Tole! Den Timorlanden Das Evangelium
Tole! Den Timorlanden Das Evangelium. Asenk Lee Saragih |
BERITAKU-Tole! Den Timorlanden Das Evangelium (Segeralah !
Beritakan Injil ke Timorlanden (Tanah Timur). Itulah kalimat Perintah yang
dipatrikan kepada August Theis untuk pekabaran Injil ke Simalungun. Masuknya
Pekabaran Injil di Simalungun tak terlepas dari perjuangan August Theis.
Sejalan dengan sejarah berdirinya Gereja Kristen Protestan
Simalungun (GKPS) dari daerah Simalungun yang dirintis oleh zendelling (Pengabar
Injil) dari Rheinische Missionsgesellschaft (RMG), sebuah badan pengabaran
Injil dari Jerman sebagai bagian dari upayanya menyebarkan Injil bagi Suku
Simalungun.
Lalu bagaimana sejarah perjalanan 114 Tahun Injil masuk ke
Tanah Simalungun dan GKPS bisa menjadi besar hingga kini! Mengingat sejenak
napak tilas August Theis pada 114 tahun silam di Simalungun, menjadi renungan
bersama begitu gigihnya perjuangan August Theis untuk mengajarkan Firman Tuhan
Kristen saat itu, dan hingga kini saya, mungkin Anda jadi Pengikut Kristus Setia.
Mengutip dari Wikipedia, semenjak tahun 1900-an RMG
mendirikan gereja-gereja di Simalungun sebagai bagian dari Huria Kristen Batak
Protestan (HKBP) dengan menggunakan bahasa Toba sebagai bahasa pengantar.
Kesadaran diri di kalangan suku Simalungun untuk
meningkatkan usaha pengabaran Injil mempercepat laju penyebaran Injil di Suku
Simalungun terutama setelah digunakannya bahasa Simalungun sebagai pengantar.
August Theis (lahir 16 Februari 1874 di Haiger, kira-kira
120 km dari Barmen, Jerman, meninggal dunia 1968) adalah anak sulung dari
tiga bersaudara, dari sebuah keluarga yang berpenghasilan pas-pasan.
Setamatnya dari Sekolah Dasar, ia melanjutkan pendidikan ke
sekolah kejuruan yang memungkinkannya bekerja untuk membiayai sekolahnya
sendiri. Sejak kecil August Theis sudah rajin ke sekolah minggu dan beribadah
di Gereja. Setelah lulus dari sekolah, Theis bekerja sebagai buruh pengangkat
pasir di sebuah pabrik.
August Theis dan RMG
Sejak kecil Theis berminat akan pekerjaan pemberitaan
Injil. Karena itu selepas sekolah menengah ia mendaftarkan diri untuk mengikuti
pendidikan di Seminari Zending di Barmen. Pada usia 21 tahun ia dipanggil oleh
direktur Rheinische Missionsgesselschaft (RMG), dan setelah belajar selama
tujuh tahun, ia ditahbiskan menjadi seorang pendeta pada tanggal 6 Agustus
1902.
Pdt August Thais. |
Pada tanggal 23 Oktober 1902 di usia 28 tahun, Theis diutus
oleh RMG dari Belanda ke Indonesia dengan menumpang kapal laut yang memakan
waktu berbulan-bulan. Ia tiba pertama kali di kota Padang (kini ibu kota Provinsi
Sumatera Barat). Dari sana ia menggunakan transportasi darat ke Sigumpar untuk
kemudian menunggu surat pengutusan dari atasannya, Pdt Nommensen.
Masyarakat
Simalungun 1903
Seperti banyak wilayah lainnya di Indonesia, daerah
Simalungun masih banyak ditutupi hutan-hutan lebat. Karena itu Pdt August Theis
pun harus membelah hutan dalam perjalanannya dari daerah Toba menuju ke
Pematang Raya.
Menurut wawancara dia dengan A Munthe, hutan tersebut masih
dipenuhi oleh hewan-hewan buas seperti harimau dan sejenisnya sehingga dia
harus mempertaruhkan nyawanya untuk memenuhi misinya ke Pematang Raya.
Masyarakat Simalungun masih bercocok tanam menggunakan
ladang kering, yang memaksa mereka berpindah-pindah. Setelah panen, mereka
harus mencari lahan lain dan baru empat tahun kemudian mereka dapat kembali
menggunakan ladang yang sama secara optimal.
Dalam kesusahan tersebut sebagian besar masyarakat
Simalungun berjudi untuk mencari penghiburan, mereka menjual segala harta
miliknya bahkan diri sendiri sebagai budak demi memenuhi nafsu mereka untuk
berjudi.
Penyebaran Injil
August Theis
Pada tanggal 3 Februari-8 Februari 1903 diadakan sebuah
pertemuan di Laguboti yang diikuti oleh para pendeta RMG yang memutuskan agar
diadakan Misi Zending ke Simalungun. Nommensen yang saat itu menjabat sebagai
Ephorus dan berkantor di Sigumpar, Tapanuli Utara, mengirimkan surat ke
direktur RMG di Barmen, Jerman mengenai keputusan ini dan merekomendasikan
pengabaran injil ketiga daerah yaitu Samosir, Simalungun dan Dairi.
Pada tanggal 3 Maret 1903, diutuslah rombongan pertama RMG
ke tanah Simalungun yang beranggotakan Pdt Guillaume, Pdt Simon dan Pdt Meisel
dengan tujuan utama untuk menemui Raja-Raja Simalungun.
Rombongan kedua yang diberangkatkan RMG ke Simalungun
terdiri dari Pendeta August Theis, Guru Ambrocius dan Theopilus Pasaribu. Kedua
rombongan tersebut bertemu di Haranggaol dan di sana Nommensen berkesempatan
untuk berkhotbah.
Dari Haranggaol, rombongan Pendeta August Theis menuju ke
Pematang Purba dan kemudian tiba di Pamatang Raya pada hari Rabu, 2 September
1903. Tanggal ini sampai saat ini diperingati oleh GKPS sebagai hari Olob-olob (Sukacita)
sebagai tanda syukur atas masuknya Injil ke Simalungun.
Saat tiba itulah Pdt August Theis langsung membacakan ayat
kutipan dari Yohanes 4:35, "Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah
ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai." Dalam bahasa
Simalungun ayat ini berbunyi: Mangkawah ma hanima, tonggor hanima ma juma in,
domma gorsing, boi ma sabion”.
Mangkawah ma hanima, tonggor hanima ma juma in, domma gorsing, boi ma sabion”. |
Beberapa sumber menyebutkan bahwa dalam perjalanannya dari
Tigaras, rombongan Pdt August Theis sempat melewati daerah Urung Panei. Saat
itu terdapat jalan setapak dari Tigaras menuju Sipaga-paga hingga ke Urung
Panei.
Di sana August Theis bertemu dengan Tuan Urung Panei (Tuan
Marhali Purba) dan meminta petunjuk jalan menuju ke Dolok Saribu. Tuan Marhali
Purba kemudian mengantarkan rombongan tersebut melalui Nagori Silou dan Aek
Silopak (Sidamar) sebelum tiba di Dolok Saribu.
Namun tidak tersedia sumber tertulis mengenai informasi ini
karena kemungkinan besar ikut terbakar pada kebakaran yang terjadi pada tahun
1916. Di kemudian hari, putera dari Tuan Marhali Purba, Aristarkus Purba,
menerima Baptisan Kudus dari Pendeta August Theis.
Pelayanan August
Theis
Satu tahun setelah tiba di Pematang Raya, Pdt August Theis mendirikan
sekolah walaupun belum jelas siapa yang akan dididik saat itu. Setelah Pematang
Raya, ia mendirikan sekolah di Raya Usang, Buluraya, Sipoldas dan juga Raya
Tongah.
Walaupun pendidikan ini akhirnya diterima oleh masyarakat
Simalungun, masyarakat pada umumnya masih memeluk agama tradisional (aliran
kepercayaan) Pardatuon. Setelah empat tahun, sudah berdiri 7 sekolah yang
menampung 183 murid, namun hanya 19 orang saja yang memeluk agama Kristen,
karena memang tidak ada paksaan bagi murid untuk memeluk agama Kristen.
Kebaktian Minggu yang diadakan pun hanya diikuti oleh anggota keluarga Guru
Ambrosius dan 19 murid itu saja.
Pada 26 Desember 1909 dilakukan baptisan pertama oleh Pdt August
Theis atas sejumlah orang Simalungun. Mereka yang dibaptiskan itu adalah Musa
Damanik bersama istrinya Marianna Saragih, Sanna Damanik, Marinus Damanik,
Hulda Damanik, Nonna Damanik, Petrus Damanik, Salomo Sinaga, Abina Saragih,
Hormainim Sinaga, Marthe Sinaga, Lamina Sinaga, Andreas Sinaga, dll.
Simalungun 1920-an
Pada tahun 1920-an krisis ekonomi melanda dunia hingga
Simalungun, namun dibanding keadaan tahun 1903, telah ada beberapa perkembangan
yaitu peningkatan kualitas jalan Pematang Siantar-Pematang Raya dan peningkatan
sarana ibadah dengan dukungan RMG.
Pendeta Jaulung
Wismar Saragih
Pada tahun 1919, mertua dari August Theis meninggal dunia.
Pada saat itu sudah banyak orang Simalungun yang dapat membantu August Theis
dalam pelayanannya seperti J Wismar
Saragih yang melayani di Raya Usang dan Tuan Anggi (saudara dari Raja Raya).
Pada tahun ini juga August Theis mengirimkan 2 puterinya kembali ke Belanda
untuk bersekolah.
Jaulung Wismar Saragih |
Pada tahun 1921, permohonan cutinya untuk kembali ke
Belanda dikabulkan dan diadakanlah perpisahan di Pematang Raya pada 4 April
1921 yang acaranya dipimpin oleh salah seorang murid August Theis, yaitu J
Wismar Saragih.
Sekembalinya August Theis dari Belanda, ia ditempatkan di
Dolok Sanggul, dan posisinya di Pematang Raya dilanjutkan oleh Pendeta Guillaume
(sebelumnya di Saribudolok). Setelah melayani di Dolok Sanggul, ia berkedudukan
di Medan sampai habis masa pelayanannya dan kembali ke Eropa dan meninggal
dunia pada 1968.
Sebagai salah satu cara mengenang jasa August Theis, GKPS
pada bulan September Tahun 2003 membentuk Dana August Theis yang merupakan dana
yang awalnya dikumpulkan oleh GKPS dan mitra-mitranya di Jerman untuk
menyediakan beasiswa bagi anak-anak GKPS yang masih bersekolah di bangku SLTA.
Waktu inisiasi ini dipilih bertepatan dengan peringatan
Jubileum 100 Tahun sejak tibanya rombongan August Theis di Pematang Raya (yang
dianggap sebagai Pusatnya Simalungun) untuk menyebarkan ajaran Kristen.
Selanjutnya dana ini juga bersumber dari anggota GKPS yang berada di Indonesia
atau tempat lain.
Keluarga August
Theis
Pdt August Theis menikah dengan Henriette Bannier, yang
meninggal dunia pada 12 Juni 1909, sembilan hari setelah melahirkan anaknya
yang keempat. Ia dimakamkan di Pematang Raya. Empat orang anaknya adalah Ernst,
Paul, Johanna, dan Maria.
Sejarah GKPS Pematang
Raya 1903
Sebelum jemaat di Pematng Raya ada, para Pendeta sudah
terlebih dahulu ke Tanah Simalungun, yaitu Nommensen, Guillaume, Simon, dan
Agus Theis. Mereka sampai ke Pematang Raya. Dalam perjalanan yang pertama
mereka tinggal di Pematang Raya hanya sebentar, lalu mereka melanjutkan
perjalanan mereka ke Panei.
Photo Intimewa |
Di Hutaulung, mereka jumpa dengan Wan Ulung. Mereka
berpikiran untuk kembali ke Pematang Raya, ternyata di Tigaraja mereka berjumpa
dengan Raja Dologsaribu, jadi mereka bersamaan pergi ke Dologsaribu menuju
Bahbulawan. Dari Dologasaribu, mereka meneruskan perjalannan mereka ke Pematang
Purba.
Pada 16 Maret 1903 ada surat yang sampai kepada Nommensen
yang berisi Tole! Den Timorlanden Das Evangelium (Mulailah pekabaran Injil ke
Tanah Simalungun). Nomensen sangat senang membaca surat itu. Mereka memulai
pekerjaan itu pertama di Tigaras.
Jadi ditetapkanlah Pdt Agus Theis sebagai pendeta di
Pematang Raya, yaitu pada tanggal 01 September 1903, Pdt Agus Theis bergegas dari Tigaras ke Pematang
Raya. Perjalanan mereka adalah Siambaton – Rajaihuta – Nagori – Bangunpanei -
Bahbulawan, lalu bermalam di Bahbulawan. Pada tanggal 02 September 1903 Pdt
Agus Theis sampai di Pematang Raya.
Pada tanggal itu lah permulaan dari adanya jemaat di
Pematang Raya. Karena Pdt Agus Thei tidak memiliki rumah di Pematang Raya, jadi
dia menumpang di rumah Joria di Pematang Raya, dia membawa seorang penginjil
yang bermnama St Theopilus.
Setelah Pdt Agus Theis 10 malam di Pematang Raya, sudah
mulai tampak banyak tantangan, Jika dilihat dari anggapan orang, kelihatan
bahwa Pdt Agus Theis ini tidak jadi tinggal di Pematangraya. Perekonomian di Pematangrayapun
sangat tinggi, terkhusus makanan.
Oleh karena itu, makanan Pdt. Agus Theis dijemput dari
toba. Raja-raja pada saat itupun kelihatan berberat hati untuk memberikan tanah
kepadanya. Dan berita itu telah sampai kepada Nomensen, lalu Nomensen berkata,
“ Mungkin Pdt Agus Theis tidak jadi tinggal di Pematang Raya”.
Pdt Agus Theis melihat hari itu semakin gelap, dan
kebetulan pada saat itu gendang dan terompet dimainkan, bagaikan suara gemuruh
untuk membangunkan tuan dari tidur yaitu
Raja Raya adalah orang yang kuat melawan
Bangsa Belanda.
Meskipun demikian, Pdt August Theis tetap sabar dalam
menghadapi tantangan itu, Dia hanya berprinsip agar Injil Tuhan dapat
dimenangkan di Pematangraya. Besoknya sampailah Pdt August Theis di
Pematangraya, dia membaca Firman Tuhan yang tertulis dalam Yohanes 4:35: “Bukankah
kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi aku berkata
kepadamu : Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah
menguning dan matang untuk dituai ”. Ayat inilah yang dibacakan pada tanggal 3
September 1903.
Jadi dia bertanya-tanya dalam dirinya: Apakah raya ini juga
ikut dalam hal penuaian itu? Dalam sekejap ia menjawab pertanyaannya itu: pasti
masa penuaian itu ada ! Maka pada hari
itu juga datang suruhan Raja Raya, apakah dia tukang kebun atau tidak.
Permulaan Kebaktian
Minggu
Pada tanggal 6 September 1903 mereka kebaktian minggu di
rumah mereka tinggal, Penginjil St Theopilus lah yang berkhotbah pada saat itu.
Sebenarnya ada orang yang datang untuk mendengarkan khotbah itu, tapi mereka
risih kesana-kemari, karena mereka tidak mengerti apa yang telah dikatakan St
Theopilus itu. Jadi mulai saat itulah mereka kebaktian minggu meskipun tidak
seberapa yang datang pada saat kebaktian itu.
Pada tanggal 9 September 1903 Wan Ulung datang menyampaikan
kabar baik untuk membangun rumah untuk
Pdt August Theis, mendengar kabar itu Pdt August Theis sangat senang. Pada saat
pembangunan rumah itu, Nomensen menyampaikan surat pada tanggal 11 September
1903 yang mengatakan Aguss Theis pindah tugas ke Pulau Nias.
Jadi besok harinya Pdt August Theis pergi ke Tigaras untuk
menyampaikan surat itu, dan dia meminta agar pekerjaan di Raya tidak berhenti.
Jadi setelah Pdt August Theis kembali, yaitu pada tanggal 17 September 1903,
rumah itu sudah selesai dibangun.
Jadi 7 hari lagi Nomensen juga mengirim sebuah surat yang
mengatakan: Pdt August Theis tidak jadi pinah ke Pulau Nias, diajak oleh Guru
Ambrocius. Jadi dia juga berkata, rumah itu tetap miliki August Theis. Meskipun
Pdt August Theis sudah menetap tinggal di Pematangraya, dia juga sering pergi
ke Tigaras, karena dia juga sudah memiliki sebuah rumah disana.
Pada bulan November 1903, August Theis pergi ke Toba, lalu
sepulang dari sana dia juga pergi ke Sidamanik. Lalu setelah itu dia kembali ke
Patang Raya untuk mengadakan pesta hari Natal. Pada tanggal 25 Desember mereka
mengadakan hari Natal pertama di Pematangraya.
Setelah 4 bulan pembangunannya, rumah Pdt August Theis itupun selesai dibangun, rumah itupun dimasuki pada
tanggal 24 Januari 1904. Pada tanggal 1 Februari 1904, Guru Ambrocius pun
memulai pengajarannya yaitu kepada anak-anak di rumah Raja Raya, dimana murid
dari guru itu ada sebanyak 7 orang, yaitu: Ratailam Saragih, Jabi Saragih, Kori
Saragih, Sarialam Saragih, Gomok Saragih, Jariaham Saragih. Tidak berapa lama,
rumah sekolah itupun pindah ke rumah Atean. Karena semakin banyak murid, rumah
sekolah itupun dipindahkan lagi ke Pangulu Balang. Guru juga tambah disana,
yaitu Guru Lukkas Hutagalung, Firidolin Silitonga.
Pada bulan itu juga, Buluraya meminta sekolah serta
pengajarnya. Pada bulan Juli 1904, seorang pujaan hatinya datang dari Eropah. Pdt Auguss Theis itu menjemput pujaan
hatinya tersebut ke Medan dengan berjalan kaki. Besok harinya mereka pergi ke
Pulau Pinang untuk diberkati. Setelah itu mereka pergi ke Pematang Raya dengan
berjalan kaki. Jadi pada tanggal 28 Juli 1904 mereka berhenti du Hutailing.
Setelah ia menikah, diapun tidak kenal lelah untuk
mengabarkan Injil tuhan dan mendirikan jemaat di pematangraya. Sehingga
guru-guru disana juga menjadi bertambah, yaitu: Guru Gidion Gultom dari
Rayausang, Andareas Simangunsong dari Buluraya. Juga dimulai di Dologsaribu,
Hiteurat, dan Rayapanribuan. Pada tahun 1909 di Pematangraya sudah ada yang
dibaptis yaitu pada tanggal 25 Desember 1909, Morharjum Damanik (musa), mereka
sekeluarga, jadi mereka yang dibaptis ada 25 orang sekali dibaptis.
Sejak itu orang yang
dibaptis ada setiap tahun. Pada tanggal 10 April 1909, ada surat bahwa yang
menjadi guru, yaitu: Kenan Sinaga, Marcius Damanik, Justin Saragih, Jacobus
Sinaga, Jacobus Sinaga, Albinus Purba, Ferdinand Saragih, Elias Purba, Herman
Purba, Willem Saragih, Zakeus Purba, yaitu murid Domitian Tambunan.
Pada akhir tahun 1915 guru dari depok tamat dari
sekolahnya, yaitu Jason Saragih lalu tamat jugalah Wismar Saragih dari
sekolahnya yaitu Seminarie Tapanuli. Pada tanggal 7 Maret 1915 mulailah ada
yang diberkati. Disamping dari pekabaran Injil, Pdt August Theis juga mengajari
masyarakat setempat untuk berladang, memelihara binatang peliharaan, dan
menggunakan obat-obatan dari Dokter. Dari permulaan, Domitian langsung mengajar
masyarakat untuk belajar bernot kepada pemuda dan anak-anak sekolah.
Dukacita
Meskipun semakin bertambah orang yang percaya kepada Tuhan,
tetapi pasti ada juga yang namanya dukacita. Pada tanggal 12 Juni 1909, isteri
dari Pdt August Theis meninggal. Mereka berumah Tangga hanya selama 6 tahun.
Meskipun dia mengalami dukacita, Pdt. Agus Theis tetap semangat untuk
mengabarkan Injil Tuhan.
Setelah Domitian Tambunan pindah, lalu digantikan oleh
Willem Hutabarat. Pada akhir tahun 1921, seluruh jemaat Raya sangat sedih
karena mendengar berita bahwa Pt. Agus Theis pulang ke Aropah. Pada tanggal 14
April 1921, Pdt. Agus Theis mengucapkan kata-kata perpisahan kepada jemaat di
Pematangraya.
Jadi Pdt. H. Guillaume yang datang dari Saribu Dolog datang
ke Pematangraya, sekali sebulan. Tapi Pdt. Nomensen sudah membuat suatu
peraturan di Jemaat Pematangraya, yaitu membentuk suatu pengurus agama dan
sekolah. Jaudin Saragih yaitu Vorzitter, dan Jacobus Sinaga.
Setelah pengurus gereja bertambah, pekabaran Injil di
Pematangraya sudah mulai tampak, orang percaya kepada tuhan sudah mulai
bertambah. Pada ujung tahun 1926 melaporlah Kerkerad yang dibawakan Ephorus Dr.
J. Warneck bersama dengan Pdt. H. Guillaume dari Saribudolog. Maka diputuskan
bahwa harus ada guru pembantu yang disuruh menjadi pemimpin guru jemaat yang
sekolahnya pernah di tutup, antara lain : Di Bahtonang Marcius Damanik, di Huta
Bayu Lamsana Saragih, di Merek Hutadolog Jonas Purba.
Pada tanggal 31 Januari 1926 sampailah Pd. Enos Pasaribu di
Pematang Raya. Setelah beberapa lama dia di Pematang Raya semakin banyaklah
orang yang dibaptis, dimana pada saat itu ia membaptis 145 orang. Tetapi pada
saat itu kaum perempuan tidak banya yang bersekolah. Dibentuklah PA-PA seperti
di Sondi Raya 1926. Di Sirpang Dalig Raya Nagatongah, Mangadey dan Hapoltakan
yaitu pada tahun 1927.
Pesta Perak
Pada tanggal 2 September 1928 gereja di Pematang Raya telah
berusia 25 tahun yang melayani di jemaat ini: Willem Hutabarat, St. Benjamin,
St. Paulus Purba, St. Tarianus Purba dan 4 orang lainnya. Jumlah jemaat Kristen
pad saat itu 2002 orang. Pesta perak adalah merupakan pesta yang besar di
resort raya, sekolah-sekolah dan jemaat-jemaatpun hadir pada pesta ini.
Diundang juga ari pihak pemerintahan. Acara ini dilaksanakan di salah satu
lapangan di Pematang raya disebabkan karena Gerejanya yang terlalu kecil.
Setelah acara selesai para tamu yang diundang itu berziarah
ke kuburan isteri Agus Theis di Pematang Raya. Para pengurus Gereja
merencanakan untuk mendirikan suatu Komite yang member nasehat. Setelah
beberapa tahun kemudian berdirilah Kongsilaita di Sondi Raya yakni pada tahun
1931. Setelah Willem Hutabarat pindah, maka datanglah Daud Saing. Pada tahun
1929 dibentuklah Volkschool di Pematang Raya yang menjadi Verbolgschool.
Datanglah guru Jason Saragih menjadi guru kepala dan dialah yang menjadi
Pengantar Jemaat.
Pada tahun 1936 Kerkerad berencana membentuk sebuah Gereja
yang besar karena Gereja yang pertama yang telah rusak. Setelah 4 tahun, Gereja
yang direncanakan itupun selesai dan diresmikan pada tahun1939. Karena faktor
usia dari guru Jason untuk memimpin jemaat, maka Pengantar Jemmat itu
digantikan oleh Guru T. Belzazar Sinaga.
Maka bertambah banyaklah kekristenan disana, lalu banyak
juga badan-badan pelayanan yang berdiri yang tanpa digaji. Pada tahun 1942
berdirilah suatu perguruan saksi-saksi Kristus yang dipimpin oleh Pdt. J.
Wismar Saragih dan berdiri pula Kongsi Bibel Simalungun (Alkitab).
Lalu Voorganger Jemaat Pematang Raya digantikan oleh Rudolf
Purba. Maka bertambah banyaklah jemaat pada saat itu. Didirikan juga Sekolah
Bibel Vrouw di Pematang Raya, dimana muridnya ada 4 orang, yaitu pada bulan
Agustus 1948 yang dididik oleh Pdt. J. Wismar Saragih, Pdt. A. Wilmar Saragih.
Dan Loranna Purba. Mereka lulus di bulan Agustus 1949. Setelah itu, semua
jemaat yang berada di Simalungun merasa perlu didirikan sekolah Pendeta. Maka
pada tanggal 3 September 1930 berdirilah Sekolah Pendeta di Pematang Raya.
Pada saat itu Pdt. A. wilmar Saragih sudah lebih dua tahun
berada disini. Salah seorang Pendeta F. Siregar melanjutkan pendidikan ke
Jakarta. Tujuh orang yang menjadi murid dari sekolah tersebut ialah Frederik
Damanik, Petrus Purba, Mailam Purba, Samulel Dasuha, Bonarcius Saragih, Marinus
Girsang, dan Williamer Saragih.Mereka ditahbiskan menjadi Pendeta pada tanggal
28 September 1952.
Pada tahun 1951, jumlah orang Kristen ada sebanyak 1963
orang. Pada tanggal 13 Januari 1952, Sondi Raya memisahkan diri menjadi jemaat
tersendiri yang beranggotakan 375 orang. Pada tanggal 5 Oktober 1952, HKBPS
berdiri sendiri. Pdt. J. Wismar Saragih pindah ke Pematang Siantar menjadi
wakil Ephorus HKBP-Simalungun, dan Pdt. A. Wilmar Saragih menjadi Sekretaris
Jenderal HKBPS, dan di Pematang Siantar lah yang menjadi pusat., dan kantor
Distrik diganti menjadi Kantor Pusat. Ds. F. Siregar juga pindah ke Seminarie
Sipoholon menjadi Guru sekolah Pendeta, jadi Pendeta Jenus Purba lah yang
menjadi Pendeta di Pematang Raya yang sebelumnya melayani di Nagoridolog.
Nama-nama Pimpinan Majelis Jemaat GKPS Pamatang Raya 1903: 1.Guru
Jason Saragih 1936. 2.Guru T. Belzazar Sinaga-1939. 3.Marif Hasibuan-s/d 1970. 4.St.
Gr. Loren Sinaga, BA-1970 s/d 1985.5.St. Rudiman Purba, BA-1985 s/d 1990 PAW.
6.St. Rudiman Purba, BA 1990 s/d 2000.7.St. Drs. Baris Saragih (Ketua/Pengantar
Jemaat)-St. Garamen Saragih, BA(Wakil Pengantar Jemaat)-St. Drs. Buahman
Saragih(Sekretaris Jemaat)- St. Hortinim Saragih (Bendahara Jemaat)-2000 s/d
2005.8.St. Drs. Baris Saragih (Ketua/Pengantar Jemaat) St. Garamen Saragih, BA(Wakil
Pengantar Jemaat) St. Jonni Wanson Purba(Sekretaris Jemaat) St. Drs. Buahman
Saragih (Bendahara Jemaat) 2005 s/d 2010.9.St. Jonni Wanson Purba(Ketua/Pengantar
Jemaat)St. Japinsen Purba(Wakil Pengantar Jemaat) St. Drs. Sardiaman Sinurat,
M.Pd (Sekretaris Jemaat) St. Drs.
Buahman Saragih
(Bendahara Jemaat). (Berbagai Sumber/Asenk Lee Saragih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar