Selasa, 18 Maret 2008

Dua Tahun Kemas Yahya Rachman Jabat Kejati Jambi

Pengusutan Kasus Korupsi di Jambi Tebang Pilih


Jambi-Ujung karier Kemas Yahya Rachman SH kini kandas ditangan Kejagung RI. dua tahun mejabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, namun pengusutan kasus dugaan korupsi yang dilaporkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Jambi hanya tebang pilih. Bahkan ada lima kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat sempat menyita perhatian masyarakat Jambi. Namun tindak langsung pengusutannya tak sepereti yang diharapkan.Pengusutan kasus korupsi dibawah kepemimpinan Kemas yhya Rachman masa jabatan tahun 2006-2007, terkesan tebang pilih. Bahkan perang statemen dimedia massa antara Pengadilan Negeri (PN) Jambi dengan Kejati Jambi membingungkan masyarakat.Demikian dikemukakan Ketua Presedium LSM Gerakan Anti Korupsi (Garansi) Jambi, Ir Nasrul Yasir kepada Batak Pos, Selasa (18/3) menanggapi pencopotan Kemas Yahya Rachman dari jabatannya sebagai Jampidsus di Kejagung RI. Menurutnya, kasus-kasus yang ditangani Kemas Yahya Rachman ketika menjabat Kejati Jambi antara lain, kasus dugaan korupsi proyek pembangunan kawasan taman wisata dan rekreasi taman "Rimba" arena eks MTQ (Water Boom Park) Jambi senilai Rp 6,5 milyar dari APBD Provinsi Jambi 2005. Proyek ini dianggarkan sebesar Rp.120 milyar dari APBD dengan pola multi years, alokasi dana APBD 2005 telah dianggarkan Rp 20 milyar. Bahkan dana sekitar Rp 6,5 milyar tersebut sudah cair dari APBD 2005.Disebutkan, dalam kasus water boom, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi, Drs H.A.Chalik Saleh MM bolak-balik diperiksa Kejati Jambi saat itu. Bahkan Pejabat Sementara Gubernur Jambi saat itu, Sudarsono, juga ikut diperiksa.Bahkan Ketua DPRD Provinsi Jambi H Zoerman Manap diduga menerima cek tunai Rp100 juta dari terdakwa kasus water boom Sudiro Lesmana (rekanan proyek). 30 koalisi LSM di Jambi sempat berunjuk rasa mendesak Kejati Jambi untuk mengusut dugaan suap tersebut.Dalam kasus ini, Syamawi Darahim, Mantan Kadis Kebudayaan dan Parawisata Provinsi Jambi divonis bebas oleh PN Jambi karena tidak terbukti merugikan negara. Sementara Aken Purba, pimpinan pelaksana proyek (Pinlak) divonis 3 tahun penjara karena terbukti menyalahi administrasi. Sementara terdakwa Sudiro Lesmana, direktur rekanan proyek tersebut dituntut 6 tahun penjara. Sedangkan empat terdakwa lainnya masih dalam tahap persidangan keterangan saksi-saksi. Menurut Syamawi di persidangan kala itu, lolosnya proyek water boom pada APBD 2005, tidak terlepas dari keterlibatan 11 anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2005 lalu. Surat eksekutif kepada legislative tentang rekomendasi proyek itu dibubuhkan tanda tangan oleh Ketua DPRD Zoerman Manap (Golkar), dua Wakil Ketua dan beberapa anggota dewan. Namun tudingan yang dialamatkan kepada 11 anggota dewan tersebut tidak cukup bukti. Kesaksian Syamawi Darahim di persidangan tak cukup untuk mengusut ulang keterlibatan oknum dewan tentang dugaan uang suap Rp 2,5 miliar yang diterima beberap oknum dewan tersebut.Selain kasus water boom, beberapa kasus dugaan korupsi yang diusut Kejati Jambi dibawah komando Kemas yahya Rachman antara lain, kasus dugaan korupsi pengadaan empat unit mesin daur ulang aspal Merk Aston Cook 043 Made in Korea senilai Rp.7.600.000.000.Proyek pengadaan empat unit mesin yang dibeli rekanan PT.Bangun Jaya Padaengka Sukses melalui PT.Sakalino Fajar Mas Cabang Surabaya telah terjadi penggelembungan harga. Mesin daur ulang tersebut disinyalir terjadi penggelembungan dana (mark-up) sebesar Rp.6.200.000.000. Karena sesuai dengan Dana Alokasi Satuan Kerja (DASK) APBD 2003, harga satu uni mesin hanya Rp.350 juta.Di dalam penawaran pembelian mesin tersebut Rp 650 juta per satu unit. Namun penawaran yang diajukan ke Gubernur Jambi seharga Rp.1,4 miliar per satu unit. Harga penawaran itu disahkan pada APBD 2004. Proyek itu tidak melaluia tender, namun dilakukan dengan penunjukan langsung. Pengusutan kasus ini terkesan di peti eskan.Kinerja Kejati Jambi dalam mengusut kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gedung perwakilan Jambi di Jakarta (Mes Jambi) di Jalan Cidurian No 17 Jakarta Pusat dinilai gagal. Akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil langkah-llangkah pengusutan kasus yang merugikan keuangan negara senilai Rp 5 miliar dari Rp 32 milyar total anggaran.Dalam kasus ini, Sekda Provinsi Jambi Chalik Saleh dan Sudiro Lesmana (rekanan) dijadikan sebagai tersangka. Kini KPK memeriksa intensif Chalik Saleh di Jakarta. Bahkan Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin dan sejumlah pejabat Provinsi Jambi diperiksa KPK.Kasus dugaan korupsi yang diusut Kejati Jambi banyak yang tidak tuntas. Seperti kasus dugaan korupsi pembangunan mess satuan polisi reaksi cepat (SPORC) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi senilai Rp 1 milyar dari APBN 2006. Kejati Jambi kini menetapkan ketua panitia pengadaan lahan, Purwanto sebagai tersangka.Dalam pengusutan dugaan korupsi pembelian lahan itu, penyidik Kejati Jambi telah memeriksa beberapa orang diantaranya, Kepala BPN Muarojambi, Bendahara KSDA, Camat Jambi luar Kota, dan kepala desa Mendalo Darat, Muarojambi. Namun hingga kini tidak ada perkembangan lebih lanjut.Kemudian pengusutan kasus dugaan korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di Unit 22 Kecamatan Sungaibahar, Kabupaten Muarojambi senilai Rp.4 miliar. Mantan Bupati Muarojambi, Drs As'asd Syam dan pemilik PT.Cipta Pesona Usaha, Sudiro Lesmana, Direktur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Muarojambi, Syarifuddin dijadikan sebagai terdakwa.Dalam kasus dugaan korupsi PLTD Sungaibahar, Penyidik Kejati Jambi telah memeriksa Ketua DPRD Kabupaten Muarojambi, H Nawawi Hamid, mantan Sekda yang kini menjabat Wakil Bupati Muarojambi, Drs Mucktar Muis. Hingga kini surat izin pemeriksaan Muchtar Muis dari Presiden tak kunjung turun.Gebrakan Kemas Yahya Rachman sewaktu menjabat Kejati Jambi, banyak tidak terbukti dalam pengusutan kasus dugaan korupsi tukar guling (Ruislag) asset PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II dengan Pemerintah Provinsi Jambi, yang kini telah dibangaun sebagai pusat perbelanjaan terbesar di Kota Jambi (Wiltop Trade Centre-WTC).Bahkan pengusutan kasus dugaan korupsi tersebut telah bergulir sejak tahun 2004 lalu. Bahkan Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi sudah berganti sebanyak empat kali. Hingga awal 2008, pihak Penyidik Kejati Jambi sedikitnya telah memintai keterangan kepada 15 orang saksi. Namun pengusutan kasus tersebut tetap saja jalan ditempat.Menurut Ketua LSM Yayasan Citra Bina Mandiri, Pahrin Efendi, skandal tukar guling asset PT.Pelindo dengan Pemprov Jambi banyak menemui kejanggalan. Selain harga tanah dijual sangat murah, kuat dugaan perusahaan mitra Pemprov Jambi untuk melalukan kerja sama pemanfaatan asset yakni PT.Simota Putra Parayudha (PT SPP) adalah fiktif.Disebutkan, perjanjian bentuk kerjasama adalah kerja sama operasi (KSO). Selanjutnya, kedua belah pihak secara bersama-sama atau bergantian mengelola manajemen, dan proses operasionalnya, keuntungan dibagi sesuai besarnya sharing masing-masing. Seharusnya Pemprov Jambi memperoleh keuntungan 80 persen.Dalam kersama tidak mengatur jangka waktu pengguna usaha. Sedangkan sesuai dengan Kepmendagri No.11 tahun 2001 dinyatakan bahwa jangka waktu pengelolaan pengguna-usahaan paling lama 25 tahun sejak dimulai masa pengoperasian. " Dengan adanya joint venture pada PT.Batanghari Propertindo (BP) maka seolah-olah status tanah akan menjadi milik/asset PT.BP. Artinya, bahwa penyertaan saham para direksi dan komisaris khusus yang berasal dari kalangan Pemprov Jambi, adalah bersifat pribadi. Hal ini dinyakini tidak terawasi oleh institusi pengawas operasional terhadap pembagian keuntungan dari bisnis itu," kata Pahrin.Lima pejabat Jambi yang pernah diperiksa Kejati Jambi adalah, Kepala Biro Perlengkapan Provinsi Jambi, Akmal Tyaib, Kabiro Hukum Setda Provinsi Jambi, Fauzi Syam MH dan Kepala Cabang PT.Pelindo II Jambi, Kusbiantoro, Staf ADM Pelindo II Jambi, M Iqbal serta Kepala Biro Hukum PT.Pelindo II Jakarta, Armen Amir. Hingga saat ini kasus tersebut diam.Puluhan aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Anti Korupsi Jambi (KAKI) pernah melaporkan (5/5/2006) dugaan korupsi yang melibatkan mantan Ketua DPRD Batanghari Periode 1999-2004), Burhanuddin Mahir SH. (BM).KAKI melaporkan sepuluh kasus dugaan korupsi yang melibatkan BM yang menelan kerugian uang Negara sekitar Rp 8,4 milyar lebih. Jumlah tersebut berasal dari anggaran biaya rutin dan pembangunan di DPRD Batanghari tahun anggaran (TA) 2001, 2002, 2003, 2004.Disebutkan, kasus dan modus operandi penyimpangan uang Negara tersebut yakni tunjangan kesejahteraan DPRD Batanghari TA 2000/2001 sebesar Rp 401.250.000, biaya penunjang kegiatan DPRD Batanghari TA 2000/2001, alokasi penggunaan belanja rutin pos DPRD Batanghari TA 2001 Rp 709.364.600.Selain itu, penyimpangan pengeluaran tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) DPRD Batanghari TA 2001/2002 sebesar Rp 43.902.000, biaya penunjang kegiatan DPRD TA 2002, 2003, 2003 sebesar Rp 324.107.750, biaya ongkos kantor dan biaya pemeliharaan kenderaan bermotor pada pos secretariat DPRD Batanghari Rp.1.010.613.915.Karena tidak digubris di Kejati Jambi, KAKI akhirnya melaporkan kasus itu ke KPK. KAKI meminta KPK mengusut mantan Burhanuddin Mahir (BM) SH dan Sekretaris Dewan DPRD Batanghari Asrarudin S.Pd periode 1999-2004.Sementara berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Palembang tahun anggaran 2001 s/d 2004, ditemukan kerugian uang Negara sebesar Rp 6.602.470.904,073 pada APBD Batanghari tahun anggaran (TA) 2000 s/ 2004. Penyimpangan uang Negara dengan modus mark-up anggaran biaya rutin DPRD Batanghari.Hingga pergantian Kejati Jambi dari Kemas Yahya Rachman SH MH kepada Kajati Jambi baru, Sutiyono, (16/5/2007), belum ada gebrakan pengusutan kasus dugaan korupsi di Jambi. (Lee)

Tidak ada komentar: