Selasa, 01 Juli 2014

Ditanya Soal Potong Jari Bagi Koruptor, Akil Mochtar Jawab Potong Kumis

Akil Mochtar bersalah atas kasus sengketa Pilkada di MK dan pencucian uang.@net
JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar berceloteh ngawur saat ditanya oleh sejumlah awak media usai diputuskan vonis seumur hidup oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kepadanya.

Akil usai persidangan putusan ini di Gedung Tipikor Jakarta, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin 30 Juni 2014 menjawab sejumlah pertanyaan yang dilontarkan para pekerja media. 

Beberapa jawabannya lebih tidak masuk akal, seperti mengajukan banding sampai ke surga dan sebagainya. Ia juga menilai vonis itu tidak adil. Sehingga jawaban yang diberikannya terdengar seperti celotehan kekecewaan.


Berikut celoteh Akil ketika mendapat pertanyaan-pertanyaan dari pekerja media:
Bagaimana dengan vonis seumur hidup yang dijatuhkan?
Majelis hakim dalam putusannya tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
Contohnya seperti apa?
Ya contohnya kan Daryono (sopir pribadi Akil) bilang uang yang Rp 2,5 miliar itu dia yang pindahin sendiri. Saya sudah ditahan, kok nggak dipertimbangkan?
Akan banding?
Sampai ke Tuhan pun saya akan banding. Sampai ke surga pun saya akan banding.Next
Merasa tidak adil dengan putusan seumur hidup ini?
Ini tidak adil. Pasti tidak adil.
Ada tudingan?
Ya saya balas dendam lah. Memang balas dendam.
Maksudnya mau balas dendam ke siapa?
ya sudahlah, sudah. Cukup ya.
Anda merasa ada pihak yang menekan hakim sehingga memvonis anda seumur hidup?
Yang mau bunuh Akil pun banyak.
Anda menyesal?
Nggak. Untuk apa menyesal?
Banding kalau ditolak bagaimana?
Ya biar saja.
Sudah ya, saya capek ini. Nanti gara-gara ini dihukum mati lagi ini. Kan susah urusannya.
Anda dulu pernah mengatakan siap potong jari kalau terbukti korupsi bagaimana?
Potong apa? Potong kumis. Potong kumis. Udah, udah, udah. Itu untuk koruptor yang nyuri uang negara. Aku bukan nyuri uang negara. Uang nenek moyangmu pun bukan. (*)

Akil Mochtar Dihukum Seumur Hidup!

Majelis hakim PN Tipikor Jakarta menyatakan Akil Mochtar bersalah atas kasus sengketa Pilkada di MK dan pencucian uang. Akil dijatuhi hukuman seumur hidup, durasi hukuman yang persis seperti tuntutan jaksa.

"Menyatakan terdakwa bersalah, menjatuhkan hukuman pidana seumur hidup kepada terdakwa," ujar Ketua Majelis Hakim Suwidya di PN Tipikor, Jakarta, Senin (30/6/2014) malam.

Tidak ada denda yang diwajibkan untuk dibayar Akil, seperti yang dituntutkan oleh jaksa. Hakim berpendapat, Akil sudah dijatuhi hukuman durasi maksimal sehingga denda bisa dihapuskan.

Namun vonis tersebut tidak diambil dalam keputusan bulat. Dua anggota majelis hakim, Sofialdi dan Alexander Marwata mengajukan dissenting opinion.

Dasar pendapat berbeda yang diajukan Sofialdi terkait dengan surat dakwaan jaksa yang menurut dia kabur, terkait dengan posisi sejumlah saksi seperti Susi Tur Andayani. Sofialdi juga sudah mengajukan dissenting pada saat putusan sela.

Sedangkan Alexander mengajukan pendapat berbeda lantaran menilai jaksa KPK tidak berhak menuntut perkara TPPU. Menurut Alexander, dakwaan kelima dan keenam gugur sekaligus.
Akil sebelumnya dituntut dengan tuntutan seumur hidup. Mantan politikus Golkar ini juga diharuskan untuk membayar denda Rp 10 miliar.

Akil dinyatakan terbukti bersalah sesuai dengan enam dakwaan sekaligus yaitu pertama adalah pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah yaitu terkait penerimaan dalam pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas, Lebak, Pelembang dan Empat Lawang.

Dakwaan kedua juga berasal dari pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP yaitu penerimaan dalam pengurusan sengketa pilkada Buton, Morotai, Tapanuli Tengah.

Dakwaan ketiga berasal dari pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruspi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji dalam sengketa pilkada Jawa Timur, dan kabupaten Merauke, kabupaten Asmat dan kabupaten Boven Digoel.

Dakwaan keempat juga berasal dari pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruspi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP dalam pengurusan sengketa pilkada Banten.

Dakwaan kelima adalah pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif hingga Rp 126 miliar saat menjabat sebagai hakim konstitusi periode 2010-2013.

Dakwaan keenam berasal dari pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 jo pasal 65 ayat 1 KUHP karena diduga menyamarkan harta kekayaan hingga Rp22,21 miliar saat menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Golkar 1999-2009 dan ketika masih menjadi hakim konstitusi di MK pada periode 2008-2010. (*/detik.com)

 


Tidak ada komentar: