TIGOR SINAGA |
THE WINDOW OF OPPORTUNITY 2020-2030
Indonesia
diprediksi akan mendapatkan jendela peluang atau
The window of opportunity di bidang kependudukan pada tahun 2020-2030. Pada
dekade tersebut Indonesia mengalami bonus demografi yaitu keuntungan ekonomis
akibat menurunnya rasio ketergantungan penduduk sebagai hasil penurunan
fertilitas jangka panjang dari program nasional Keluarga Berencana. Di mana jumlah
penduduk usia produktif menjadi lebih dari dua kali jumlah penduduk non produktif.
ROSENMAN Manihuruk, Jambi
Dengan
pencapaian angka ketergantungan terendah yakni 44 per 100, di mana setiap 100
penduduk usia kerja menanggung 44 penduduk non produktif (anak-anak & lajut
usia), maka diprediksi kondisi ini akan dapat mendongkrak pendapatan perkapita,
memicu pertumbuhan tabungan yang pada gilirannya akan meningkatkan investasi
dan pertumbuhan ekonomi.
Demikian
dikatakan Sekjen NHDC (National Housing Development Community) Ir Tigor GH
Sinaga kepada Harian Jambi terkait
dengan rencana The window of opportunity
2020-2030.
HARIAN JAMBI EDISI CETAK SENIN 10 FEB 2014 PAGI |
Disebutkan,
opportunity ini akan berlangsung
sangat singkat, karena setelah dekade ini angka ketergantungan tersebut akan
meningkat lagi seiring dengan pertambahan penduduk usia lanjut 65 tahun keatas
akibat meningkatnya usia harapan hidup.
Momentum
ini hendaknya dapat direspon dan disiasati oleh seluruh penentu kebijakan di
Indonesia, khususnya di Provinsi Jambi, termasuk didalamnya para penentu
kebijakan dan pemangku kepentingan sektor perumahan.
Studi
Banding ke China
“Inilah
celah terbaik yang dapat diharapkan untuk melunasi atau setidaknya mengurangi
angka backlog pengadaan rumah rakyat. Mei 2007 lalu adalah kali
ketiga saya datang ke China dengan tujuan melakukan komparasi masalah
permukiman. Kunjungan terdahulu 1995, beberapa tahun setelah China menyatakan
terbuka untuk dunia, kondisi perkotaan saat itu masih seperti kota-kota di
Indonesia tahun 70-an,” katanya.
Tahun
2001 pada kunjungan kedua, Tigor Sinaga sudah merasakan geliat pembangunan
sebagai dampak dari keterbukaan China bagi investasi asing, namun secara fisik
belum begitu signifikan. Pembangunan rumah susun hanya pada lokasi tertentu,
rata- rata 6 atau 7 lantai.
Selang
6 tahun kemudian pada kunjungan ketiga , seluruh peserta studi banding rumah
susun berdecak kagum. Reformasi di China telah merambah seluruh aspek
kehidupan, kecuali sistem politik, perubahan secara besar-besaran terjadi
dimana-mana.
Gaya
hidup masyarakat perkotaan di China sudah hampir tak berbeda dengan pola
tingkah masyarakat dunia lainnya yang cenderung dituntut efisien dan praktis
dengan segala kemudahannya.
Reformasi
ekonomi telah pula merubah budaya, sementara meningkatnya angka usia peluang
hidup manusia, naiknya standar tingkat kepuasan akan pelayanan dan kemajuan Hi-Tech yang telah mempercepat proses
multikulturalisasi dengan borderless
world-nya, mewarnai kehidupanmasyarakat di hampir seluruh kota besar
di China.
Kata
Tigor Sinaga, dalam pertumbuhan perkotaan kecenderungan ini dapat terlihat
dengan semakin menyebarnya pusat-pusat kegiatan bisnis yang cederung
mendekati daerah hunian atau bahkan dengan adanya kecenderungan munculnya
kawasan atau lingkungan baru yang dilengkapi pusat pusat pelayanan bisnis terpadu,
guna memenuhi tuntutan akan pelayanan tersebut.
Keterbatasan
Lahan
Sementara
dengan keterbatasan lahan, kebijakan pertumbuhan kota kearah horizontal dengan
resiko kemacetan, polusi dan pemborosan, sudah ditinggalkan. Dengan tingkat
mobilitas masyarakat kota yang semakin tinggi maka konsep pengembangan vertical house telah menggeser konsep
pengembangan landed house, sejalan dengan kecenderungan tersebut
pemerintah china telah menetapkan pengembangan rumah susun 30 lantai
sebagai kebijakan untuk memenuhi kebutuhan hunian perkotaan.
Dikatakan,
upaya pemenuhan kebutuhan perumahan didukung oleh seluruh stakeholder,
pemerintah pusat, pemerintah propinsi sampai ke pemerintah kota selalu satu
kata-satu warna. Kerja sama antar instansi berjalan secara koordinatif,
penetapan target dan prioritas program berjalan secara transparan, kerjasama
dan pembagian tugas pemerintah-swasta selalu on the track.
Perumahan
Murah
Secara
garis besar kebijakan perumahan murah (low cost housing)
oleh pemerintah China pada saat itu ditetapkan dalam dua kelompok besar
sasaran. Kelompok pertama adalah kelompok Prasejahtera, yakni keluarga yang
berpenghasilan dibawah RMB 2.000 per bulan sedangkan kelompok kedua adalah
kelompok Menengah bawah dengan penghasilan di antara RMB 2.000–RMB 5.000 per
bulan.
Untuk
kelompok Prasejahtera pemerintah membangun rumah susun 6 lantai, tanpa lift, luas per-unit 34-60 m², bebas
pajak dan retribusi, dijual RMB 1500–RMB 2000 per m² atau dengan sistem
sewa RMB 18 per m²/bulan, maintenance fee RMB 0,8 per m²/ bulan,
untuk kelompok ini fasos fasum tidak dibebankan pada investasi unit rusun,
tetapi murni dibangun oleh pemerintah. Return of
Investment bagi Rumah susun sewa ditargetkan rata-rata 10 tahun, di luar
investasi tanah.
Sementara
untuk kelompok Menengah bawah, pemerintah melibatkan pihak swasta untuk
membangun dan mengembangkan rumah susun, tinggi tidak lebih dari 100 m,
rata-rata 30-35 lantai, 6 unit per lantai dilayani 3 buah lift, luas per-unit 50-90 m², parkir 20% dari luas lantai atau
0,6-1 kali jumlah unit, bebas pajak dan retribusi, dijual RMB 4000–RMB 4500
per m², property management fee/maintenance
fee RMB 1,1-1,36 per m²/bulan, untuk kelompok iniinfrastruktur utama tidak
dibebankan pada investasi unit rusun, tetapi dibangun oleh pemerintah.
TIGOR SINAGA PALING KIRI |
Proses
penunjukan pengembang dilakukan dengan tender terbuka di atas lahan siap bangun
yang telah ditentukan dan dipersiapkan pemerintah. Penentuan pemenang
ditetapkan berdasarkan harga jual terendah yang ditawarkan pengembang
peserta tender dengan telah memperhitungkan biaya konstruksi, perizinan, biaya marketing dan promosi, biaya
pengembalian tanah dan 3% keuntungan pengembang.
Gagasan
Rumah Murah Prasejahtera
Menurut
putra kelahiran Jambi ini, dari paparan Guangdong Real Estate Association dan
Bureau of Land Resources & Housing Management of Shenzhen Municipality,
bahwa program rumah murah (Low Cost
Housing) digagas sejak awal 1980, namun realisasinya baru dimulai tahun
1990 dengan tersedianya subsidi dari pemerintah untuk rumah murah bagi kelompok
prasejahtera, sedangkan fasilitasi dan kemudahan bagi kelompok sasaran menengah
bawah baru dimulai sejak 1998.
Pada
perkembangannya, ternyata pemenuhan kelompok sasaran menengah bawah setelah
difasilitasi justru berkembang pesat dan bahkan menjadi salah satu motor
kebangkitan ekonomi China.
Rusunawa
Shenzhen
Rumah
Susun Sewa (Rusunawa) Shenzhen, 97 Ha selesai dibangun sejak 1997
lalu, semula diperuntukan sebagai tempat penampungan korban penggusuran
(relokasi) pembangunan kota dan menampung penduduk China yang
bermigrasi ke Shenzhen.
Investasi
RMB 300 jt (160.000 m²), sewa RMB 18 /m² per bulan, Maintenance fee RMB 0,8 /m² per bulan pengelola oleh Local Government, pendapatan RMB 30
jt/th, dari total pendapatan dialokasikan untuk kebutuhan operasional
operasional 20%, dan 80% reinvestasi ke pemerintah.
Dingxiuxiyuan
Economic and Suitable Houses, rumah susun milik pemerintah yang dibangun diatas
lahan bekas pabrik baja, status kepemilikan hak pakai 70 tahun dijual dengan
harga RMB 3.690/sqm, pengelolaan oleh swasta.
Property management fee/maintenance
fee RMB 1,1-1,36 per m²/ bulan, untuk
kelompok ini tahap pertama selesai 2005 lalu, dibangun terutama untuk menampung
korban gusuran dari pusat kota.
Beijing
rata-rata korban gusuran mendapatkan penggantian seluas rumah milik
semula atau minimal Type 65 sqm, 2 kamar ditambah sejumlah uang. Proses
relokasi berjalan mulus karena adanya penggantian yang sangat manusiawi dan itu
dapat dilakukan pemerintah China karena memang sesungguhnya pemerintah
juga diuntungkan dari penjualan lahan gusuran kepada developer yang akan membangun pusat bisnis dan super block baru pada lokasi dimaksud.
Saat
ini Dingxiuxiyuan Economic and Suitable Houses, telah menjadi permukimam
idaman, dari bekas pabrik baja milik pemerintah yang menjadi sumber polusi
lingkungan, dirubah menjadi lingkungan permukiman nyaman yang menguntungkan
berbagai pihak, termasuk pemerintah yang mendapatkan keuntungan berlipat
dari selisih relokasi.(*/lee)
***
Dua Pola yang Dipakai Negara China
Mengatasi Perumahan Murah
Hasil
studi banding Sekjen NHDC (National Housing Development Community) Ir Tigor GH
Sinaga ke China, setidaknya ada dua pola yang dipakai China dalam menanggulangi
perumahan rakyat prasejahtera dan orang golongan menengah ke atas.
TIGOR SINAGA (PALING KIRI) SAAT KE CINA. FT IST |
Rumah
Susun Sewa (Rusunawa) Shenzhen dan Dingxiuxiyuan Economic and Suitable
Houses merupakan dua pola yang dipakai pemerintah China dalam memenuhi
kebutuhan perumahan perkotaan, sesuai zaman nya. (Rusunawa) Shenzhen merupakan
pola lama, di mana pemerintah bermain sendiri, membangun dan mengelola
sendiri sesuai dengan kebijakan era 90 an.
Saat
ini pola pengembangan seperti Dingxiuxiyuan yang melibatkan swasta sebagai
pengembang merupakan pilihan, terutama dalam optimalisasi lahan-lahan
pemerintah dan proses penataan kota dengan pola manajemen pertanahan (Land banking/land acquisition)
yang
optimal.
Satu hal yang perlu dicatat dari kedua pola tersebut bahwa pemerintah China tidak pernah lupa menghitung pengembalian dari setiap investasi yang dikeluarkan sehingga kinerja dan kemampuan pemerintah memenuhi kebutuhan perumahan rakyat meningkat secara eksponensial dari tahun ke tahun.
“Dan
saat ini jelang memasuki era the window of
opportunity-nya ( 2015-2025 ) China terlihat sangat siap dalam banyak hal,
utamanya dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi rakyatnya,” kata Tigor Sinaga
yang kini sebagai caleg DPR RI Dapil Provinsi Jambi ini.
The Window of Opportunity
Rentang
era keemasan kita 2020-2030 sudah di depan mata, ini adalah momentum
terbaik untuk melunasi angka backlog
dalam merumahkan rakyat. Menjelang era tersebut, perlu perumusan konsep
pengembangan rumah rakyat sebagai upaya terobosan percepatan pemenuhan
kebutuhan dimaksud.
BISPARK JAMBI PROYEK TIGOR SINAGA |
Dari
kondisi objektif saat ini dan hasil komparasi dari beberapa negara, terutama
China, yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan dengan Indonesia, dapat
disimpulkan bahwa Manajemen pertanahan (Land
banking /land acquisition), Pembiayaan (maturity
mismatch) dan Tata bisnis perumahan (Pembinaan Pelaku, Standarisasi
Perizinan/Perencanaan dan Pemberdayaan Masyarakat) harus mendapat
prioritas utama dalam penataan.
Banyak
hal yang harus dipersiapkan menyongsong era tersebut, namun momentum perhelatan
Pesta Demokrasi 5 tahunan, 9 april 2014 merupakan kesempatan terbaik
untuk evaluasi kinerja, komitmen dan arah politik perumahan pemerintah
mendatang dalam “merumahkan rakyat”.
Mengingat
eranya sudah didepan mata serta singkatnya rentang waktu emas tersebut, maka
kejelian masyarakat untuk menentukan kemenangan masa depan yang lebih baik,
melalui hak demokrasinya dalam memilih wakil yang punya komitmen, kemampuan dan
siap untuk kerja keras adalah kata kunci agar momentum tersebut termanfaatkan.
“Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) sudah sepatutnya difasilitasi untuk bisa memiliki
rumah. Kini masih banyak MBR hanya hidup di kontrakan dengan biaya yang lumayan
mahal. Lalu di mana peran pemerintah untuk menyediakan rumah layak tersebut.
Kini dibutuhkan peran swasta yang berpihak kepada MBR demi cita-cita bangsa
yang berdaulat,” kata Tigor Sinaga.(lee) BERITA INI SUDAH NAIK DI HARIAN JAMBI EDISI CETAK SENIN PAGI 10 FEBRUARI 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar