Rabu, 02 November 2011

Film Inang Pangguruan Dibedah Bersama Jhon Elyaman Saragih

Film Simalungun

Film Simalungun "Inang Pangguruan" dibedah dalam diskusi antara Produser serta para pemaian serta pemerhati Seni, Budaya, Adat Simalungun Sabtu, 29 Oktober 2011 di Halaman Museum Simalungun.Komunitas Jejak Simalungun melaksanakan event nonton bareng dan diskusi film Inang Pangguruan bersama produser film tersebut, Jhon Elyaman Saragih. Acara bedah film itu di meriahkan Sanggar Seni Komunitas Jejak Simalungun Sie Hagualon- Tor Tor yang baru beranjak usia 1 bulan di bawah bimbingan Rosnilawati Damanik - Putri Garingging, Bapa Badu Purba - Frans Garingging (hagualon).


Dalam pemaparannya, Jhon Elyaman merasa tertantang untuk membuat film berbahasa simalungun dengan inspirasi dari lagu yang pernah dia luncurkan pada album sebelumnya. Sebagai orang yang pertama kali menerjuni dunia film, ia mengakui banyak kekurangan.

Tapi semangatnya mengangkat budaya simalungun, tak membuat nya jera. Film dengan lokasi shooting di Huta Saing dengan kemampuan budget biaya sendiri tanpa sponsor, kini mendapat apresiasi dari masyarakat simalungun.

Bahwa, kita tidak harus banyak bicara untuk simalungun tapi harus berani memulai melakukan aksi Penanggap diskusi, Dr. Sarmedi Purba mengatakan film ini bisa di arahkan untuk kepentingan kesadaran kesehatn dengan cuplikan film bertema kesehatan yang dinaungi oleh rumah sakit atau yayasan kesehatan lainnya.

Sementara untuk bisnis, hendaknya dipikirkan perhitungan pasar agar tidak merugi dengan menggunakan sponsor atau pendukung dana lainnya. Sedangkan Parpaleher Siattar (nama facebook) menambahkan, kemasan tampilan film sebaiknya tidak menandingi sinetron yang banyak memiliki ciri pengambilan gambar “head to head”.

Tapi bisa menambahkan unsur unsur budaya simalungun yang unik sehingga memiliki nilai lebih. Selain itu, ia memberi saran perlu diperhitungkan secara matang, nilai nilai moral apa yang perlu disampaikan agar memberi inspirasi hidup bagi penonton.

Win Purba engucapkan selamat atas keberanian produser mengangkat jati diri simalungun, hendaknya memperlihatkan dan jangan mengubah watak simalungun asli menjadi agresif seperti etnik lain (baca : Toba) sebab ada kekuatan dalam watak dan ahap simalungun tersebut. Sultan saragih menambahkan, tentu nya, dikaji juga unsur kelemahan ahap simalungun.

Penanggap lain, Hermanto Sipayung bahkan telah menonton hingga lima kali film inang pangguruan. Maruli Damanik memberi pesan agar lokasi lokasi wisata yang ada di simalungun dapat dijadikan background cerita film berbahasa simalungun. Selain mengangkat potensi wisata, dapat juga menjadi daya tarik keindahan untuk tampilan film.

Banyak reaksi positip atas film tersebut, seperti yang diungkapkan Hermanto Sipayung, Herry Girsang, Rado Damanik dll serta juga melakukan kritik terhadap logika cerita, penciptaan karakter dan watak, hasil proses editing, dialek dan logat simalungun, teknik acting dst sehingga dapat menjadi masukan untuk pembuatan film berikutnya.

Berikut adalah gagasan pembicara pembanding :

WATAK SEBAGAI DASAR LAKON FILM Memberi gagasan dasar kepada Film Inang pangguruan Penulis : Sultan Saragih Disampaikan dalam diskusi Film Inang Pangguruan Sabtu, 29 Oktober 2011 di Halaman Museum Simalungun Drama berasal dari Bahasa Yunani “dramoai” yang berarti "aksi", "perbuatan", bertindak.

Dalam perkembangannya, terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian (lihat film film produksi Bollywood). Moulton memberikan defenisi drama sebagai kisah hidup manusia yang dilukiskan dengan action. Hal mendasar yang di tampilkan dalam bahasa drama adalah tokoh tokoh manusia dengan watak wataknya.

Watak watak manusia saling bertikai atau terlibat dalam konflik ini yang di potret dan dijalin dalam sebuah alur cerita sehingga menjadi suguhan yang menarik dengan tujuan memberikan SATU PESAN (premis). Pesan/premis dan konflik manusia yang dipaparkan dalam lakon, acting (perbuatan, aksi, bertindak) inilah merupakan dasar perjalanan sebuah drama. Konflik dalam film Inang Pangguruan Seluruh perjalanan drama seperti disebutkan di atas, di jiwai oleh konflik pelakunya.

Konflik tersebut terjadi oleh pelaku yang mendukung cerita (pelaku
utama,protagonis) yang bertentangan dengan pelaku pelawan arus cerita (antagonis).

Penulis mencermati, ada tiga jalur cerita yang dipaparkan dalam Film Inang Pangguruan yaitu : 1. Penderitaan Inang Rado yang bekerja sebagai Parombo (pekerja tani yang di sewa gaji untuk mengerjakan lahan orang lain) mengasuh dan membiayai kedua anak nya tanpa suami.

2. Penderitaan Rado selama menjadi pekerja / anak buah bengkel mobil dengan kisah cinta nya bersama shanty (backstreet, ditentang orang tua dengan alasan ekonomi)

3. Kenakalan Doni di sekolah sehingga sering mendapat hukuman dan kisah kesulitan biaya sekolah Lina bersama dunia cinta remaja. Sayangnya, kesemua alur di beri bobot yang sama (30 %) sehingga mengaburkan alur utama mana yang hendak diberikan kepada penonton. Dalam struktur drama, sebaiknya penonton diberi satu alur utama (tokoh sentral) kemudian bisa ditambah dengan alur pendukung lainnya.

Keseluruhan isi cerita hanya berupa gambaran dan pemaparan penderitaan tokoh, sedangkan unsur sajian dramatik (konflik watak) yang seharusnya bisa muncul terus menerus mendera Inang Rado dari tokoh antagonis (Pak Fredy, rentenir) hanya diberikan bobot waktu cuma 2 menit.

Berbeda dengan tokoh antagonis lainnya (mama shanty) yang hampir mengisi seluruh cerita di beri bobot yang lebih banyak. Penonton akan sulit mencermati, alur utama mana yang akan dinikmati dalam sajian film inang pangguruan, apakah kisah perjalanan hidup rado di perantauan atau kisah perjuangan dengan ekonomi pas pas an inang Rado di kampung.

Motif dan konflik batin ini lah yang harus di pilih agar penonton dapat lebih terhanyut kepada permasalahan utama, sehingga penonton tidak merasa di ping pong (baca : di bawa bawa kemana mana) tapi mendapat suguhan dengan porsi permasalahan yang tepat. Dalam arti, terlalu banyak masalah di berikan kepada penonton.

Belum memiliki watak yang kuat Tokoh sentral (protagonist dan antagonis), yaitu tokoh yang paling menentukan gerak lakon dan pusat pertempuran batin serta putaran gerak lakon sehingga masuk ke dalam bingkai biang keladi pertikaian harus memiliki WATAK.

Kedua tokoh memiliki watak yang konsisten dari awal sampai akhir, sehingga memungkinkan kedua nya menggiring penonton untuk terus mengikuti jalinan pertikaian dan terus berkembang hingga klimaks. Inang Rado dalam benak penulis adalah sosok yang lemah digempur oleh keterbatasan dan ketidakberdayaan. Tidak muncul watak KUAT dan TAHAN BANTING atau watak menggugah lainnya yang bisa menjadi kekaguman penonton sehingga melihat terlihat bagaimana cara Inang Rado menghadapi keterbatasan dan persoalan, atau diam diam menyembunyikan kesedihan nya di hadapan anak anak.

Arti nya, kendati keadaan ekonomi buruk, kendati persoalan segudang hendaknya penonton dapat melihat cerminan sang tokoh memiliki jiwa tidak mudah menyerah pantang surut. Demikian juga dengan Rado, hampir selalu kalah dengan keadaan tanpa perlawanan.

Atau kah ini cerminan orang simalungun yang selalu kalah dengan keadaan (inferior, rendah diri) ? Apakah maksud dari sutradara yang hanya hendak memperlihatkan sisi buram kehidupan sebuah keluarga saja ?

Apakah penulis skenario belum mendeskripsikan atau menafsirkan watak pelaku sebagai sumber inspirasi penonton ? Drama berbicara watak, tekanan dan perlawanan, tanpa ada tekanan sesuatu kejadian akan berjalan sepintas biasa biasa saja dan tidak memiliki nilai kejutan serta inspirasi.

Mengembalikan Film kepada penonton Akhirnya penonton yang akan menilai baik buruknya sebuah film. Dialog yang terus menerus antara penonton dan pembuat film akan mempertajam bobot dan kualitas film yang akan diwujudkan.

Drama sebagai intrerpretasi kehidupan mempunyai kekayaan batin yang tiada tara. Kehidupan tersebut di tiru oleh penulis drama lalu diberi aksentuasi aksentuasi sesuai sisi kehidupan mana yang akan ditonjolkan oleh penulis yakin menarik, lalu menentukan konflik mana yang akan dibangun.

Dari pertunjukan/tampilan tersebut, tercipta sebuah potret kehidupan akan menjadi cermin bagi setiap penonton untuk menyaksikan gejolak konflik batinnya sendiri. Mari menikmati sajian film, mari selalu mengapresiasi seni ! mari berAKSI untuk simalungun….horas…. BRAVO FILM BERBAHASA SIMALUNGUN…

(Sumber Narasi dan Foto-foto Oleh : Komunitasjejak Simaloengoen)
Dr. Sarmedi Purba



Foto Komunitasjejak Simalungun.

Foto-foto Facebook.
Saya sudah menonton filim ini di Jambi. saya beli dari Abdi Aritonang (Mama Abdi br Sipayung). Saya merasa bangga dengan adanya film Simalungun, berbahasa Simalungun dan aktrisnya orang Simalungun. Film itu menggambarkan perjuangan seorang Ibu (Single Mothers) dalam mencukupi ekonomi keluarga.

Di Simalungun, ibu merupakana tulang punggung ekonomi keluarga yang cukup diandalkan. Jadi tidak salah kalau Tema Film itu mengnagkatnya. Namun dari penggunaan bahasa, saya berharap agar bisa total Bahasa Simalungun, cukup dengan teks di monitor sebagai penerjemah. Kemudian tulisan teks bahasa Indonesia kurang jelas karena kurang besar tulisannya.

Kemudian akting Lae Damanik (Rentenir) kurang cocok, arena peran antagonisnya terkesan dipaksakan, belum natural. Mungkin kedepan bisa dibuat aktingnya lebih bagus lagi. Kemudian penunjukan lokasi Shuting tidak ada dalam film tersebut.

Contohnya ada dalam film itu, syutingan kedai kopi yang ada merek kodenya, sehingga menambah dayabtarik latar film tentang Simalungun. Kemudian dialog bang Jhon Eliaman terkesan diulang-ulang kepada Si Rado di bengkel.

Mungkin film episode dua, syuting lebih dipertajam pada okyeknya, seperti Gareta Horbo yang ada pada film itu, hanya disyuting sekilas. Seharusnya telapak kerbau atau tanduk kerbau lebih diekpose syutingnya agar memperkuat film tentang karakter warga Simalungun.

AKHIR KATA, SEMOGA FILM SIMALUNGUN TIDAK SAMPAI PADA JUDUL INI SAJA. TAPI MUNCUL FILM-FILM SIMALUNGUN YANG MENYEBAR DAN MEREKAM SELURUH BUDAYA DAN BERBAGAI LATAR SOSIAL DI SIMALUNGUN. HORASMA. ASENK LEE SARAGIH (ROSENMAN MANIHURUK). WARTAWAN HU BATAKPOS DAN MAJALAH SAUHUR DI JAMBI.

Tor Tor yang baru beranjak usia 1 bulan di bawah bimbingan Rosnilawati Damanik - Putri Garingging, Bapa Badu Purba - Frans Garingging (hagualon). Foto : Komunitasjejak Simalungun.
Tor Tor yang baru beranjak usia 1 bulan di bawah bimbingan Rosnilawati Damanik - Putri Garingging, Bapa Badu Purba - Frans Garingging (hagualon). Foto : Komunitasjejak Simalungun.

Tidak ada komentar: