Senin, 14 November 2022

Memanusiakan Manusia dari Dusun Pinggir Danau Toba

Anak Difabel Setia Rawat Ayahanda Terbaring Sakit Menahun 

Gambar diabadikanPenulis di rumahnya, Selasa (18/10/2022) malam. (Foto: Rosenman Manihuruk)

Oleh: Rosenman Manihuruk 

BERITAKU-Angin sepoi-sepoi berhembus dari Danau Toba, membuat suasana sejuk dusun itu. Sebuah dusun yang percis berada dipinggir Danau Toba, atau sekitar 5 jam perjalanan menggunakan sepeda motor dengan kecepatan 60Km/jam dari ibukota kabupaten. Nama dusun itu adalah Dusun Hutaimbaru, Desa (nagori) Ujung Mariah, Kecamatan Pamatang Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. 

Di dusun itu, ada seorang difabel, yang tidak bisa berdiri dan berjalan sejak usia lima tahun. Hingga kini anak balita berjenis laki-laki itu sudah beranjak dewasa menginjak usia 34 tahun. Meski tak bisa berjalan, namun pria ini tidak menyerah begitu saja dengan kondisi fisik tubuhnya.

Dengan keterbatasan fisik, tapi Tuhan memberikan kelebihan kepada Jelis Saragih Sidauruk. Dirinya bisa berkarya dengan membuat gagang pisau, sarung pisau, menjalin jala dan banyak lagi kerajinan lainnya. 

Salah satu talenta yang diberikan Tuhan Maha Pengasih pada Jelis Saragih Sidauruk adalah, talenta yang pintar mengkusut (mengurut) orang keseleo otot, terkilir dan kecapekan badan. Dengan talenta itulah Jelis Saragih Sidauruk ada mendapatkan rezeki untuk kebutuhan hidup mereka bersama ayahnya Parialus Sidauruk (74) yang sudah 7 tahun terbaring sakit tanpa pengobatan medis.

Terbaring sakit sejak Januari 2016 lalu tanpa perawatan medis, sungguh kehidupan yang pilu dirasakan Parialus Saragih Sidauruk. Kondisi Parialus Saragih Sidauruk hanya bisa tergeletak di rumah tanpa alas kasur. 

Dia dirawat oleh anaknya Jelis Saragih Sidauruk yang setia merawat ayahnya kendati kemampuan fisiknya karena mengalami cacat atau kaki lumpuh sejak usia lima tahun.

“Domma mangan ho? Sonaha kabar ni Si Monang!. Kabarni Abang Mu si Rades sehat do? (sudah makan kamu? Bagaimana kabar nya Pak Monang Saragih!. Kabarnya Abang mu si Rades sehat nya?),” demikian ungkapan Parialus Saragih Sidauruk saat dijumpai Penulis di rumahnya, Selasa (18/10/2022) malam. 

Kondisi Parialus Saragih Sidauruk lebih membaik ketimbang saat Penulis menjenguknya 2 Januari 2016 lalu. Dan pada Mei 2018 Parialus Saragih Sidauruk juga lebih membaik karena sudah bisa berkomunikasi, meski hanya berbaring dilantai rumah beralaskan tikar tanpa tempat tidur dan kasur.

Saat Penulis mengunjungi Parialus Saragih Sidauruk pada 2 Januari 2016 lalu, dirinya masih didampingi istri tercinta Br Sigiro yang kondisinya juga sakit. Namun Kamis 23 Juni 2016 lalu, istrinya Boru Sigiro meninggal dunia karena sakit stroke tanpa perawatan medis juga karena kondisi ekonomi yang memprihatinkan.

Selama 7 tahun lumpuh, Parialus Saragih Sidauruk tak dapat pelayanan kesehatan. Dangan nada suara memelas sembari menahan sakit, Parialus Saragih Sidauruk yang sudah terbaring karena lupuh lebih tujuh tahun terakhir tak bisa lagi duduk. Parialus pun berbicara terbata-bata mengenai penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh.

Dia hanya bisa pasrah terbaring siang malam di lantai rumah beralaskan tikar di bagian ruang depan rumahnya menjalani hari-hari tanpa ada lagi pengobatan dan hanya mengharapkan Muzizat Tuhan Maha Kuasa. Parialus Saragih Sidauruk pun tak bisa banyak berkata-kata karena kondisi kesehatannya masih memprihatinkan.

Sementara isterinya yang merawatnya sejak mengalami lumpuh Januari 2016 lalu sudah meninggal pada Kamis 23 Juni 2016 lalu. Saat ini Parialus Saragih Sidauruk hanya dirawat anaknya, Jelis Saragih Sidauruk (34) yang difabel.

Mulak ma ho? Salam bani keluarga da (pulang lah kamu, salam untuk keluarga,” kata Parialus Sidauruk Sidauruk mengakhiri percakapan singkat dengan Penulis sembari menyimpan selembar uang Rupiah yang disalamkan Penulis dan memberikan penyemangat.

“Bapa Tua (Parialus Saragih Sidauruk-red) harus hidup 1000 tahun lagi. Masih banyak perjuangan Bapatua untuk keluarga. Harus semangat. Sudah 10 orang warga Hutaimbaru yang dipanggil Tuhan selama Bapatua sakit. Tapi Bapatua masih diberikan Tuhan Nafas kehidupan, meski terbaring sakit selama 7 tahun,” ujar Penulis dan disambut Parialus Sidauruk dengan kalimat “aira boi manggoluh 1000 tahun nari (ngak mungkin Saya bisa hidup 1000 tahun lagi-red). 

Jelis Saragih Sidauruk sembari mengkusut Penulis, Selasa (18/10/2022) malam. Jelis Saragih Sidauruk memiliki talenta mengkusut orang keseleo, masuk angin dan terkilir. (Foto: Rosenman Manihuruk)

Tak Berobat Medis

Sementara itu Jelis Saragih Sidauruk sembari mengkusut Penulis bercerita, setelah ibundanya meninggal 23 Juni 2016 lalu, ayahnya tidak pernah lagi dibawa berobat. Sedangkan kakak dan Abangnya Jelis Sidauruk tinggal jauh di Pekanbaru, Riau. Seorang kakak laki-laki dan adik laki-laki Jelis Sidauruk yang tinggal bersama di rumah mereka lebih banyak mengurus keluarga dengan anak yang masih kecil-kecil.

“Jadi saya lah yang merawat ayah. Memasak nasi, memberi makan dan berbagai keperluan ayah terpaksa saya lakukan sendiri, kendati saya pun tidak bisa berjalan,”keluhnya.

Jelis Saragih Sidauruk mengatakan, Dirinya pun sering menguatkan hati ayahnya supaya menerima keadaannya dan tak lupa berserah kepada Tuhan.

“Saya sering bilang sama ayah agar pasrah menerima keadaannya yang sakit. Saya bilang agar ayah berserah pada Tuhan karena tak ada lagi orang yang bisa membawanya berobat karena ibu kami sudah tiada,” ucapnya.

Jelis Saragih Sidauruk mengakui, pihak kepala desa, dinas kesehatan, puskesmas dan pihak gereja jarang mengunjungi ayahnya yang sudah hampir tujuh tahun terbaring di lantai rumah. 

Jelis Saragih Sidauruk yang juga memiliki talenta mengurut, merajut jaring ikan, membuat sarung dan gagang pisau ini mengatakan bahwa ayahnya hingga kini tidak masuk program Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesmasda) dan tidak memiliki Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN - KIS).

“Saya juga tidak tahu persis kenapa tidak ada perhatian dinas kesehatan, pemerintah desa dan pihak gereja mengurus JKN – KIS ayah. Kalau saya tidak bisa mengurusnya. Saya tidak bisa kemana mana karena kondisi kaki saya yang cacat,” ucapnya.

Kondisi demikian membuat Jelis Sidauruk juga hanya bisa pasrah saja melihat kondisi ayahnya. Dia begitu setia menemani dan merawat ayahnya dengan kemampuan seadanya.

“Gimana lagi dibikin, Bang. Sudah begini keadaan yang menimpa kami. Ya, diterima aja. Belanja saya dan ayah sehari-hari, kakak perempuan saya yang tinggal di Pekanbaru yang ngirim setiap bulan. Pengurusan karu JKN –KIS juga tak ada yang peduli,” katanya.

Menurut pengamatan Jelis Saragih Sidauruk, ayahnya lumpuh bukan karena penyakit stroke. Masalahnya walau pun kaki dan tangannya lumpuh, tapi sensorik atau respon kaki dan tangannya terhadap sentuhan masih ada.

“Ayah saya masih merasa sakit ketika saya mengurut tangan dan kakinya yang lumpuh. Berarti syarafnya masih berfungsi. Kalau stroke, tentunya syaraf kaki dan tangannya tidak berfungsi dan  pasti terasa kebas. Dulu ayah saya tak bisa bicara, namun ada perkembangan bisa bicara dan kedua tangannya bisa diangkat,” katanya.

Kartu Sehat

Sementara itu, St Berlin Manihuruk, Tokoh Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Hutaimbari, Resort Tongging, Distrik XI mengatakan, Parialus Saragih Sidauruk yang sudah lumpuh tujuh tahun tidak pernah lagi dibawa berobat menyusul kepergian isterinya untuk selamanya.

Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun atau pihak Rumah Sakit Bethesda GKPS Seribudolok juga tak pernah melakukan aksi pelayanan kesehatan ke desa itu. Kondisi tersebut membuat Parialus Sidauruk tak pernah mendapat pelayanan kesehatan dari pemerintah maupun GKPS.

“Kalau kami di kampung ini diharapkan membawa Parialus Saragih Sidauruk berobat ke rumah sakit, kemampuan kami terbatas. Baik dari segi keuangan maupun tenaga,” ujar St Berlin Manihuruk sembari menjelaskan, Parialus Saragih Sidauruk tidak mendapatkan pelayanan kesehatan melalui Jamkesamda   maupun JKN – KIS.

Jemput Bola

Secara terpisah, Sy Rosenman Saragih M, warga perantau asal Desa Hutaimbaru mengaku prihatin melihat kondisi Parialus Saragih Sidauruk yang saat ini mengalami kondisi lumpuh dan hanya bisa berbaring di lantai rumah tanpa tempat tidur dan kasur.

Sedihnya, lanjut Sy Rosenman Saragih, Parialus Saragih Sidauruk sudah sejak Januari 2016 lalu lumpuh, namun tidak ada yang membawanya berobat ke dokter. Selama ini Parialus Saragih Sidauruk hanya berobat alternatif. Sampai sekarang pun, Parialus Saragih Sidauruk tidak pernah menjalani pemeriksaan kesehatan di rumah sakit.

“Saya sangat prihatin melihat kondisi Bapak Parialus Saragih Sidauruk yang lumpuh, ketika saya pulang kampung  Selasa 18 Oktober 2022 kemarin. Saat itu saya mendoakannya agar tegar, teguh dan berpengharapan dalam melawan penyakitnya,” ujar Rosenman Saragih.

Menurut Rosenman Saragih, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun dan Yayasan Kesehatan GKPS (Rumah Sakit Bethesda GKPS Seribudolok maupun Rumah Sakit Pemerintah) perlu melakukan jemput bola datang ke Desa Hutaimbaru memeriksa kesehatan Bapak Parialus Saragih Sidauruk.

“Kalau Bapak Parialus Sidauruk tidak bisa lagi disembuhkan, minimal Dia dapat pemeriksaan kesehatan berkala, bantuan obat-obatan dan bantuan  asupan tambahan makanan gizi. Nah, tugas ini bisa dilakukan melalui aksi pelayanan gratis Yayasan Kesehatan GKPS di Desa Hutaimbaru dan desa sekitarnya di GKPS Resort Tongging. Aksi pelayanan kesehatan gratis ini tentunya sangat tepat dilakukan  oleh GKPS,” katanya.

Mengingat kondisi 2 Januari 2016 lalu, Penulis Berdoa dengan meneteskan aiir mata: Prihatin, Sedih, Mengangis dan Kasihan, begitulah perasaan Penulis saat membesuk sepasang Orang Tua (Pa Denny Sidauruk/ Boru Sigiro) tergeletak sakit stroke di rumah papan di Kampung Hutaimbaru, 2 Januari 2016. 
Sembari silaturahmi Tahun Baruan, Penulis dan keluarga membesuk Orang Tua itu yang rumahnya hanya sekitar 20 meter dari rumah Ibu dan Bapak Penulis di Dusun Hutaimbaru. 
Parialus Saragih Sidauruk didampingi anaknya yang difabel Jelis Saragih Sidauruk saat menerima bantuan dari perantau asal Hutaimbaru, Minggu (6/11/2022). (Foto: Rosenman Manihuruk)

Perhatian Dari Perantau 

Mengetahui Parialus Saragih Sidauruk terbaring sakit selama 7 tahun tanpa perawatan medis, Parialus Saragih Sidauruk mendapat perhatian dari perantau asal Dusun Hutaimbaru.

Anggota Group WhatsApp Perantau Hutaimbaru memberikan perhatiannya atas kondisi Parialus Saragih  Sidauruk yang sakit terbaring di rumahnya selama 7 tahun sejak 2016 lalu. Dia hanya dirawat anaknya Jelis Saragih Sidauruk, yang juga difabel tak bisa berdiri dan jalan.

Sebanyak 34 keluarga perantau asal Hutaimbaru berdonasi dengan jumlah total donasi Rp 5.800.000. Selain donasi, perantau juga membelikan kasur, selimut, spray, bantal. Keluarga Parialus Saragih Sidauruk merasa terharu dengan bantuan tersebut, ditengah keterbatasan keluarganya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Donasi dari perantau asal Hutaimbaru itu diserahkan pada acara saat kunjungan kasih Pimpinan Harian Majelis Jemaat (PHMJ) GKPS Hutaimbaru dan Diakonia dan Jemaat GKPS Hutaimbaru kepada Parialus Saragih Sidauruk, Minggu (6/11/2022).

PHMJ GKPS Hutaimbaru yang hadir seperti St Sortauli Br Girsang (Ketua PHMJ), St Jamin Turnip (Wakil PHMJ), St Bonamei Purba, St Lamhot Manihuruk, St Berlin Manihuruk, St Lasden Sinaga dan Jemaat GKPS Hutaimbaru lainnya. Donasi dari perantau asal Hutaimbaru diserahkan oleh St Bonamei Purba kepada Jelis Saragih Sidauruk.

St Berlin Manihuruk menyampaikan renungan Firman Tuhan sekaligus wejengan kepada keluarga Jelis Saragih Sidauruk. St Berlin Manihuruk menyampaikan kepedulian perantau asal Hutaimbaru kepada Bapak Parialus Saragih Sidauruk karena kasih kepedulian sesama (memanusiakan manusia-red).

Meski pemerintah tak memberikan perhatian, namun perantau asal Hutaimbaru yang berdomisili berjauhan bisa memberikan perhatian lewat perkumpulan group WA. Donasi ini agar dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari.

“Terimakasih kepada PHMJ, Jemaat GKPS Hutaimbaru dan Perantau Asal Hutaimbaru atas bantuan dan perhatiannya kepada Bapak kami yang sudah 7 tahun terbaring sakit. Kiranya Tuhan Yesus Kristus membalaskan kebaikan, kepedulian, keikhlasan semuanya. Sehat-sehat kita semua,” uar Jelis Saragih Sidauruk. (Penulis Adalah Pegiat Jurnalis dan Blogger)

Teluk Dusun Hutaimbaru, Desa Ujung mariah, Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. (Foto: Rosenman Manihuruk)

Teluk Dusun Hutaimbaru, Desa Ujung mariah, Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. (Foto: Rosenman Manihuruk)


Tidak ada komentar: