Kamis, 16 Agustus 2012

Butet Manurung : Selamatkan Suku Rimba Dari Keterasingan Dunia

Saur Marlinang alias Butet Manurung.Foto Rosenman Manihuruk
Saur Marlinang alias Butet Manurung (43) tidak asing lagi bagi Rakyat Indonesia. Perempuan asal Sumatera Utara ini boleh dibilang lain dari perempuan biasa.  Mengabdikan diri bagi suku terasing di Indonesia ini, merupakan panggilan hidupnya.

“Hidupku sudah menyatu dengan suku Rimba (Suku Anak Dalam). Saya tidak bisa terlepas dari mereka. Mereka sudah bagian dari hidupku. Dimana pun aku berada, suku terasing adalah keluargaku semanjang hayat,” demikian kata alumnus Antropologi Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Jawa Barat ini kepada BATAKPOS.

Menurut Butet, keberadaan suku terasing di Indonesia boleh dikatakan mulai punah. Padahal suku tersebut merupakan aset Negara yang harus dilindungi dan mendapat perlakuan seperti masyarakat biasa lainnya.

Namun pada kenyataannya, tutur Butet, panggilan akrab Saur Marlinang suku terasing di Indonesia semakin terpinggirkan, bahkan habitat mereka sudah menjadi lahan penjarahan pelaku ilegal logging. Kondisi tersebut, membuat Butet Manurng merasa terpanggil untuk pendamping suku terasing, termasuk SAD yang bermukim di  Makekal Hulu Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Bangko Merangin Provinsi Jambi.

Sebagai wujud kepedulian Butet terhadap SAD, dirinya membentuk suati lembaga yang diberi nama ( Alternatif Education Community For Indigenous Forest People) pemberdayaan pendidikan alternatif Suku Anak Dalam (Rimba).

Disebutkan, SOKOLA di TNBD memang sangat berperan bagi perkembangan ilmu SAD. Memberikan sekolah alternatif bagi 5000 jiwa Suku Kubu yang bermukim di Makekal Hulu itu merupakan anugrah dan hidup bagi Butet Manurung.

Menurut wanita peraih penghargaan “ women of the year 2004 “ dari ANTV award ini, pemberdayaan SAD  meliputi pendidikan alternatif, pelayanan kesehatan, bercocok tanam, serta pengadaan penerangan pemukiman tenaga surya.

Saat ini, pihaknya telah melakukan pemberdayaan SAD di kawasanan TNBD sudah tujuh tahun lamanya. Dari hasil pembinaan yang mereka lakukan perubahan kultur suku anak Rimba sudah mulai tampak.

Setidaknya enam anak Rimba sudah dijadikan guru bagi komunitas SAD di kawasan seluas 50 ribu hektar tersebut. Mereka sudah dapat membaca, menulis dan bercocok tanam. Bahkan mereka sudah ada yang paham dengan teknologo komunikasi menggunakan HP.

“Selain memberi pendidikan alternatif, SOKOLA yang beranggotakan enam orang itu (Dodi Rokadian, antropolog asal Bandung, Indit antropolog dari Yogyakarta, Dani antropolog Unpad-Bandung, Willy Pendamping Bukit Tinggi, Irmansyah –Pendamping Jambi dan Butet Manurung sebagai guru besar) juga melakukan pelayanan kesehatan kepada para SAD,” katanya.

Disebutkan, SOKOLA juga menyediakan pembangkit listrik tenaga surya untuk penerangan pemukiman SAD. Ada 59 kelompok SAD yang bermukim di TNBD dengan jumlah jiwa sekitar 5000 jiwa.

Kata Butet, yang mengaku masuk ke Jambi tahun 1999 lalu ini, sejak melakukan pemberdayaan, mereka kesulitan terhadap penerangan dikawasan tersebut. Sebuah mesin diesel (genset) yang bahan bakarnya bensin dirasakan sangat sulit untuk dipertahankan. Hal karena harga bensin di kawasan itu melambung tinggi dari harga biasa.

Ditambahkan, gangguan atau kendala yang dihadapi SOKOLA selama berada di TNBD, terjangkit penyakit malaria. Namun, hal itu tidak sampai mengganggu aktivitas mereka karena dapat ditangani oleh petugas SOKOLA.

Menyinggung masalah dana penelitian dan pemberdayaan SOKOLA, Butet  menyebutkan, sumber dana mereka berasal dari salah satu yayasan luar negeri Global Environment Fasilitation (GEF). Selain itu juga dari sebuah lembaga UNDV (sejenis lembaga peduli pendidikan dunia- UNESCO).
 
Disisi lain Butet menuturkan, SAD juga sangat berperan dalam penyelamatan lingkungan dari penjarah. Namun, usaha yang dilakukan SAD masih terpinggirkan Pemerintah Provinsi Jambi.

Bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Senin 5 Juni 2006 lalu, Temenggung Tarib sebagai utusan Komunitas Suku Anak Dalam di Desa Pematang Kabau Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun memperolah penghargaan Kalpataru 2006 dari Bapak Presiden RI SBY di Istana Negara.

Kepedulian SAD terhadap pelestarian lingkungan hidup, sewajarnya mendapat perhatian serius dari Pemerintah Provinsi Jambi. Bahkan kini pemukiman mereka terusik dengan Program Perencenaan Pengelolaan Taman Nasional (TNBD). Semoga SAD selalu bagian dari masyarakat Jambi. Rosenman S Manihuruk (HP 0812 747 7587)

Tidak ada komentar: