,” tegasnya.(ams/poy)-HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI SABTU 8 MARET 2014

Tidak ada komentar: