Selasa, 03 Maret 2015

#SaveAhok Lebih Populer Daripada #SaveKPK


JAKARTA-Perselisihan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta terkait anggaran tahun 2015 mengalahkan konflik yang terjadi beberapa waktu lalu antara KPK dan Polri di jagat Twitter. 

Analis data Iwan Setyawan dalam akun Twitternya menyebutkan bahwa tanda pagar Save Ahok memiliki 79.467 kicauan, sementara #SaveKPK hanya 56.798 kicauan.

“Baru tahu, #SaveAhok lebih bergaung daripada #SaveKPK selama 30 hari kebelakang! - #SaveAhok : 79,467 tweets - #SaveKPK : 56,798 tweets," tulis pemilik akun @Iwan9S10A ini, Minggu, pukul 12.21WIB.


Sebelumnya, penulis buku 9 Summers 10 Autumns ini juga menuliskan bahwa perbincangan tentang Ahok tersebut telah melejit di Twitter sejak Jumat (27/2).

“Perbicangan ttg Pak Ahok semakin ramai, dan sudah mencapai 73 ribu dalam 24 jam terakhir! #SaveAhok sendiri sudah mencapai 24 ribu!," tulisnya.

Bahkan, dari data hasil analisis Topsy yang ia unggah di akun Twitternya, untuk pertama kalinya perbincangan tentang Guburnur DKI Jakarta mengalahkan presiden Joko Widodo.

"Wah, perbincangan ttg Pak Ahok melejit di Twitter. Bahkan untuk pertama kalinya mengalahkan Pak Jokowi :)," kicaunya.

Ahok Ditekan, Ahok Melawan

Pertarungan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan anggota DPRD DKI memasuki babak baru. Setelah anggota dewan sepakat menggunakan hak angket untuk menyelidiki sepak terjang gubernur, Jumat (27/2), giliran pria yang akrab disapa Ahok itu melaporkan sejumlah anggota DPRD ke KPK dengan tuduhan korupsi.

Pemicu perseteruan Ahok dan DPRD DKI adalah proses penyusunan dan pengesahan APBD 2015 yang tidak memuaskan kedua pihak. Ahok melihat ada "penyelipan" dan siluman belasan triliun rupiah oleh DPRD. Sedang pihak DPRD menilai Ahok menabrak prosedur penyusunan dan pengesahan APBD. 

Inilah episode yang tengah berlangsung di Jakarta. Warga metropolitan kini tengah menanti siapa yang benar dan salah berkaitan dengan proses pengesahan APBD DKI Jakarta. Apakah Gubernur DKI Jakarta Basuki atau pihak DPRD DKI Jakarta yang baru saja menyetujui hak angket, yakni hak legislatif menyelidiki kemungkinan kesalahan langkah eksekutif.

Penyelesaian elegan persoalan ini sebenarnya bisa dilakukan dengan dasar niat baik serta dengan kesadaran bahwa baik eksekutif maupun legislatif samasama mengabdi kepada warga Jakarta. Mereka semua adalah abdi rakyat. Apa yang dilakukan semata-mata untuk rakyat.

Bila kemudian persoalan meletup hingga menyedot perhatian publik, sangat mungkin karena salah satu atau kedua pihak yang berseteru sedang memiliki kepentingan tertentu. Kepentingan itu bisa karena kepentingan politik atau kepentingan pribadi. 

Bukan tidak mungkin ada pihak yang berkepentingan membuka borok pihak lain. Dengan demikian pihak lawan bakal jatuh martabat di mata rakyat. Dengan mengedepankan semangat menjatuhkan lawan, melihat mitranya dalam melayani rakyat sebagai musuh, maka kedua belah pihak bakal sulit menemukan solusi dari simpang siur APBD ini selain melalui jalur hukum atau aturan yang berlaku.

Basuki menuding para wakil rakyat kongkalikong mengubah anggaran yang sudah disepakati dalam paripurna. Secara terang-terangan kepada pers mantan Bupati Belitung ini menyebut terdapat anggaran siluman Rp 12,1 triliun. 

Selama tiga hari setelah sidang paripurna, ada yang bergerilya mengotak-atik APBD yang telah disahkan. Terdapat pemotongan 10-155 pada beberapa mata anggaran. Lantas ada mata anggaran yang dimasukkan yang nilainya triliunan tadi. 

Draf hasil gerilya itu kemudian disodorkan kepada Basuki untuk dikirim ke Kemdagri. DPRD dinilai kecele karena Basuki ternyata mengirim APBD hasil pengesahan sidang paripurna.

Bila benar tudingan tersebut, berarti revisi APBD adalah ilegal. Sementara di pihak lain, atau versi DPRD, Basukilah yang keliru karena mengirimkan APBD yang bukan hasil persetujuan DPRD.

Hemat kita, untuk persoalan ini pihak eksekutif dan legislatif hanya butuh bertemu kemudian mengomunikasikan tuduhan masing-masing dengan membawa bukti. Apakah benar ada revisi ilegal yang dilakukan untuk menyelipkan dana siluman? 

Nyatanya DPRD telah memutuskan menggulirkan hak angket. Maka langkah selanjutnya adalah pembentukan panitia kerja hak angket yang menyelidiki di mana kesalahan terjadi.

Sementara Basuki sudah melapor ke KPK berkaitan dengan dugaan korupsi. Berbekal data audit dari BPKP DKI Jakarta, serta perbandingan antara APBD yang disetujui di Paripurna dan yang diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri. 

Sulit bagi awam untuk tidak menyebut bahwa Basuki tengah melawan hak angket DPRD dengan melapor ke KPK. Konflik antara Pemprov DKI Jakarta -atau lebih tepat disebut Gubernur DKI Jakarta- dengan DPRD hanya menambah kegaduhan politik dalam negeri. 

Kedua pihak seharusnya dapat mengekang diri untuk tidak saling serang hanya untuk ’memberi pelajaran’ pihak lain. Publik telah disuguhi rangkaian ketidakcocokan antara sejumlah anggota DPRD dengan Gubernur sejak sebelum Basuki menduduki kursi nomor satu DKI. 

Ketidakcocokan pernyataan antara wakil rakyat dan kepala daerah seharusnya adalah hal biasa. Namun, di Jakarta hal ini menjadi luar biasa karena pernyataanpernyataan kasar dan tidak mendidik dilontarkan melalui media massa. 

Dan, sialnya, beberapa media menelan mentah-mentah caci maki dari para pejabat termasuk dari sang gubernur. Ketidakcocokan seperti disiram bensin, membesar. 

Kita menilai, mereka yang duduk di pemerintahan tak ubahnya anak kecil bila masih membawa-bawa semangat perseteruan ke ranah hubungan institusional. Kita mengapresiasi langkah Basuki yang menginginkan Jakarta bersih dari praktik korupsi. Karena itu, bila benar versinya, sungguh sebuah langkah terpuji ketika memilih mengirimkan APBD hasil paripurna ketimbang APBD hasil revisi ilegal. 

Basuki berkali-kali mengatakan bahwa ia lebih baik lengser dari kursi DKI 1 daripada harus menyetujui dana siluman. Artinya, ia akan terus melawan semua keputusan yang berindikasi korupsi. Namun ia juga harus membuktikan apa saja dana yang dipotong dan dana yang disusupkan ke dalam APBD. Benarkah angkanya mencapai Rp 12,1 triliun atau Rp 8 triliun?

Sebaliknya kita juga memuji langkah DPRD yang mengusut kemungkinan Gubernur Basuki menyalahi aturan dengan mengirimkan APBD bodong, alias APBD yang tidak disetujui wakil rakyat ke Kemdagri. Kedua pihak telah menempuh jalan masing-masing. Warga Jakarta menunggu siapa yang benar dan salah. Baik Gubernur maupun DPRD harus bertanggung jawab terhadap langkah yang diambil beserta konsekuensinya. (SP/lee)

Tidak ada komentar: