Rabu, 12 Maret 2014

Ketika Perusahaan Bonceng Aparat Menindas Petani


HARIAN JAMBI EDISI CETAK RABU PAGI 12 MARET 2014

Konflik Petani dengan PT Asiatic Persada

Kasus meninggalnya Puji bin Tayat akibar kekerasan oknum aparat mendapat reaksi keras dari ribuan rakyat miskin yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pasal 33 UUD 1945 (GNP 33 UUD 1945) secara nasional di sejumlah daerah di Indonesia. Seruan petani, perusahaan  jangan bonceng aparat untuk menindas petani di Jambi.   

ROSENMAN M, Jambi

Dari data Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) bahwa jumlah petani yang menjadi korban jiwa dalam kasus konflik Agraria pada tahun 2013 sebanyak 21 orang, 30 orang petani tertembak, 130 orang mengalami penganiayaan, dan 239 ditangkap oleh aparat kepolisian.

Ketua Serikat Tani Nasional (STN) Jambi, Mawardi mengatakan, bahwa kasus-kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparatus negara dalam konflik agraria sangatlah besar. Menurutnya, jumlah tersebut akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah konflik agraria di Indonesia.

“Pada tahun 2012, ada 198 kasus konflik agraria di seluruh Indonesia. Sementara di tahun 2013 lalu, jumlahnya melonjak tinggi hingga 369 kasus konflik. Dalam lima tahun terakhir, yakni 2009-2013, jumlah konflik agraria melonjak 314% atau 3 (tiga) kali lipat,” ungkap Mawardi.

Ia menggarisbawahi bahwa maraknya konflik agraria di Indonesia, termasuk berbagai bentuk kekerasan yang menyertainya, merupakan imbas dari massifnya liberalisasi ekonomi.
“Ada korelasi langsung antara peningkatan kasus konflik agraria dengan semakin massifnya liberalisasi ekonomi, termasuk di sektor agraria,” terangnya.

Menurut Mawardi, KPA juga mencatat, pelaku kekerasan dalam konflik agraria sepanjang tahun 2013 paling banyak dilakukan oleh aparat kepolisian dengan 47 kasus. Lalu disusul oleh pelaku dari pihak keamanaan (Security) perusahaan 29 kasus dan TNI 9 kasus.

Solidaritas untuk Puji

Berkaca dari kasus seorang petani sebagai pendamping komunitas Suku Anak Dalam (SAD) bernama Puji (50) di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Batanghari, Provinsi Jambi Rabu (5/3/14) sekitar pukul 23.03 WIB lalu, masyarakat petani di Indonesia bereaksi.

Meninggalnya Puji dengan cara-cara tak manusiawi, oleh aparat keamanan PT Asiatic Persada, sebuah perusahaan perkebunan milik PT Wilmar asal Malaysia, menjadi pelajaran berharga di Provinsi Jambi.

Di Jambi, ratusan petani yang tergabung dalam GNP 33 UUD 1945 Jambi di depan Kantor Gubernur Jambi, Senin (10/3). Juru bicara  GNP 33 UUD 1945 Jambi yang juga Ketua STN Jambi yang juga Pengurus Adat Suku Anak Dalam (SAD) Bathin Bahar Kelompok 113, Mawardi mengatakan, kekerasan oknum aparat terhadap petani Jambi harus dihentikan. 

Pihaknya juga meminta agar oknum TNI dan Polisi yang terlibat dalam kasus meninggalnya Puji harus diseret ke pengadikan. Polisi jangan hanya menjadikan tersangka satpam Pt Asiatic Persada. Karena konflik tersebut juga ada oknum TNI dan Polisi yang terlibat secara massif.  

Aksi solidaritas digelar di depan Istana Negara,  di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, kemudian  aksi solidaritas ratusan GNP 33 UUD 1945 Kota Surabaya di depan gedung Grahadi Surabaya. Kemudian aksi solidaritas terhadap Puji juga dilakukan petani dan mahasiswa yang tergabung dalam GNP 33 UUD 1945 Kota Makassar. 

“Apa yang dilakukan oleh aparat TNI terhadap Puji, Petani Jambi, merupakan bentuk kekerasan yang tidak bisa dimaafkan. Ini menunjukkan bahwa aparat TNI telah memperlihatkan posisinya lebih berpihak pada kepentingan perusahaan Asing, PT. Asiatik Persada, ketimbang rakyatnya,” ujar Iskohar, koordinator GNP 33 UUD 1945 di Jakarta.

Menurut Iskohar, TNI dan POLRI sebagai aparatus negara seharusnya bisa mengayomi dan menjadi pelindung masyarakat. Bukan malahan menjadi centeng dari perusahaan asing.

“Kami mau ingatkan, bahwa 270-an juta rakyat Indonesia itu makan beras. Dan beras itu diproduksi oleh petani. Kok negara membiarkan petani ditindas sewenang-wenang,” ujar juru bicara GNP 33 UUD 1945 Jatim, Hendraven Saragih.

Menurut Hendraven, kekerasan anggota TNI terhadap petani Jambi bukan hanya membuktikan bahwa aparat keamanan negara telah diperalat oleh perusahaan asing, tetapi juga membuktikan tidak adanya keberpihakan negara terhadap nasib kaum tani.

“Yang diperjuangkan petani SAD itu adalah hak atas tanah. Tanpa tanah, mereka tidak bisa berproduksi dan melanjutkan kehidupannya. Harusnya negara menjamin hak rakyat atas tanah tersebut,” terangnya.

Komnas HAM Sidik

Menyikapi kasus ini, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pekan depan akan menginvestigasi dengan menurunkan tim ke Jambi. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dan Komisi Kepolisian Nasional akan terlibat dalam penyelidikan tersebut.

Wakil Ketua Komisi Nasional HAM, Dianto Bachriadi, menilai tindakan represif yang diambil aparat saat menghadapi petani di Jambi telah kelewat batas.

Dianto mengatakan, Komnas HAM telah meminta penjelasan dari petinggi kepolisian dan TNI di Jambi soal tewasnya Puji. Tidak cukup hanya itu, Dianto melanjutkan, tiga lembaga termasuk Komnas HAM akan menggelar investigasi di lapangan. “Investigasi bersama ini diharapkan lebih kuat dan perhatiannya lebih besar,” katanya.

Kronologis Versi Warga

Aktivis lingkungan Perkumpulan Hijau, Feri, Kamis sekitar pukul 01.00 mengatakan, satu petani diculik, 5 warga SAD dipukuli oleh aparat keamanan PT Asitic Persada di Desa Bungku. Berikut kronologis peristiwa yang masuk ke blackberry masengger (BBM).

Rabu pukul 15.12: Warga bernama Titus diambil paksa oleh aparat keamanan dari rumahnya. Pukul 15.20: Sebanyak 20 aparat keamanan membawa Titus ke lokasi pabrik PT Asiatic Persada di Desa Bungku Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari.

Rabu (6/3/14) pukul 16.10: ratusan warga dan keluarga korban datang menjemput Titus. Namun dihadang ratusan aparat keamanan di lokasi pabrik. Pukul 16.30:  Saat mendekati kantor perusahaan di Desa Bungku, beberapa petani dan warga Suku Anak Dalam (SAD) dipukuli. 

Mereka diantaranya: Puji, Khori, Kuris, Adi, Mael, Ucil dan Dadang. Pukul 17.10: Keluarga korban dan warga dibubarkan dengan berondongan senjata oleh aparat keamanan. Hingga Kamis (6/3/14) saat itu, ratusan warga SAD dan petani Mentilingan masih bertahan di lokasi Trans-sosial 1, Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Batanghari.

Puji meninggal dunia Rabu (5/3/14) pukul 23.03 WIB. Puji menjadi korban kekerasan biadap oknum aparat keamanan PT Asiatic Persada (Wilmar Group) dan meninggal di Rumah Sakit Bayangkara Jambi.

Puji saat meninggal dalam keadaan tangan diborgol dan kaki diikat tali. Kondisi wajahnya dalam keadaan rusak dan penuh dengan luka pemukulan dan juga sayatan benda tajam di leher. Untuk diketahui, Puji dibawa oleh ambulance perusahaan dan ditinggalkan di rumah sakit Bhayangkara Jambi Jambi. Sementara beberapa warga yang menjadi korban pemukulan sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Raden Mataher Jambi.

Versi Polisi 

Terkait meninggalnya Puji oleh oknum aparat keamanan PT Asiatic, Kepala Bidang Humas Polda Jambi AKBP Almansyah, Kamis (6/3/14) memastikan tewasnya Puji merupakan buntut dari diamankannya Titus Simajuntak oleh petugas patroli securiti PT Asiatic Persada.

Titus diduga melakukan pencurian sawit di kawasan Simpang Johor pada Rabu (5/3) sekitar pukul 03.00 Wib dini hari. Saat diamankan Titus digelandang ke pos pengamanan oleh security.
Kebetulan pada saat pengamanan tersebut sejumlah anggota polisi Sat Binmas melintas karena baru selesai melakukan penyuluhan. Petugas securiti PT Asitic Persada lantas meminta bantuan kepada polisi untuk mengantarkan Titus ke pos pengamanan securiti di Padang Salak.

Namun nahas, setelah sampai di sana 30 orang yang merupakan teman-teman Titus mendatangi pos pengamanan untuk meminta rekannya itu dibebaskan. Terjadi aksi saling dorong dan pukul di sana.

Akibatnya bentrok pecah. Satu orang warga bernama Puji merenggang nyawa dan 6 orang lainnya mengalami luka serius. “Setelah terjadi bentrok, petugas pengamanan tiba untuk menetralisir situasi. Ada korban yaitu Puji dan beberapa orang. Mereka dibawa ke Polda dan Rumah Sakit Bhayangkara,” kata Kabid Humas Polda Jambi AKBP Almansyah.

AKBP Almansyah juga menegaskan, puluhan orang yang terlibat bentrok di kawasan PT Asitic itu bukan merupakan SAD melainkan petani yang menggarap sejumlah lahan tersebut. “Kelompok ini bukan SAD, tapi petani biasa yang menggarap lahan di sana,” sebut Almansyah. 

Danrem Perintahkan Usut

Komandan Korem 042 Garuda Putih Marsudi Utomo memerintahkan Komandan Kodim Batanghari 0415 untuk mengusut dugaan keterlibatan oknum TNI dalam rusuh antara warga SAD dengan PT Asitic Persada yang menewaskan Puji pada Rabu malam.  

“TNI akan melakukan pemeriksaan internal. Saya juga sudah menugaskan Dandim 0415 Batanghari untuk turun ke lokasi bentrokan melakukan investigasi. Jika dalam kejadian itu ada pelanggaran pidananya maka akan diserahkan ke auditur militer dan akan disidangkan di Mahmakah Militer (Mahmil),” katanya.

Pemprov Jambi Lemah

Anggota DPRD Provinsi Jambi dari Fraksi Gerakan Keadilan AR Syahbandar (Gerindra) menegaskan, perbuatan aparat keamanan PT Asiatic yang menewaskan Puji warga petani di Desa Bungku, Bajubang merupakan tindakan yang sudah di luar batas prikemanusiaan.

 “Ini sudah di luar batas prikemanusian. Tewas dalam keadaan kaki tangan sudah diborgol. Saya meminta agar aparat keamanan PT Asiatic menahan diri, agar masalah ini tidak membuat jatuh korban berikutnya. Masalah ini, harus diusut tuntas sampai ke Komnas Ham,” katanya.

Sementara itu Wakil Gubernur Provinsi Jambi Fachrori Umar menyatakan keprihatinannya atas peristiwa yang menewaskan Puji pada Rabu malam lalu.

Fachrori menyatakan seharusnya jangan sampai ada kekerasan sehingga timbul korban jiwa dalam menangani persoalan apapun. “Saya sangat prihatin dengan konflik ini. Kenapa bisa sampai jatuh korban,” ujarnya.

Tetapkan 5 Tersangka

Sementara Polres Batanghari dibantu Polda Jambi kini melakukan penyelidikan kasus yang menewaskan Puji dalam kasus konflik lahan antara warga dengan petugas keamanan PT Asiatic. Penyidik kini telah menetapkan lima orang security PT Asiatik sebagai tersangka.

Lima security itu yakni Domingkus Parera, Yohanes Yandik, Abu Roni, Thomas Dakosta dan Antonio Suares. Menurut Kabid Humas Polda Jambi, AKBP Almansyah, penetapan tersangka terhadap 5 petugas keamanan perusahaan perkebunan kelapa sawit ini berdasarkan hasil penyelidikan tim Polres Batanghari dan Polda Jambi beberapa hari terakhir ini.

“Kelima tersangka kini sudah ditahan di Polres Batanghari, dan barang bukti dalam kasus penganiayaan ini juga sudah diamankan penyidik. Sebelum mereka ditetapkan jadi tersangka, kita sudah memeriksa sebanyak 24 orang saksi dari karyawan perusahaan, warga di tempat kejadian,” kata Almansyah.

Kelima tersangka akan dikenakan pasal 170 ayat ke-2 dan 3 KUHP dengan ancaman 12 tahun penjara. Untuk mendalami kasus ini, polisi telah memeriksa sebanyak sembilan orang security PT Asiatic Persada pada Kamis (6/3) dan Jum’at (7/3) lalu. Selain itu, Polda Jambi juga telah menerima laporan dan permohonan perlindungan hukum dari keluarga Puji pada Kamis (6/3) itu. (*/lee)

Tidak ada komentar: