Kamis, 10 November 2011

Menginjak Usia Ke 37 Tahun

Ijazah SD Impres Hutaimbaru, Simalungun.


37 Tahun Silam di Desa Hutaimbaru


BERITAKU-Pada 37 tahun silam atau tepatnya Senin 10 Nopember 1974 pagi lahir seorang anak laki-laki (anak kelima) dari pasangan Berlin Manihuruk dengan Anta br Damanik di Desa Hutaimbaru, Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun. Saudara kandung (Radesman Saragih M, Dormantuah, Fujidearman, Vindariana br Sargih M, Rosenman, Lamhot P, Okto Jaya, Rodo Timbul dan Marolob H Manihuruk). Kelahiran yang hanya dibantu seorang Bidan Desa, anak yang dulunya diberikan nama sebelum dibaptis (Pahlawarman) itu menjalani hidup delam keterbatasan ekonomi orang tua.

Maklum, saat itu orang tua hanya berprofesi petani dan ayah sebagai pekerja Foto Grafers Keliling (Foto Hitam Putih) di Haranggaol. Memiliki ayah yang banyak memiliki bakat multi talent (Fotografers, Pemburu, Pencari Ikan, Kernet, Pelatih Karate, Pemikat Anduhur) membuat kami anak-anaknya harus mandiri.

Seiring pertumbuhan anak, nama Pahlawarman yang dulunya melakat pada saya karena lahir bertepatan dengan Hari Pahlawan, dirubah orang tua menjadi Rosenman Manihuruk. Alasan perubahan nama itu karena masa kecil saya sebelum dibaptis sering sakit-sakit.

Kemudian nama Rosenman Manihuruk melakat di Surat Baptisan saya di GKPS Hutaimbaru 11 Mei 1975 dan Surat Angkat Sidi di GKPS Hutaimbaru 8 Juli 1990. Namun karena wajah mirip orang Cina, saya dipanggil Asenk. Ditambah saya pengagung bintang film laga Bruce Lee, jadi saya berinak nama panggilan saya menjadi Asenk Lee Saragih.

Menimba ilmu di SD N 091383 Desa Hutaimbaru hingga lulus pada 6 Juni 1987. Selanjutnya melanjutkan sekolah SMP Katolik Haranggaol dan hanya sekolah di sekolah itu hanya empat bulan. Pengalaman sekolah SMP di Haranggaol menorehkan sebuah kisah yang tak terlupakan.

Awalnya saya ingin sekolah di SMP di Saribudolok karena orang sekampung banyak sekolah di sana. Namun karena abang-abang dan kakak (Radesman Saragih M, Dormantuah Saragih M, Fujidearman Saragih M dan Vindariana br Saragih Manihuruk) merupakan alumni dari SMP GKPS Haranggaol.

Lahir sebagai anak pinggir Danau Toba (Partopi Tao), membuat hobbi memancing melekat erat pada diri saya sejak kecil. Tidak heran kalau setiap memancing kala itu selalu membawa hasil kerumah dan tidak mengecewakan orang tua dan saudara-saudara.
Ijazah SMP II Saribudolok, Simalungun.

Bertahan SMP 4 bulan di SMP RK Haranggaol dan kost di Rumah Bapatua Siallagan (Guru Matematika SMP RK Haranggaol) menceritakan kisah hidup seorang anak yang sulit jauh dari orang tua. Setiap malam menangis karena rindu orang tua. Karena situasi itu, kaka saya Vindariana Br saragih terpaksa satu rumah dengan saya agar betah sekolah di Haranggaol.

Namun fakta berkata lain, saya terus rindu kampong dan parah lagi disaat pecan Haranggaol (Senin dan Kamis) saya selalu terisak-isak dipelabuhan kapal setiap kapal ke Hutaimbaru berangkat sore hari. Kondisi seperti ini terjadi selama 4 bulan. Dengan keputusan pahit, saya akhirnya berhenti sekolah.

Ijazah SD-SMP-SMA Rosenman Manihuruk.
HARUS MANDIRI SEJAK KECIL


Berbakti sebagai buruh tani kepada orang tua meski baru usia belia (Lulusan SD), saya tetap belajar di rumah. Akhirnya orang tua saya menyadari kalau niat anak menentukan sekolahnya harus dipikirkan, jangan memaksakan kehendak.

Karena sudah jenuh dan bosan di kampong hanya lulus SD, pada tahun ajaran berikutnya, saya kembali memohon kepada orangtua untuk menyekolahkan saya. Pada akhirnya saya melanjutkan sekolah di SMP N 2 Saribudolok.

Saat itu saya merasa senang, karena bisa sekolah kembali dan satu kos dengan orang sekampung. Setiap hari Sabtu, kami pulang kampong dengan berjalan kaki dari Sribudolok ke Hutaimbaru melintasi Desa Bangun Saribu yang berjarak kurang lebih 45 KM.

Perjalanan tersebut sudah biasa kami lakukan dengan senang hati. Pada Minggu sore kembali mendaki bukit Hutaimbaru untuk berangkat ke Saribudolok melanjutkan sekolah sebagai anak kost. Baru usia kelas 1 SMP, sudah harus pisah dari orangtua dan kos di Saribudolok.

Walaupun demikian tingkat kecerdasan di sekolah tidak kalah dengan anak sekolah yang berdomisili di Saribudolok dan sekitarnya. Bahkan saya pernah membanggakan orang tua karena Juara I Umum Kelas 1 SMP N 2 Saribudolok. Saya juga terpilih sebagai pemaian Gondrang Simalungun dan Kelas II dan III menjadi Kiper Utama Kesebelasan SMP N 2 Saribudolok.
Ijazah SMPN 2 Saribudolok, Simalungun


Selama tiga tahun menimba ilmu di SMP N 2 Saribudolok dan kost di PONDOKAN HORAS (Milik Bapatua Mantri) Jl Siturituri Saribudolok, membuat hidup harus mandiri. Pada masa itu uang sekolah masih Rp 750 per bulan dan Uang Kots Rp 2500 sebulan dan belanja seminggu untuk seorang Rp 2500.

Saya saat sekolah dan kost itu, juga harus mencari biaya sekolah dan belanja sendiri. Maklum penghasilan orang tua kurang mencukupi untuk menghidupi 9 anak dan pada saat itu seluruhnya sekolah.

Usai pulang sekolah saya bersama teman satu kost kerap bekerja “Maromboh” setengah hari ke ladang pemilik kost. Upah setengah hari dihargai Rp 1000. Setiap hari Rabu mendapat upah dari ladang dan hal ini mencukupi untuk biaya sekolah dan menambah belanja serta keperluan sekolah lainnya. Hal tersebut saya jalani selama tiga tahun.

Menamatkan SMP dengan pada (Lulus 8 Juni 1991), saat itu kelurga dari perantauan pada pulang kampong dan melaksanakan Pesta Pemberian Sulang-Sulang dan Duda-Duda serta Paabingkon Pahompu kepada Inang Matua R Porman Haloho (Alm) Juni 1991.


TEGAR JADI "PEMBANTU" DEMI SEKOLAH


Demi pertimbangan kelangsungan pendidikan, saya harus pasrah ikut dengan Bapa Tongah Warman M Manihuruk/br Haloho di Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur. Saat itu saya mendadak mengambil ijazah ke SMP 2 Saribudolok dengan berjalan kaki sendiri berangkat subuh dari Hutaimbaru.

Demi masa depan pendidikan, saya tetap bersemangat. Sebenarnya saat itu berat meninggalkan kampong halaman disaat Ibunda Tercinta Anta br Damanik keadaan sakit di rawat di Pematang Siantar. Saya berangkat bersama Tongah Mora (Monang Saragih) ke Bandung dan seminggu kemudian berangkat ke Jakarta.

Karena sudah terlambat mendaftar sekolah, akhirya sama bersekolah di SMA Angkasa Halim Perdana Kusuma. Saat itu status BTL (BATAK TEMBAK LANGSUNG) KE Ibukota. Selama tiga tahun sekolah dan mondok di Rumah Tongah WM Manihuruk/br Haloho, saya memposisikan diri sebagai “PEMBANTU RUMAH TANGGA” agar tetap tegar demi sekolah.

Seluruh pekarjaan rumah, mulai dari menyapu, menyuci, belanja dan memasak, ngurus pekarangan rumah, sudah saya lakukan demi kelangsungan pendidikan. Kadang saya merenung dan meneteskan air mata saat mengingat pahitnya hidup yang saya alami.

Namun dengan tekat masa depan yang lebih cerah, saya tetap tabah dan tekun menjalani tugas di rumah setiap harinya. Perilaku Tongah yang sering membuat sakit hati, menambah derita batin saat bersekolah di Jakarta.

Lulus SMA tahun 2 Juni 1994, Tongah WM Manihuruk memberikan harapan dan secercah janji untuk masuk TNI. Saat lulus SMA, saya pun sibuk mengurus surat-surat kelengkapan masuk TNI. Awalnya saya tens AKBRI AD di Kodam Jaya Jakarta, namun saya gagal Pantohir karena memang tak dibantu dengan alasan hanya uju coba.

Kemudian pada tahun yang sama 1994, saya juga mendaftar CABA AD di Kodam Jaya dan kembali kandas di Pontohir karena memang tidak ada yang Bantu dan alih-alih hanya sebagai uji coba. Pada saat itu memang saya tidak ambisi masuk TNI AD karena hanya sebagai latihan mental dan latihan test.

Mayor TNI AU St WM Manihuruk saat ini menjanjikan saya masuk Caba TNI AU dan akan dibantu. September 1994 sayapun ikut test dan berhasil hingga Pantohir Akhir dengan uruta 15 besar.

Namun nasib berkata lain, saat Pantohir Tongah WM Manihuruk tidak melihat saya dan tidak ada menemui Panitia yang notabene adalah rekan satu kerja dan pangkat yang sama. Dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB pelaksanaan Pantohir, Mayor TNI AU St WM Manihuruk yang merupakan adek bapak kandung saya St Berlin Manihuruk tak kunjung datang ke Lanud Halim Perdana Kusuma tempat dilaksanakannya test.

Saat itu Inang Tongah br Haloho pulang ke Haranggaol karena Tulang (saudara laki-laki) dari Inang Tongah itu meninggaldunia. Mengetahui saya gagal masuk TNI AU, kakak saya Vindariana yang saat itu juga satu rumah dgn saya menangis saat menerima sepucuk surat pengumuman (kalah) pada test tersebut.

Dengan berat hati, saya esok harinya berangkat ke Bandung dan dalam perjalanan saya baru mengenal Rokok sebagai obat penghilang stress. Tiba di Haur Pancuh Dipati Ukur Bandung, abang saya Radesman Saragih dan Dormantuah Saragih serta keluarga di Bandung kaget melihat saya kepala botak dan gagal jadi TNI.

Tiga bulan menganggur (September-Nopember 1994), saya ditawarkan kerja oleh Kakak Dra Rohniuli br Manihuruk di PT Ademoda Banjaran Bandung (Perusahaan Textile). Disana saya bertahan sebagai buruh pabrik setahun.

Selama dibandung saya aktif di organisasi Pemuda GKPS Bandung (Volli, Sepakbola) dan juga menjadi Kiper PGKPS Bandung. Banyak pengalaman organisasi dan krativitas yang saya dapat selama aktif di PGKPS Bandung. Kemudian Juni 1997 saya diterima kerja di PT Telekomindo (St S Purba-Mantan Porhanger GKPS Bandung PDAM) sebagai Jointer (Telkom) dan ditempatkan di Manado Area (Sulawesi Utara).

Karena proyek selasai dan saya bertolak dari Manado Februari 2000. Banyak kenangan selama di Manado, dari mulai pengalaman kerja, berpacaran hingga berprilaku dewasa. Saya juga aktif di Ikatan Masyarakat Simalungun di Manado dan juga di Gereja GMIM Centrum Manado. Berangkat ke Manado naik pesawat pulang naik kapal laut.

Karena alas an masa depan, saya dipanggil abang saya Radesman Saragih ke Jambi yang lebih dulu ke Jambi (1997) sebagai Wartawan Suarapembaruan. Saya akhirnya ke Jambi tepatnya April 2000.


BERGURU JURNALISTIK


Selama bersama abang Radesman Saragih, saya dilatih menulis hingga tiga tahun. Pada awalnya sulit memang menerima profesi jurnalistik, namun dengan ketekunan dan prinsip profesionalisme, saya akhirnya mengikuti jejak sang abang sebagai penulis (jurnalis)dan menjadi mata pencaharian utama hingga usia ke 37 tahun ini.

Saya mencoba menulis di Simalungun Pos, Sinar Pagi, Media Publik, Majalah Ab GKPS. Banyak media yang telah saya jalani (Jambi Pos, www.indosiar.com, Mediator, Batakpos, Majalah Sauhur, www.jia-xiang.net.

Saya juga aktif di organisasi PGKPS Jambi dan akhirnya memiliki tambatan hati yang mencintai saya apa adanya (Lisbet br Sinaga). Setelah menjalin hubungan cinta selama 3 tahun, pada akhirnya kami memutuskan untuk membina rumah tangga Kamis 24 Agustus 2006 di GKPS Hutaimbaru Resort Tongging.

Banyak suka-duka yang kami jalani dalam mengarungi rumah tangga kami. Namun berkat pertolongan TUHAN YESUS KRISTUS kami diberikan kekuatan dan ketabahan hati serta rendah diri untuk hidup bersama dengan prinsip saling mengerti dan saling mengisi kekurangan.

Kami dikarunia dua anak laki-laki. Anak pertama Moses Juneri Manihuruk lahir di Jambi ( Sabtu 16 Juni 2007). Kemudian anak kedua lahir Sabtu 16 Januari 2010. Dua anak kami menambah kebahagian keluarga kami.

Menginjak usia ke 37 (Kamis 10 Nopember 2011) saya bersyukur masih diberikan berkat kesehatan Rohani dan Jasmani oleh Tuhan Yesus Kristus. “Diatetupama BaMU Tuhan Naibata, Alani Ibere Ham ope ahu sada umur laho mendalani goluh on pakon keluarga. Tarimakasih ma BaMU Tuhan, bani Panramotion Mu bani Goluh Nami. Tuah bani keluarga nami, aido malasni uhur nami, janah aido naboi padohorkon goluh on HUBAMU. Amen,”. (Sy Rosenman Manihuruk alias Asenk Lee Saragih).
Asenk Lee Saragih


My Family



Pernikahan Rosenman Manihuruk Lisbet br Sinaga Kamis 24 Agustus 2006 di GKPS Hutaimbaru.


Dok
St Berlin Manihuruk dinobatkan jadi Sintua di GKPS Hutaimbaru.

Alumni SMPN 2 Saribudolok.


Sesama di SMA Angkasa Halim Perdana Kusuma.

Saragih Bersaudara (SAMBA) dari Hutaimbaru.

Tidak ada komentar: