Rabu, 16 April 2014

Saat Selfie Jadi Kebutuhan


 
IMBAS KECANGGIHAN GADGET

Selfie Sepupu Saragih Manihuruk Jakarta dan bandung. FT IST Josimar Saragih Manihuruk
Selfie
hasil memfoto diri sendiri. Narsis di media sosial seperti FB, Twitter atau Instagram sudah menjadi kebutuhan tersendiri bagi pemilik akun media sosial. Narsis dengan meng-upload foto hasil selfie yang menunjukkan keberadaan mereka pada lokasi atau objek tertentu yang mereka rasa pantas untuk dipamerkan.

ROSENMAN M, Jambi

Memfoto atau memotret diri sendiri (selfie) telah ada sejak abad lalu, namun kini pertumbuhannya secara global kian pesat semenjak adanya smartphone yang dilengkapi kamera digital ditambah dengan kemampuan untuk berbagi foto langsung di media sosial.

Tahun 2013 akan berakhir. Penerbit Kamus Inggris Oxford, yang disebut-sebut sebagai otoritas tertinggi dalam ilmu bahasa mengenai teknik penyusunan kamus (leksikografi), menyatakan "selfie" menjadi "word of the year".


Selfie: noun, informal, sebuah foto diri yang direkam oleh diri sendiri, biasanya direkam menggunakan smartphone atau webcam dan di-upload ke situs media sosial. Selfy - plural: selfies.

Sementara itu, mesin pencari Yahoo memperkirakan bahwa pada 2014 ada sekitar 880 miliar foto akan di
-upload. Itu berarti ada 123 foto untuk setiap orang pria, wanita dan anak-anak, kebanyakan foto tersebut adalah selfie


Di Inggris, sebuah survei untuk Samsung menemukan bahwa 17 persen laki-laki dan 10 persen perempuan, mengambil selfies karena mereka menikmati ketampanan atau kecantikan diri mereka sendiri.

“Saya pikir 'Selfie' adalah istilah sayang untuk diri sendiri, sebuah cara. Itu mencerminkan semacam narsisme dalam budaya kita,” kata Sarah Kennel, kurator fotografi di
National Gallery of Art di Washington kepada AFP.

Pada beberapa perdebatan di dunia maya, selfie adalah dekadensi untuk era yang sama sekali dekaden. Kennel mengatakan potret diri setua fotografi itu sendiri. National
Portrait Gallery di London baru saja mengangkat tema selfie dalam diskusi panel pada 16 Januari yang berjudul "The Curated Ego: What Makes a Good Selfie?"

Dalam acara tersebut, penyelenggara mengidentifikasi Grand Duchess Anastasia dari Rusia sebagai salah satu remaja pertama yang mengambil selfie pada 1914, ketika dia berusia 13 tahun. Sayangnya, dia tidak punya akun Facebook atau Twitter untuk berbagi, (Sumber: kompas.com).

Demam Selfie

Billy syahputra (bangbily) on Twitter.
Demam selfie ikut menjangkiti selebriti tanah air. Rianti Cartwright salah satunya. Di jejaring sosial semisal Instagram, istri Cas Alfonso itu kerap bernarsis ria. Asyiknya, kecanggihan teknologi mendukung aktivitasnya itu. Dia mengaku punya telepon selular yang memiliki fitur navigasi kamera berbasis suara. 

“Jujur saja ya, aku suka banget selfie. Apalagi handphone-nya keren, motret bisa menggunakan pe rintah suara. Yang suka selfie nggak perlu lagi pakai timer atau bantuan alat seperti tongsis (tongkat narsis),” ungkapnya ditemui di FX Sudirman, Jakarta Pusat seperti dilansir merdeka.com.
 
Menurutnya, tidak semua foto selfie-nya diunggah ke jejaring sosial. Ada kriteria foto yang bisa atau tidak dibagikan kepada publik. “Aku lebih ke hobi sama pekerjaan. Nggak setiap hari juga aku selfie, karena aku ada sesuatu yang di-selfiein, jadi lebih sharing saja,” tuturnya. Maksudnya, selfie ala Rianti bukan sekadar memasang wajah sok cantik di depan kamera. 

Namun, ada yang lebih penting dibagikan. Misalnya, dia berpose saat makan pie cherry yang merupakan menu andalan toko kue miliknya, Frangipani. Jadi, bisa narsis sekaligus mempromosikan dagangannya. Selain itu, berbagi foto selfie di jejaring sosial merupakan upayanya untuk mendekatkan diri dengan penggemar dan follower-nya. 

Selfie sangat perlu untuk berinteraksi dengan para penggemar,” katanya. Hanya saja, perempuan kelahiran Bandung, Jawa Barat, 22 September 1983 itu berusaha tidak ketergantungan. Perempuan berdarah Inggris itu tidak mau selfie menjadi kebutuhan. ”Kalau ketergantungan, sedikit absurd deh,” ucap pemeran Aisah dalam film Ayat-Ayat Cinta itu. Nah, terlepas dari tujuan Rianti berbagi foto, rupanya ada saja yang tidak menyukainya. 

Mereka kerap berkomentar negatif, bahkan menyerang. Tetapi Rianti tidak mau ambil pusing. Baginya, kehadiran haters atau kelompok pembenci merupakan bagian dari kesuksesan seseorang. ”Mereka bebas nilai, bebas komentar. Tapi tergantung respons kita saja, kalau ada respons negatif, biarin saja,” tegas alumnus University of Tasmania, Australia itu.

Selfie dengan Mayat Jadi Kontroversial

 Pose Presiden AS Barack Obama, bersama pemain bisbol David Ortiz, di Gedung Putih. (Reuters/Larry Downing)
Orang yang kerap berpose selfie terkadang tak mengenal tempat dan waktu. Mereka membuat foto narsisnya seperti di kamar pribadi, taman, dan kantor. Bahkan saking ngetrennya istilah ini, kata selfie sudah masuk ke dalam kamus Inggris yang diterbitkan Oxford University.

Kedekatannya dengan kata self dan selfish yang membuat kata ini masuk kosakata Inggris tersebut. Antusias masyarakat dunia terhadap fenomena ini membuat selfie pada 2013 lalu dinobatkan World of the year karena dianggap menjadi fenomena budaya baru.

Menurut Psikolog dan Direktur Psychologi Media Research Center Pamela Rutledge mengatakan, aksi yang dilakukan orang untuk ber
-selfie dan menyebarluaskannya kepada orang lain tak lain karena ingin mendapatkan pengakuan dari orang banyak dan hal ini lumrah ada di masyarakat.

“Saya pikir itu mempengaruhi pengertian kita tentang hubungan sosial dengan cara yang sama seperti halnya ketika Anda pergi ke pesta dan orang-orang mengatakan saya menyukai gaun Anda. Pengakuan sosial adalah kebutuhan nyata biologis manusia dan bahkan ada daerah otak yang didedikasikan untuk kegiatan sosial," terangnya kepada Huffington Post yang dikutip merdeka.com.
Namun aksi berselancar lalu mengunggahnya ke sosial media tak selamanya berjalan mulus. Pasalnya kadang foto dengan gaya narsis ria itu malah mengundang kontroversial.

Seorang siswi sebuah SMA di Amerika Serikat justru mengundang kontroversi. Siswi tersebut membuat foto selfie dengan jenazah.

Selfie Ratna Dewi. Foto IST FB Ratna Dewi
Aksi ini bermula saat siswi dengan rekan-rekannya berkunjung ke Departemen Biologi, Universitas Alabama Birmingham untuk mempelajari program donor tubuh untuk melakukan kunjungan riset medis. Tetapi selama observasi itu, siswi tersebut malah asyik melakukan foto-foto selfie dengan objek jenazah yang dipelajarinya.

Foto itu menggambarkan, siswi yang tidak disebutkan namanya itu berpose di depan jenazah sembari mengeluarkan senyuman. Melalui ponselnya siswi tersebut berpose dengan suka ria sendirian. Sementara seseorang yang lain tampak melepas lembaran kain yang menutup wajah dan dada jasad jenazah.

Lalu foto selfie dirinya diunggah ke media sosial Instagram. Merasa bersalah siswi itu sempat menghapus foto selfie-nya namun oleh temannya ternyata telah menyimpannya dan ditujukan kepada kakaknya.

Melihat hal itu kakak teman si pelaku melaporkannya kepada pihak sekolah dan media lokal. Merasa geram dengan tingkah laku anak muridnya saat melakukan kunjungan belajar, pihak sekolah bertindak tegas dengan memberi hukuman disiplin kepada siswi tersebut.

“Kami berbicara ke Universitas Alabama Birmingham, bisa dimengerti jika mereka marah dengan insiden ini dan kami ingin mempertahankan hubungan kami dengan universitas," kata juru bicara Dewan Sekolah Limestone County, Karen Tucker.

Handphone sangat dilarang selama kunjungan. Lembaran kain yang menutup tubuh jenazah juga tidak boleh dilepas," kata pihak universitas.

Kualitas kamera smartphone yang semakin baik, serta jejaring sosial yang beragam membuat selfie lahir sebagai sebuah fenomena. Kualitas kamera smartphone yang semakin baik, serta jejaring sosial yang beragam membuat selfie lahir sebagai sebuah fenomena.

Suatu sore pada awal Desember, tiga orang remaja asyik mengobrol di sudut restoran siap saji di kawasan Jombor, Sleman, Yogyakarta. Di sela-sela tawa, salah satu dari mereka lantas mengarahkan ponsel ke atas, tersenyum, dan klik!

Sejenak mereka tertawa melihat hasil foto, sebelum mengulang proses itu beberapa kali. Itulah yang dinamakan selfie, kegiatan memotret diri sendiri (atau beberapa orang) menggunakan smartphoneatau webcam, untuk lantas diunggah ke jejaring sosial atau internet.

Begitu populernya kata tersebut hingga Oxford English Dictionarymendapuknya sebagai Word Of The Year”. Penggunaan kata selfie, menurut Oxford, meningkat hingga 17.000% pada 2013 dibandingkan tahun sebelumnya.
Mengapa hal ini terjadi? Saya jadi ingat bagaimana majalah Time pada 2006 menahbiskan You sebagai Person of the Year. World wide web adalah alat yang menyatukan kontribusi jutaan orang dan membuatnya bermakna,” tulis Time.

Pada saat itu jejaring sosial belum sebesar sekarang. Kamera ponsel pun hanya bisa memotret foto beresolusi kecil. Selama tujuh tahun berikutnya perubahan yang terjadi luar biasa. Media seperti Twitter, Facebook, Instagram, Path, hingga YouTube berubah sebagai tempat ideal untuk berbagi self image (gambar diri).

Hal itu didukung oleh revolusi fungsi smartphone yang kini berubah menjadi alat sempurna untuk mendokumentasikan diri sendiri. “Dengan smartphonedan sosial media, semua orang memiliki kesempatan untuk membuat potret diri dan membaginya ke seluruh dunia,” beber Christopher Phillips, kurator International Center of Photography di New York.

Memang menarik melihat bagaimana selfie tidak hanya dilakukan remaja di Yogyakarta, juga Jakarta, Surabaya, dan berbagai kota lainnya di Indonesia.

Bahkan, selebriti seperti Rihanna, Kim Kardashian, Miley Cyrus, hingga Sandra Dewi, Sophia Latjuba, dan Nadia Hutagalung pun sering mengambil foto diri dan mengunggahnya ke jejaring sosial.

Selfie telah menjadi tren sosial yang bahkan dilakukan Paus hingga presiden. Belum lama ini, misalnya, sempat heboh funeral selfie, kegiatan selfie yang dilakukan Perdana Menteri Inggris David Cameron, Presiden Barrack Obama, dan Perdana Menteri Denmark Helle Thorning- Schmidt.

Aktivitas selfie
tersebut dianggap kurang pantas karena dilakukan di tengah-tengah pemakaman Nelson Mandela di Afrika Selatan. Kegiatan selfie selama 2013 lalu menjadi begitu populernya hingga survei terbaru dari Pew Internet & American Life Project menyimpulkan bahwa 54% pengguna internet setidaknya pernah mengunggah foto dirinya secara online.

Namun, apa sebenarnya yang mendorong kita melakukan selfie? Psikolog sekaligus Direktur Media Psychology Research Center Dr Pamela Rutledge mengatakan bahwa keinginan untuk mem-posting foto selfie ke jejaring sosial dan mendapatkan respons berupa likes adalah naluri biologis manusia.

“Sama seperti saat Anda menghadiri pernikahan teman dan ada yang memuji, ’wah, bajumu bagus!,” katanya. Validasi sosial maupun pengakuan terhadap citra integritas seseorang, menurut Pamela, telah menjadi kebutuhan. Ya, selfie
mungkin sudah lama ada.

Namun, di era digital, kegiatan tersebut seperti tinggal landas ke dalam tingkatan yang tidak pernah diprediksi sebelumnya. ”Dengan selfie, Anda mengontrol citra Anda sendiri. Anda bebas menjadi fotografer, sekaligus subjek,” papar Pamela. Anda bebas mengambil foto diri dan mengunggahnya ke jejaring sosial.

Namun, menurut sebuah studi yang dilakukan di Inggris, membagi terlalu banyak foto personal (termasuk selfie) ke jejaring sosial berisiko membuat diri kita tidak disukai. “Bahkan, berpotensi untuk merusak hubungan pertemanan kita tidak hanya di sosial media, juga di dunia nyata,” kata peneliti Dr David Houghton. (net/lee)





Tidak ada komentar: