Jumat, 13 Juni 2008

Pembalakan Liar Masih Marak di Tebo

Jambi, Batak Pos
Pembalakan kayu secara liar di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi hingga kini masih marak. Bahkan sebuah perusahaan yang duduga tidak memiliki ijin pemanfaatan kayu (IPK) PT Mahoni Agrosentosa (MAS) membabat hutan di seluas 500 hektar di Desa Sungai Keru, Kabupaten Tebo.

Teks Foto : Babat : Hingga kini aktifitas PT Mahoni Agrosentosa masih terus berjalan Tebo. Padahal pemerintah setempat sudah tidak memberikan ijin IPK kepada perusahaan. Aparat Polda Jambi diminta untuk menyelidiki aktifitas perusahaan tersebut, karena diduga sudah ilegal. Foto istimewa/batak pos.

Setiap harinya ribuan batang kayu log keluar dari areal dan dijadikan kayu jadi di sebuah sawmil (pabrik penggergajian kayu) di Desa Sungai Keru, Tebo milik Aheng dengan pelaksana dilapangan Eko. Aksi pembalakan liar di Tebo memperparah kondisi hutan Provinsi Jambi saat ini.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi, Feri Irawan kepada Batak Pos, Kamis (12/6) mengatakan, seluas 2, 8 juta hektar kawasan hutan alam di Provinsi Jambi rusak akibat dieksploitasi. Kerusakan hutan itu disebabkan eksploitasi untuk lahan transmigrasi dan hutan produksi. Hingga kini eksploitasi hutan alam di Jambi tidak terkendali.

Disebutkan, ijin PT Mahoni Agrosentosa harus ditinjau ulang karena sekarang ijin pemanfaatan kayu sudah dibebukan di wilayah Tebo. Ada kemungkinan pemanfaatan kayu hutan yang dilakukan PT Mohoni Agrosentosa itu adalah ilegal. “Hingga kini aksi pembalakan liar di Tebo masih marak,”katanya.

Disebutkan, eksploitasi hutan di Jambi tidak saja untuk pembukaan lahan transmigrasi, namun juga untuk HPH, Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) oleh perusahaan. Eksploitasi hutan Jambi juga maraknya pembangunan perkebunan karet dan kelapa sawit tanpa prosedur yang benar.

Menurut Feri, kawasan hutan yang terbentang darinTaman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) wilayah Barat dan Taman Nasional Berbak (TNB) wilayah Timur Provinsi Jambi, merupakan kawasan hutan yang berfungsi sebagai tangkapan air dan sebagai tempat hidup fauna dan flora.
Dikatakan, laju kerusakan hutan di Provinsi Jambi tidak terbendung akibat kebijakan pembangunan yang mengabaikan kelestarian lingkungan khususnya keberadaan hutan alam. Kebijakan tampak dari masih terus terjadinya pengalihan fungsi hutan menjadi areal transmigrasi, perkebunan dan penebangan kayu untuk industri.

Menurut Feri, sejak otonomi daerah diberlakukan, alih fungsi hutan di Provinsi Jambi terus terjadi. Bahkan pengalihan hutan alam semakin tidak terkendali akibat kebijakan pemerintah kabupaten yang menjadikan sektor kehutanan dan perkebunan sebagai andalan sumber pendapatan daerah yang cepat dan mudah.

Ditambahkan, hingga saat ini sekitar 246.133 hektare kawasan hutan alam di Provinsi Jambi sudah berubah menjadi areal transmigrasi. Kemudian, hutan yang berubah fungsi menjadi perkebunan karet sekitar 558.570 hektare, kebun sawit (597.178 hektare), HPH (947.054 hektare), HPHTI (349.408 hektare) dan areal lahan tidur sekitar 110.917 hektare.

Menurutnya, kawasan hutan yang rusak dan beralih fungsi itu tidak hanya terdapat di kawasan hutan rakyat dan hutan alam, tetapi juga meluas ke kawasan hutan penyangga dan bagian taman nasional.

Seperti ribuan hektar kawasan TNKS akan dijadikan lahan pembangunan PLTA Kerinci. Selain itu juga terjadi di TNBD, TNB dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).

“Hingga Juni 2008 ini, 80 persen luas kawasan hutan di Provinsi Jambi rusak parah atau seluas 1,4 juta hektar. Kondisi hutan tersebut pun kian terancam jika eksploitasi hutan di daerah tidak dihentikan. Analisis data citra satelit mencatat 93.333 ha hutan Jambi lenyap setiap tahun. Hanya tersisa 22 persen hutan di Jambi,”katanya. ruk

Tidak ada komentar: