Rabu, 03 Juni 2009

Orang Rimba Jual Ladang Demi Materi


Jambi, Batak Pos

Perubahan kultur Suku Anak Dalam (SAD) atau dikenal Orang Rimba Jambi di era globalisasi sekarang ini, banyak salah kaprah. Hanya untuk menikmati materi, sejumlah SAD rela menjual ladangnya kepada masyarakat luar komunitasnya.

Bahkan lebih parah lagi sejumlah SAD sudah menjadi "Oportunis" yang dapat menyebabkan perpecahan kelompok Orang Rimba itu sendiri. Bahkan kasus pembunuhan antar SAD baru-baru ini terjadi di Sarolangun karena perebutan lahan pertanian.

Demikian dikemukakan Koordinator Program KKI Warsi TNBD, Kabupaten Sarolangun, Robert Aritonang kepada Batak Pos, Senin (01/6). Menurut dia, sejumlah Orang Rimba yang bermukim di TNBD telah menjual ladangnya kepada pihak luar hanya dengan alasan butuh uang. Para SAD sering menjual ladang kepada orang luar demi membayar utang mereka kepada orang desa.

"Sekarang kelompok SAD banyak sudah berubah kultur secara drastis. Mereka kini sudah mengenakan baju, memiliki motor, HP, alat elektronik lainnya. Tapi SAD tidak tahu kegunaan dan fungsi utama dari barang tersebut. Dan tidak heran, barang-barang tersebut terbuang sia-sia. Bahkan empat SAD tewas akibat kecelakaan motor," katanya.

Disebutkan, ada juga orang SAD yang sudah keluar dari hutan dan membaur dengan warga desa. Tapi orang tersebut sering melakukan tindakan "Oportunis" yang dengan sengaja merusak tatanan kelompok orang Rimba tersebut.

Bahkan, ada juga SAD yang dengan sengaja memanfaatkan identitas SAD untuk menebang kayu didalam hutan lindung. Namun, kondisi tersebut belum terdapat di kelompok SAD Temenggung Tarib yang bermukim di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) tepatnya di Sungai Pakuaji, Desa Pematang Kaba, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Robert Aritonang, yang sudah mendampingi SAD Temenggung Tarib sejak tahun 1997 silam mengatakan, hukum adat di kelompok Tarib sangat ketat. Bahkan dari 21 Kepala Keluarga kelompok Tarib hingga kini belum ada yang menjual ladang.

Disebutkan, harga tanah di kawasan SAD sekitar Rp 5 juta hingga Rp 7 juta per hamparan. SAD di Pakuaji mengaku rela membeli kembali ladang yang telah dijual kepada warga desa. Kelompok Temenggung Tarip bahkan berhasil berladang pola Hompongan ( ladang berbanjar menyisir batas taman) di TNBD.

Pola Hompongan yang dilakukan Temenggung Tarib dan kelompoknya dinilai efektif guna membatasi gerak para pelaku perambah hutan di kawasan taman nasional di Provinsi Jambi.

Bahkan Temenggung Tarib berhasil meraih Kalpataru 2006 (penghargaan Lingkungn) kepada dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkat pola Hompongan tersebut. ruk

Tidak ada komentar: