Jambi, BATAKPOS
Unjukrasa : Anak-anak Komunitas Suku Anak Dalam (SAD) atau Suku Rimba yang juga ikut berunjukrasa di Kantor Gubernur Jambi baru-baru ini. Mereka turut memperjuangkan lahan mereka yang diserobot perusahaan perkebunan di Kabupaten Sarolangun dan Batanghari. foto batakpos/rosenman manihuruk
Kasus gizi buruk kini terdapat di komunitas Suku Adak Dalam (SAD) atau Suku Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Kabuten Batanghari, Provinsi Jambi. Sedikitnya terdapat 15 orang anak balita dari tiga kelompok SAD di Temenggung (kepala kelompok) Marituha, Temenggung Wakil Dulang dan Temenggung Nyenong, di sebelah timur TNBD, Batanghari.
Fasilitator Kesehatan KKI Warsi, Kristiawan kepada wartawan, Sabtu (17/3) mengatakan, kondisi ini ditemukan sejak setahun lalu. Namun diperkirakan kejadian ini bermula sejak tahun 1982 setelah datangnya perusahaan sawit PT Sari Aditiya Lokal dan PT Emal.
Lokasi kebun tersebut sebelumnya dijadikan sebagai tempat menggantungkan hidup bagi warga SAD. Kata Kristiawan, kini banyak balita warga SAD yang mengalami gizi buruk yang meninggal. Namun, hingga kini belum ada penanganan khusus yang dilakukan pemerintah untuk mengatasinya.
Disebutkan, Suku Anak Dalam yang tinggal di TNBD terbagi dalam 12 kelompok. Temenggung dengan jumlah jiwa 1.500 orang lebih. KKI Warsi sudah menyampaikan permasalahan itu kepada pemerintah Sarolangun dan Batanghari.
“Penyebab gizi buruk itu akibat sumber makanan sudah semakin sulit didapat, baik berupa hewan buruan atau umbi-umbian yang biasa mereka konsumsi. Tidak itu saja, bahkan obat-obatan biasanya bersumber dari alam juga tidak ada lagi. Sementara untuk mendapat pelayanan kesehatan dari pemerintah lokasinya jauh,”katanya.
Kristiawan menambahkan, bahwa pihaknya sudah melaporkan hal ini ke pemerintah, tetapi jawaban yang diterima tidak memuaskan. “Pemerintah hanya menjawab akan dibantu. Sedangkan Warsi sendiri telah memberikan bentuk bantuan sederhana bagi penderita anak gizi buruk dengan membagikan asupan tambahan, misalnya berbentuk susu,”katanya.
Kelompok Temenggung Jelitai yang bermukim di kawasan Desa Padangkelapa, Kecamatan Marosebo Ulu, Kabupaten Batanghari, juga mengalami nasib yang sama. Namun, balita penderita gizi buruk di sana tidak sebanyak yang dialami di Temenggung Marituha, Temenggung Wakil Dulang, dan Temenggung Nyenong.
“Kondisi anak-anak tersebut sangat memprihatinkan. Mereka memiliki perut buncit, mata cekung, dan rangka tulang yang menonjol sangat kentara. Kami juga menemukan kejanggalan. Ada semacam ketakutan dari petugas kesehatan untuk menangani para warga SAD yang sakit,”ujar Kristiawan.
Disebutkan, SAD sering ditolak, terutama oleh tenaga kesehatan dari puskesmas sekitar itu. Sementara, untuk masuk rumah sakit masih menemukan kendala karena dirumitkan sistem administrasi. Bahkan kartu Jamkesmas belum menyentuh SAD akibat tempat tinggal mereka yang tidak menetap.
“KKI Warsi sendiri sudah berusaha menyediakan kader tenaga kesehatan serta memberi penyuluhan langsung kepada warga terkait dengan masalah kesehatan. Namun, hasil dari usaha mereka belum maksimal. Kita berharap pemerintah untuk memberi kesempatan bagi warga SAD untuk mendapat Jaminan Kesehatan Masayarakat (Jamkesmas) atau Jamkesda sehingga mereka bisa terbantu dalam hal pelayanan kesehatan,”ujar Kristiawan.
Dikatakan, Temenggung Marituha juga mengeluhkan tentang jarak lokasi yang sangat jauh untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. “Bagaimana kami bisa berobat jika kami mengalami kesulitan untuk menjangkau tempatnya yang baru bisa ditempuh 1,5 jam menggunakan kendaraan sepeda motor. Itu pun jika kondisi tidak hujan,”ujar Temenggung Marituha, dikutip Kristiawan.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, Andi Pada saat dihubungi lewat telepon genggamnya, belum bersedia memberikan keterangan. RUK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar