Halaman

Selasa, 28 Januari 2014

KASUS KORUPSI, Sakit Jurus Ampuh Para Koruptor



Alasan Sakit. Itulah jurus ampuh para koruptor untuk mendapatkan penangguhan penahanan. Ada saja memang cara para pelaku koruptor untuk mendapatkan pengalihan penangguhan penahanan. Dengan bermodalkan surat keterangan sakit dari dokter, kerap modus para koruptor  untuk menghindari jeruji besi. Padahal sebelumnya, tidak pernah tersiar bahwa koruptor yang bersangkutan pernah megidap penyakit yang dianggap fatal.

DONI SAPUTRA, Jambi

Surat keterangan sakit dari dokter selayaknya diberikan kepada dokter independen. Dokter independen dalam hal ini adalah dokter yang telah disediakan terlebih dahulu oleh penegak hukum. Ini perlu, sebagai antisipasi agar tidak terjadi manipulasi atas keterangan yang diberikan. 

Kejadian seperti ini sering terjadi, baik pada tahanan kota maupun tahanan rumahan. Dalam hal ini, mereka mendapatkan penangguhan penahanan atas keterangan sakit yang diberikan oleh dokter. Dalam surat keterangan tersebut dijelaskan, bahwa tahanan yang bersangkutan, sedang menderita sakit dan perlu diberikan perhatian medis secara intensif. Dengan mempertimbangkan keselamatan nyawa tahanan, penangguhan pun diberikan.

Terkait hal tersebut, Arpa’i, pakar hukum Universitas Jambi menjelaskan, bahwa terdapat tiga aspek penting yang harus diperhatikan, untuk dapat memberikan penangguhan penahanan pada seseorang.

Pertama, yakni dari sadar kemanusiaan (analisa alamiah). Yang memang dalam kondisi tertentu, ada mendapatkan suatu tekanan di dalam diri, setelah mengetahui bahwa dirinya tersandung suatu kasus.
Kedua, dilihat dari sisi penegakan hukum. Dalam hal ini, seorang koruptor harus memperkuat regulasi terkait pembuktian sakit yang dideritanya. 

“Untuk yang pura-pura sakit ini, seharusnya ada dokter independen untuk memperkuat regulasinya,” katanya.

Ketiga, berkaitan dengan proses penegakan hukum yang harus dalam dan jelas. Menurutnya, hal ini harus dikawal secara khusus. “Harus memang ada dokter yang benar-benar independen. Kemudian dikawal oleh penagak hukum,” ujarnya.

Pengawasan IDI

Arpa’i menjelaskan, untuk mengantisipasi terjadinya manipulasi keterangan sakit yang diberikan tersebut, penegak hukum sebaiknya menyediakan dokter ahli yang memang teruji independensinya. Selanjutnya, hal ini juga harus mendapatkan pengawasan khusus dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

“Hal itu yang paling penting yang harus ditekankan. Karena bisa saja seorang koruptor tersebut berpura-pura sakit. Tetapi dengan adanya perlakuan seperti ini, kemungkinan kepura-puraan dari koruptor tersebut tidak akan bisa terjadi,” ujarnya.

Terkait dengan proses pengalihan penahan ini Arpa’i mengatakan, harus ada perhatian dan pertimbangan khusus yang diberikan. Karena menurutnya, untuk pengalihan penangguhan penahanan di Provinsi Jambi, masih sangat mudah didapatkan.

“Di Jambi ini, terlihat sangat gampang sekali mendapatkan pengalihan penahanan. Ini harus diperhatikan, bahwa proses ini tidak terlalu dalam dianalisa. Karena terlihat mudah seseorang untuk mendapatkan pengalihan penahanan,” ujarnya.

Menghilangkan Barang Bukti

Menurutnya, dalam pemberian pengalihan penahanan, seseorang seharusnya benar-benar diyakini akan kooperatif dalam menjalani proses hukum. Namun, hal ini menjadi sangat riskan ketika pengalihan yang didapat tersebut, digunakan sebagai langkah untuk menghilangkan barang bukti.

“Seorang kepala dinas yang tersandung kasus korupsi, bisa saja mereka menekan seseorang yang akan dijadikan saksi agar menutupi terkait kasus dirinya,” jelas Arpa’i.

Ditegaskan, bahwa seharusnya seorang koruptor tidak layak untuk diberikan penangguhan penahan. Dalam artian, dialihkan menjadi tahanan kota maupun tahanan rumah. Karena pada dasarnya, koruptor tersebut adalah orang-orang hebat yang memiliki jaringan yang luas. Berbeda dengan pencuri ayam, yang tidak mempunyai jaringan smaa sekali dan memilih pasrah.
 
“Ada akses mereka, di luar bisa bertemu dengan orang. Kalaupun sakit harus ada penjagaan dari aparat penegak hukum. Melakukan pidana luar biasa itu, dilakukan oleh orang yang luar biasa dan harus ditindak dengan hukum secara luar biasa,” tegas Arpa’i.

Sesuai Prosedur

Menurut salah satu penyidik Kejaksaan Tinggi Jambi saat dikonfirmasi Harian Jambi, yang enggan disebutkan namanya, bahwa untuk mengetahui seseorang sakit atau tidak, hanya bisa dinilai oleh dokter yang memang benar-benar ahli dalam penyakit yang diderita, oleh tersangka atau terdakwa yang mengajukan permohonan tersebut. Selanjutnya, sakitnya seseorang tersebut kemungkinan besar, disebabkan oleh faktor psikis atau beban pikiran, karena telah terbiasa dengan hidup dengan santai dan serba mewah. Menurutnya, hal tersebut telah dilakukan sesuai prosedur.

“Kita tidak bisa nilai, itu dokter yang menilai. Jika sudah dikatakan oleh dokter sakit, ya kita harus bantarkan. Kita dari pihak kejaksaan juga tidak mau untuk mengambil risiko jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Misalnya tahanan kita meninggal dunia,” ujarnya.

Diungkapkannya juga, bahwa kemungkinan hal tersebut bisa dijadikan alasan karena mereka tidak mempunyai jalan lain untuk mendapatkan penangguhan penahanan. Tetapi berdasarkan pengalaman sebelumnya, bahwa keterangan dokter yang mereka sediakan dengan dokter yang kita tunjuk, keterangannya tidak berbeda dan rata-rata sama. “Ya seperti itulah sekarang ini, tinggal kita saja yang was-was dengan itu,” jelasnya.(*/poy)


----------------------------------------
Tersangka Punya Hak Mendapatkan Penangguhan

Pada dasarnya, setiap tersangka yang tersandung kasus korupsi tersebut, memiliki hak untuk mengajukan pengajuan penangguhan penahanan. Hal tersebut telah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), bahwa setiap tersangaka memiliki hak untuk mengajukan penangguhan penahanan. Hal ini disampaikan Sahuri Lesmana, pakar hukum Universitas Jambi.

Penangguhan penahanan yang diajukan tersangka apakah ditangguhkan atau tidak itu tinggal pertimbangan polisi, penyidik dan jaksa,” ujarnya.

Ia mengatakan, bahwa penyidik juga harus mempunyai alasan apabila tidak mengabulkan penangguhan penahanan yang diajukan tersangka.

Penyidik harus punya pertimbangan apabila penangguhan penahan tidak dikabulkan, pertimbangannya penyidik harus mempercepat proses penyidikannya,” ujarnya.

Terkait surat keterangan dokter yang kerap digunakan tersangka korupsi ini, ia mengatakan bahwa perlu disiapkan dokter khusus dari pihak penyidik. Ini dilakukan, untuk meminimalisisr terjadinya kecurangan.
Apabila hanya pihak tersangka yang mempersiapkan dokter, sangat besar kemungkinan kecurangan akan terjadi. Bisa saja seorang dokter dibayar oleh yang berkaitan," tandasnya.
 
Senada dengan hal tersebut, Sukanto Sutoto, yang juga merupakan pakar hukum Universitas Jambi mengatakan, bahwa permohonan penangguhan tersebut merupakan hak dari terdakwa atau tersangka yang telah ditahan. Kemudian dalam hal ini, Jaksa harus tetap mempersiapkan dokter ahli yang memang benar independensinya telah teruji untuk memeriksa kesehatan si pemohon tersebut agar jelas permasalahan yang dikeluhkannya.

“Iya benar, harus ada dokter independen juga itu,” ujarnya.

Menurutnya, setelah diberikan pengalihan dan penangguhan tersebut, pihak kejaksaan harus memantau kondisi koruptor tersebut. Baik di rumah sakit atau di rumah pribadinya. Hal ini digunakan untuk melihat apakah mereka benar-benar sakit atau hanya pura-pura sakit.

“Harus memantau, kondisi kesehatan dari tersangka. Bagaimana perkembangannya, jika sudah sehat ya ditahan kembali,” jelasnya.(nui/poy)


------------------------------------
Contoh Kasus Jurus Sakit Para Koruptor

Berdasarkan pantauan Harian Jambi, terdapat beberapa kasus dari tersangka korupsi, yang mendapatkan pengalihan penangguhan penahanan, dengan alasan sakit. Alasan sakit ini diperkuat, dengan adanya surat keterangan dari dokter.

Muchtar Muis

Berawal dari mantan Wakil Bupati Muarojambi Muchtar Muis, terpidana kasus korupsi proyek pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), di Unit 22 Sungai Bahar Kabupaten Muarojambi. Kasus ini merugikan negara senilai Rp 4 miliar. Dalam hal ini, masyarakat tidak dapat menikmati manfaatnya.
 
Dalam proses persidangannya, terpidana Muchtar Muis sangat banyak memakan waktu. Sidang perdana Muchtar Muis digelar pada Rabu 14 Desember 2011. Namun dikarenakan terpidana mengidap sakit jantung, ia tidak dapat mengikuti atau melanjutkan persidangan. Kemudian sidang terpaksa ditunda. Akhirnya, mantan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut divonis oleh Majelis Hakim Tipikor, yang juga diketuai oleh Eliwarti pada Kamis 18 November 2013, di Pengadilan Negeri (PN) Jambi. Dengan hukuman pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp 200 juta.
 
"Mengadili, menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana selama 4 tahun, denda Rp 200 juta. Jika tidak mampu membayar dikenakan pidana kurungan penjara selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim dalam persidangan pada Kamis 21 November 2013.

Disisi lain, dalam pembacaan vonis tersebut, terdakwa Muchtar Muis tidak hadir. Menurut informasi, terpidana Muchtar Muis sedang dalam keadaan sakit dan berobat ke Jakarta. Sidang tersebut hanya diwakili kuasa hukumnya, Rusli. 

Hukuman pidana penjara yang diberikan oleh Majelis Hakim juga lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penutut Umum (JPU) sebelumnya, yakni dituntut 4 tahun 6 bulan penjara, dipotong masa tahanan. JPU mengenakan terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) dan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31/1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP, memperkaya diri sendiri, dan merugikan negara. 

Arifien Manap

Kasus lainnya, yakni terpidana mantan Walikota Jambi Arifien Manap, terkait kasus korupsi pengadaan dua mobil Pemadam Kebakaran Kota Jambi pada tahun 2004. Yang merugikan negara sebesar Rp 1,3 miliar.
Dalam proses pembuktian hukum di persidangan, sempat beberapa kali ditunda oleh Majelis Hakim atas permintaan penasehat hukumnya, dengan alasan bahwa mantan orang nomor satu di Kota Jambi ini tidak bisa mengikuti jalannya persidangan, dikarenakan menderita sakit empedu dan liver. 
 
Namun pada akhirnya, pada Jumat 3 Mei 2013 lalu, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diketuai oleh Eliwarti memberikan hukuman pidana penjara (vonis) selama 1 tahun 3 bulan dan denda Rp 50 juta. Dengan subsidair, jika tidak mampu membayar denda maka akan tahan selama 2 bulan pidana penjara, kepada terpidana mantan Walikota Jambi dua periode, Arifin Manap.

Namun vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim pada waktu itu, lebih ringan empat bulan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menuntutnya selama 19 bulan pidana penjara. 

Berdasarkan dakwaan yang dikenakan kepadanya, yakni Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Tipikor, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP, tentang Tindak Pidana Korupsi.

Kemas Arsyad Somad

Selanjutnya, kasus perkara korupsi dana Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Universitas Jambi (Unja) tahun 2006-2009, dengan kerugian negara Rp 1 miliar lebih. Yang menyeret nama mantan Rektor Universitas Jambi Kemas Arsyad Somad dan mantan Bendahara Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Universitas Jambi (Unja) Eliyanti.
 
Kedua mantan orang yang dianggap penting di Unja ini, juga beralasan sakit untuk mendapatkan penangguhan penahanan saat dalam proses persidangan. Pada Kamis 2 Mei 2013, terpidana Kemas Arsyad Somad diberikan pengalihan penahanan oleh Majelis Hakim, dengan alasan terpidana mengidap sakit jantung koroner. 

Sedangkan Eliyanti, mengidap sakit Vertigo. Pada akhirnya, tepatnya Selasa 23 Juli 2013 masing-masing divonis oleh Majelis Hakim Tipikor PN Jambi yang diketuai oleh Suprawobo selama 1 tahun 1 bulan, pidana penjara dan denda sebesar Rp 50 juta. Dengan subsidair 2 bulan penjara. Selain itu, diwajibkan juga membayar denda sebesar Rp 600 juta. 

AM Firdaus

Belum lama kasus paling panas se-Provinsi Jambi ini mem-booming. Salah satu tersangka yang berkasnya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jambi, Yakni mantan Ketua Gerakan Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka Jambi periode 2009-2011 AM Firdaus. Ia juga mengajukan permohonan izin berobat ke rumah sakit Siloam, melalui penasehat hukumnya. Karena mengidap sakit jantung dan pinggang kepada Majelis Hakim Tipikor, yang diketuai oleh Eliwarti, seusai sidang pada Selasa 17 Desember 2013 lalu.

Namun permohonan tersebut belum diindahkan oleh Majelis Hakim. Karena belum mendapat atau menerima konfirmasi dari pihak Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A Jambi. Dikatakan oleh penasehat hukum terdakwa, bahwa pihak pengadilan belum menerima surat rujukan dari dokter Lapas Klas II A Jambi.
"Belum ado izin dari hakim, masih menunggu surat rujukan dari Lapas," ungkap Ramli Taha saat dihubungi melalui ponsel miliknya beberapa waktu lalu.

Sepdinal

Selain terdakwa AM Firdaus, masih dalam perkara yang sama, yakni tersangkan mantan Kepala Dinas (Kadis) Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jambi Ir Sepdinal. Ia juga memohon kepada pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, untuk memberikan izin berobat dan kemudian berharap mendapatkan pengalihan penahanan dengan alasan yang sama, namun penyakitnya saja yang berbeda. 

Ir Sepdinal yang juga merupakan bendahara Gerakan Kwarda Pramuka Provinsi Jambi periode 2009-2011 dan 2011-2013 mengidap sakit ginjal. Hal ini dikatakan oleh Sahlan selaku penasehat hukumnya mengatakan bahwa surat tersebut sudah berikan kepada pihak penyidik pada Rabu 18 Desember 2013 lalu. "Sakitnya, baru-baru ini, hampir bersamaan dengan masa habis penahanan," katanya.

Namun permohonan tersebut belum diketahui apakah diterima atau tidak oleh pihak kejaksaan. Menurut informasi terpercaya yang dihimpun Harian Jambi dari penyidik Kejati Jambi, yang tidak mau disebutkan namanya, bahwa pihak kejaksaan masih menelaah dan mengkroscek terlebih dahulu terkait permohonan tersebut. "Kita telaah dulu, Sepdinal hanya mengidap penyakit nyeri tulang dan sakit pinggang," ujarnya.

Untuk diketahui bahwa sebelumnya, terdakwa AM Firdaus juga merupakan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi. Tersangkut kasus ini atas jabatannya sebagai Ketua Kwarda Pramuka Jambi periode tahun 2009-2011. 

Sedangkan Ir Sepdinal, selain sebagai Bendahara Kwarda Pramuka Jambi, juga menjabat sebagai Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jambi. Mereka diduga menyalahgunakan dana bagi hasil antara Kwarda Pramuka Jambi dengan PT Inti Indosawit Subur (IIS), yang dalam perjanjiannya 30 persen untuk Kwarda Pramuka dan 70 persen untuk PT ISS. Berdasarkan audit BPKP ditemukan kerugian negara senilai Rp 1,5 miliar.(nui/poy) (BERITA INI SUDAH NAIK CETAK DI HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI 8 JANUARI 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar