Kamis, 30 April 2009

Penetapan Tersangka Korupsi di Jambi Sarat Dengan Pesanan


Jambi, Batak Pos

Penetapan tersangka pelaku tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi sarat dengan pesanan. Sejumlah tersangka korupsi hanya ditetapkan akibat ada intervensi oknum tertentu. Kejati Jambi dinilai tidak profesional dalam menangani kasus korupsi di Provinsi Jambi.

Demikian dikatakan Ketua Presedium LSM Gerakan Anti Korupsi (Garansi) Jambi, Ir Nasruel Yasir kepada Batak Pos, Selasa (28/4). Menurutnya, sejumlah tindak korupsi yang ditangani Kejati Jambi saat ini tidak melakukan penerapan hukum yang benar.

Seperti penetapan tersangka kasus pemotongan insentif altet KONI Jambi (Ketua Harian Koni Jambi Ir Nasrun Arbain), tersangka dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Kabupaten Tanjung Jabung Barat ( Direktur Utama PT. Tanjung Jabung Power (TJP), Bambang Sutedjo).

Disebutkan, penetapan kedua tersangka itu justru hanya ada dimuat media. Sementara yang bersangkutan tidak mendapatkan salinan suat penetapan sebagai tersangka. Kejati Jambi juga ditengarai mendapat intervenbsi pihak luar dalam mengusut kasus korupsi di Jambi.

Sementara itu, Direktur Utama PT. Tanjung Jabung Power (TJP), Bambang Sutedjo, kepada wartawan mengatakan, dirinya mengaku terkejut ditetapkan sebagai tersangka utama oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, terkait kasus pembelian sahan PT.TJP oleh Pemda Tanjung Jabung Barat.

"Saya sangat terkejut ketika mendengar kabar bahwa diri saya ditetapkan sebagai tersangka. Padahal waktu itu saya sedang berada di Jakarta dan sampai sekarang saya belum menerima surat resminya dari Kejati Jambi,"katanya.

Menurut Bambang, pertengahan 2003 Kabupaten Tanjung Jabung Barat mengalami krisis listrik. Bupati Tanjung Jabung Barat, Syahrial S kala itu menawarkan untuk membangun PLTG dengan bahan bakar gas buang dari beberapa perusahaan minyak di daerah tersebut.

Setelah survey dan mendapat izin dari berbagai pihak, dibangunlah PLTG di tanah seluas 2 hektar di Pematang Lumut. "Sampai selesai tahun 2005 menghabiskan dana sekitar Rp 60 miliar lebih, dengan modal saya 38 persen dan pinjaman ke bank 62 persen,"katanya.

Daya listrik yang dihasilkan PLTG ini dijual kepada PLN dengan harga yang cukup murah dibawah Rp 500/ kwh. PLN yang menyalurkan ke rumah-rumah warga Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kini masyarakat Tanjung Jabung Barat sudah menikmati kehadiran PLTG tersebut.

Setelah berjalan sekitar satu tahun, Pemkab Tanjabar berniat untuk membeli sebagian saham PT. TJP. Sebelum adanya pembelian dari Pemda, PT.TJP ekspos di hadapan DPRD dan para pejabat Pemda.

"Jadi pembelian saham oleh Pemda sebesar 20 persen, sudah disetujui kalangan DPRD pada waktu itu.
Akhirnya PT.TJP melepaskan sahamnya sebesar 20 % kepada Pemda Tanjung Jabung Barat. Pemda menunjuk BUMD yang mewakili Pemda. Total nilai uangnya sekitar Rp 12 miliyar. Dalam jual beli saham itu, tidak ada yang dirugikan, Pemda sepakat untuk membeli dan PT.TJP setuju untuk menjual,"katanya.

Disebutkan, dalam kasus itu, Bambang hanya sebagai penjual dan Pemda Tanjabar sebagai pembelinya. Masalah terlalu mahalnya harga saham yang ia jual kepada Pemda, itu kembali pada keputusan Pemda sendiri.

"Tidak ada ruginya Pemda membeli saham tersebut, karena sampai saat ini PLTG tersebut masih tetap beroperasi. Malahan pada tahun 2008 proyek PLTG ini sudah menghasilkan Deviden atau laba. Pemda dapat sekitar Rp 300 juta,"kata Bambang Sutejo sembari mengaku sangat sedih, niatnya yang ingin membantu masyarakat Tanjabar yang mengalami krisis listrik malah berbuntut dirinya menjadi tersangka. ruk

Tidak ada komentar: