Kamis, 12 Februari 2009

Pemerintah Provinsi Jambi Meragukan Penjualan Emisi Karbon

Jambi, Batak Pos

Pemerintah Provinsi Jambi kini meragukan penjualan emisi karbon yang ditawarkan oleh sejumlah Negara donor lingkungan hidup. Hingga kini belum ada aturan yang jelas mengatur perdagangan karbon (carbon trade) di Indonesia. Keragu-raguan pemerintah mulai muncul terhadap perdagangan karbon tersebut, khususnya di Provinsi Jambi.

Demikian dikatakan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Ir Budidaya kepada wartawan, Jumat (6/2). Menurutnya, mekanismen penjualan emisi karbon itu belum jelas.

“Kita juga tidak mau dimanfaatkan negara asing dalam perdagangan ini. Mereka mau beli karbon kita dengan harga murah, sementara emisi yang mereka keluarkan begitu besar,”kata Budidaya.

Dikatakan, jika suatu perusahaan besar asing berproduksi, hasil yang didapatkan milyaran dolar. Sementara, Negara Indonesia yang kaya akan hutan tropis hanya menyerap emisi buangan dari perusahaan tersebut dan diberi kompensasi yang sangat kecil 10 $ per Ton nya per tahun.

“Ini tentunya sangat merugikan rakyat. Belum lagi hitungan per ton tersebut belum jelas aturannya, dan bagaimana kompensasi bagi masyarakat sekitar hutan. Apakah mereka tidak bisa masuk hutan lagi. Selain itu, sebatas mana hak dan kewajiban rakyat, lalu apakah rakyat hanya menjaga hutan saja, dan bagaimana perkembangan pendidikannya kelak,”ujarnya.

Menurut Budidaya, aturan tersebut memang belum menemui titik terang hingga kini masih digodok di Jakarta. Bagaimana mekanisme perdagangan dan apa kompensasi bagi masyarakat.

Disebutkan, bahkan investor yang datang ingin membeli karbon di Jambi aturannya hingga kini belum jelas. Kekhawtiran muncul dibenak para pejabat pemerintahan, sehingga investor tersebut dicurigai sebagai broker (perantara Investor) yang akan mencari pembeli lagi dengan harga yang lebih tinggi.

“Pemerintah juga tengah mencari broker yang bisa bekerjasama agar negara tidak mengalami kerugian. Seperti kita ketahui, ketika kunjugan pangeran Charles ke Jambi melihat kawasan hutan yang dikelola PT REKI, saat itu kawasan tersebut tentunya menjadi tanggung jawab perusahaan itu untuk mengelola hutannya, dengan bantuan dari pemerintah Inggris,”ujarntya.

Disebutkan, yang menjadi pertanyaan, apakah nantinya Inggris akan mengklim kawasan tersebut miliknya sehingga dengan leluasa perusahaan mereka tidak mau memberikan kompensasi carbon trade terhadap perusahaan milik mereka.

“Siapa yang tahu apa dampak yang akan ditimbul dari penyerapan emisi buangan tersebut. Lalu adakah penelitian yang sudah dilakukan terhadap penyerapan karbon itu. Kita tunggu kejelasan pemerintah pusat dalam penyusunan aturan tersebut,”katanya. ruk

Tidak ada komentar: