Selasa, 28 Januari 2014

SUPIR TRUK BATUBARA MAKIN NEKAT, Ketika Perda dan Pergub Menuai “Massa”



Aksi blokir jalan oleh ratusan sopir angkutan batubara di depan kantor Gubernur Jambi, Selasa (21/1) adalah fakta sebagai perlawanan ratusan supir truk terhadap penerapan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2012 dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 18 serta Peraturan Bupati (Perbup) tentang pengaturan pengangkutan batubara. Solusi angkutan truk batu bara hingga kini semakin tak jelas. Pemerintah tetap ngotot para pengusaha membangun jalan truk batubara sendiri.  
Unjukrasa ratusan supir truk batubara di Kantor Gubernur Jambi Selasa 21 Januari 2014. Foto Edwin Harian Jambi

ROSENMAN MANIHURUK, Jambi

Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Provinsi Jambi melakukan rapat tertutup di Rumah Dinas Gubernur Jambi, Selasa (21/1) pagi. Dalam rapat diputuskan bahwa Perda Nomor 13 Tahun 2012, Pergub Nomor 18 dan Perbup tentang angkutan batubara adalah harga mati dan tetap diberlakukan.

Mendengar putusan rapat itu, ratusan sopir truk batubara pun beraksi. Mereka melakukan pemblokiran jalan di kawasan Simpang Rimbo dan Paal 10, Kota Jambi. Pemblokiran dilakukan sebagai aksi protes sopir terhadap hasil keputusan rapat Gubernur Jambi HBA bersama Formompinda.

Dengan rasa risau, Kepala Biro (Karo) Humas dan Protokol Setda Provinsi Jambi Rahmat Hidayat didampingi pejabat lainnya di bawah pengawalan ratusan polisi dan Satpol PP, menyampaikan hasil rapat Gubernur dan Forkompinda di hadapan para sopir batubara yang melakukan aksi unjukrasa di kantor Gubernur Jambi, Telanaipura Kota Jambi.

“Hasilnya, pertama, Perda Nomor 13 dan peraturan lainnya adalah harga mati dan tetap ditegakkan. Kedua, jalur pengangkutan atau rute tetap seperti biasa dan tidak ada perubahan sama sekali. Para sopir harus berkoordinasi langsung dengan bupati masing-masing,” ujar Rahmat.

Mendengar keputusan itu, spontan para sopir batubara beringas. Suasana sempat memanas dan terjadi aksi dorongan-dorongan dengan aparat keamanan. Bahkan, para pedemo nekat mau membakar kendaraan berpelat merah. Namun aksi tersebut langsung dicegah oleh aparat keamanan.

Tak puas sampai di sini, ratusan sopir batubara langsung bergerak untuk melakukan pemblokiran jalan. Sambil bergerak meninggalkan kantor gubernur, pendemo langsung menolak dan berteriak untuk tidak menerima sama sekali penyampaian tersebut.

Kordinator unjuk rasa supir truk, Toni, mengatakan pihaknya kecewa dengan keputusan yang disampaikan pemerintah. Pasalnya, dari keputusan tersebut tidak ada solusi konkret. Pemerintah tetap menegakkan Perda tetapi para sopir tetap tidak ada solusi jelas mau operasi.

“Kita sangat kecewa dengan HBA. Kita tetap tidak terima. Kami tidak takut dengan pemerintah. Kami tetap blokir jalan, sampai HBA meninjau kembali keputusan ini,” kata Toni.

Begitulah sekelumit aksi sopir truk yang menjadi “korban”  Perda Nomor 13 Tahun 2012, Pergub Nomor 18 dan Perbup tentang pengaturan pengangkutan batubara. Aksi serupa juga pernah dilakukan para supir truk Mei 2012 lalu.

Bahkan Sekda Provinsi Jambi Ir Syahrasaddin pernah menuding pers sebagai pembuat polemik soal angkutan truk batubara di Provinsi Jambi.

Bahkan wartawan di Jambi menjadi sempat kambing hitam Pemerintah Provinsi Jambi terkait dengan polemik angkutan batubara serta desakan moratorium tambang batubara di Provinsi Jambi. Di saat munculnya pro-kontra dari masyarakat dan para sopir soal batubara tersebut, Pemprov Jambi justru menyalahkan wartawan.

Wartawan yang menyajikan berita tentang polemik angkutan batubara di Provinsi Jambi  dituding sebagai “biangkerok”  memperkisruh suasana dari para sopir dan masyarakat dan LSM.

Hingga kini solusi terhadap angkutan batubara di Jambi tak kunjung ada. Bahkan sebelumnya diwacanakan pengusaha batubara di Provinsi Jambi membangunan jalan sendiri untuk truk batubara. Namun hingga kini wacana itu hanya tinggal wacana belaka.

Sebelumnya, Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus (HBA), menegaskan sejak per 31 Desember 2012 lalu  truk batubara tidak diperbolehkan lewat jalan umum tetap diberlakukan. Pihaknya juga tengah melakukan kajian hukum terkait akan diberlakukannya moratorium tersebut.

Disebutkan, sejumlah produksi batubara sejak tahun 2007 hingga Mei 2012 lalu di Provinsi Jambi mencapai 21,7 juta metrik ton. Jika dihitung dengan harga standar batubara di pasaran, USD 112/ton, maka penjualan batubara dari Provinsi Jambi sudah menembus angka Rp 24 triliun. Namun hingga kini pengusaha yang berjanji membangun jalan khusus angkutan batubara di Jambi masih sebatas wacana.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi juga masih meragukan komitmen 350 perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di Provinsi Jambi untuk melakukan reklamasi lahan. Dari jumlah perusahaan itu kini sudah ada yang eksploitasi dan eksplorasi.

Cabut Izin Pertambangan

DPRD Provinsi Jambi mendesak pemerintah pusat, daerah untuk mencabut ijin perusahaan pertambangan illegal di Provinsi Jambi. Kini terdapat 296 perusahaan pertambangan di Provinsi Jambi yang belum memiliki ijin resmi sehingga merugikan Pemerintah Provinsi Jambi ratusan miliar rupiah.
 
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, H Halim mengatakan, kontribusi pertambangan ini diyakini tidak dinikmati masyarakat secara merata, khususnya di lokasi proyek.

“Komisi III DPRD Provinsi Jambi, meminta Pemprov Jambi mengambil langkah tegas menertibkan ijin-ijin pertambangan tersebut. Jika memang ilegal, segera cabut saja ijinnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Enegeri Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi menjadi bukti bahwa pertambangan di Jambi merugikan pemerintah dan masyarakat,” katanya.

Disebutkan, dari 386 izin yang ada hanya 90 saja yang lengkap. Artinya, yang lainnya tentu hanya mengeruk tanpa memberikan hasil kepada pemerintah, apalagi terhadap masyarakat. Sementara kerugian akibat aktivitas pertambangan ini sangat besar sekali.

“Seperti contoh kerusakan jalan akibat kendaraan yang melebihi tonase, kemudian, lobang-lobang besar dan hancurnya kawasan hutan akibat penggalian tambang ini. Nah tidak ada satupun yang menguntungkan masyarakat. Kenapa kita harus pertahankan,” katanya.
Menurut Halim, Pemprov Jambi segera menyikapi masalah ini. Jika lebih besar kerugian, maka pihaknya meminta sebaiknya pertambangan di Jambi Provinsi Jambi dihentikan. “Perlu moratorium,”katanya.

Wakil Gubernur (Wagub) Jambi, Fachrori Umar juga menyayangkan banyaknya ijin pertambangan ilegal. Wagub menegaskan ijin yang tidak lengkap ini akan di evaluasi lagi dan dicabut.

“Kita akan evaluasi, jika tidak jelas kita akan cabut izin-izinnya. Saya juga meminta truk batubara untuk berhenti melintasi jalan Kota Jambi, selain merusak jalan, kendaraan ini juga merusak pemandangan Kota Jambi. Memang seharusnya distop. Mereka jangan melawan masyarakat,” tegasnya.

Seorang pengamat hukum lingkungan Fakultas Hukum Universitas Jambi, Helmi mengatakan, seharusnya pemerintah sudah dari dulu melakukan moratorium pertambangan di Provinsi Jambi.

“Ini persoalan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sudah seharusnya pemerintah melakukan moratorium dan evaluasi ijin pertambangan saat ini juga. Jika dibiarkan, akan berdampak buruk bagi pemerintah dan masyarakat di Provinsi Jambi,”kata Helmi.

Disebutkan, Pemerintah Daerah (Pemda) Jambi seakan tidak berdaya menghadapi para pengusaha batubara. Buktinya, ijin batubara terus bertambah, kerusakan jalan di Provinsi Jambi makin parah. “Ironis memang ketika kondisi ini terjadi, Gubernur Jambi justru menanggapi tuntutan moratorium penerbitan ijin sulit dilakukan,” katanya.

Disebutkan izin usaha pertambangan di Provinsi Jambi hanya tersebar di delapan kabupaten, yakni Kabupaten Bungo, Tebo, Merangin, Sarolangun, Batanghari, Muarojambi dan Kabupaten Tanjabarat.

Untuk batubara terbesar di Kabupaten Batanghari sebanyak 86, kemudian Sarolangun 69, Tebo 59, Muarojambi 39, Bungo 24, Tanjabbarat 21, dan Merangin 4. Sedangkan pertambangan biji besi terbanyak di Sarolangun sebanyak 3, kemudian disusul Merangin 2 dan Bungo 2.

Disebutkan, dana bagi hasil (DBH) pertambangan paling banyak dari tambang batubara yang mencapai 95 persen yang diperolah dari IUP batubara. Total PNBP kegiatan pertambangan mineral dan batubara untuk iuran tetap dan royalty se Provinsi Jambi cukup besar.
“Dari 386 perusahaan, iuran tetapnya sebesar Rp 119.765.477.000 dan 742.500 Dolar AS. Selain itu dari PKP2B, iuran tetap sebesar Rp 17,500 miliar dan royalty 11.328 Dolar AS. Ada aturan pembagian royalty, jika ijin dari kabupaten maka iuran tetap 20 persen untuk pusat, 16 persen untuk provinsi dan 64 persen untuk daerah penghasil,”katanya.

Disebutkan, jumlah IUP yang ada di Provinsi Jambi yakni 261 IUP dan sudah eksplorasi 125. IUP itu yakni Provinsi Jambi 1 IUP, Kabupaten Bungo 27 IUP dan 42 titik eksplorasi, Tebo 45 IUP 14 eksplorasi, Merangin 12 IUP 4 eksplorasi, Sarolangun 52 IUP 30 eksplorasi, Batanghari 86 IUP 10 eksplorasi, Muarojambi 32 IUP 10 eksplorasi dan Tanjabar 6 IUP dan 15 sudah eksplorasi. (*/lee)

***

Bupati Arahkan Angkutan Batubara ke Sungai Batanghari

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jambi meminta para Bupati di Provinsi Jambi untuk mengarahkan angkutan batubara melalui jalur Sungai Batanghari. Sejak tertanggal 1 Mei 2012 Pemprov Jambi menerapkan peraturan pelarangan angkutan batubara yang menggunakan truk tronton.

Pembatasan truk tronton yang membawa batubara sudah di rapatkan seluruh unsur musipada yang ada di Jambi. Pemprov Jambi hanya membolehkan truk PS dan engkel untuk mengangkut batubara, sementara setiap tambang perharinya diperbolehkan jam 6  sore sampai jam 6 pagi.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jambi, Ir Berhard Panjaitan MM mengatakan, Pemprov Jambi sudah menyosialisasikan Pergub Nomor 13 tahun 2012 tentang Pegawasan dan Pengendalian Angkutan pada Jembatan Timbang.

“Kemudian peraturan daerah Provinsi Jambi Nomor 10 tahun 2011 tentang Perubahan atas Perda Nomor 8 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Jalan untuk Angkutan Hasil Tambang, Hasil Perkebunan dan Angkutan Barang,”katanya.

Pemprov Jambi masih menangguhkan penandatanganan kesepakatan dengan pengusaha batu bara dan CPO. Surat itu berisi pernyataan dari para pengusaha, diantaranya berisi tentang kegiatan usaha yang sesuai izin dan tempat yang telah ditetapkan dengan memperhatikan lingkungan, dan mematuhi rute jalan yang ditentukan dan kepatuhan  terhadap tonase kendaraan.

Disebutkan, penangguhan itu dikarenakan pemerintah akan kembali mengkaji peraturan hukum tentang pelarangan penggunaan mobil tronton yang dinilai menjadi salah satu penyebab kerusakan dan kemacetan jalan di Jambi.

Sementara pada (Peraturan Gubernur) Pergub nomor 13 tahun 2012 tentang pegawasan dan pengendalian angkutan pada jembatan timbang dan peraturan daerah Provinsi Jambi disebutkan bahwa pengemudi/pengusaha jasa angkutan yang melanggar berat muatan lebih dari 5 persen dari batas yang telah ditentukan akan diberi sanksi denda Rp 400.000 per ton dan muatannya dibongkar dan truk tersebut kembali ke tempat asal.

Anggota DPRD Provinsi Jambi, H Mardinal mengatakan, DPRD Provinsi Jambi secara umum mendukung moratorium batu bara yang ditegaskan Gubernur Jambi.

Pengusaha batubara yang beroperasi di Provinsi Jambi diminta untuk tidak membandel soal moratorium (penghentian) angkutan batu bara lewat jalan darat menuju pelabuhan Talang Duku, Muarojambi.

Pengusaha batu bara jangan hanya mencari alasan-alasan soal pemberlakuan moratorium tersebut. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi juga diminta segera untuk menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait moratorium batu bara tersebut, sehingga memiliki kekuatan hukum dalam menerapkannya.

Selamat ini pengusaha batubara hanya mendapatkan untung yang sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan pelestarian lingkungan hidup. Kerusakan jalan sudah parah oleh angkutan batu bara yang melintas hingga ke jalur kota.

 “Pemprov Jambi sudah mencari solusi dalam menerapkan moratorium tersebut. Jangan ada lagi lasan-alasan pengusaha yang memboncengi para sopir dan pekerja lainnya untuk melakukan perlawanan terkait dengan moratorium angkutan batu bara lewat jalan umum. Angkutan batu bara lewat pontoon di Sungai Batanghari sudah solusi yang terbaik,” kata Mardinal.

Menurut Mardinal, pengusaha harus memikirkan dampak kerusakan yang diakibatkan angkutan truk batu bara di jalan umum. Bahkan dampak negatif terhadap masyarakat sangat terasa saat angkutan itu melintas di jalan umum.

Stokfile Batubara Terendam

Banjir yang melanda Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi sepekan terakhir telah menenggelamkan semua stokpile (lahan penyimpanan) batubara yang berada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Batanghari.

Pengamatan menunjukkan, di sepanjang Sijenjang, Kemingking, Talang Duku, dan sejumlah wilayah lainnya, tampak air menggenangi stokpile yang ada di pinggiran Sungai Batanghari.

Bahkan jalan-jalan menuju stokpile juga tergenang banjir. Akibatnya, tak ada satu pun truk pengangkut batubara yang masuk ke stokpile.

“Kira-kira dua pecan ini stokpile sudah kebanjiran dua kali. Sebulan yang lalu kebanjiran, lalu surut, dan sepuluh hari terakhir kembali tenggelam,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Provinsi Jambi, Mirza Haviz.

Menurut Mirza Haviz, gara-gara banjir ini, aktivitas penumpukan batubara ke stokpile lumpuh. Dia berharap banjir segera surut agar penumpukan batubara bisa segera normal.

Sementara angkutan truk batubara menuju stokfile di DAS Sungai Batanghari juga lumpuh akibat jalan akses di Jalan Baru Jambi Timur menuju Pelabuhan Talang Duku terendam banjir. Seluruh kegiatan angkutan batu bara dan penumpukan stokfile batu bara lumpuh total. (lee) (BERITA INI SUDAH NAIK CETAK DI HARIAN JAMBI EDISI 22 JANUARI 2014)




Tidak ada komentar: