Kamis, 16 Januari 2014

Segera Jerat Tersangka Kasus Proyek Air Bersih Senilai Rp 408 Miliar di Tanjung Jabung Barat yang Terbengkalai

Dana Proyek Air Bersih Mengalir ke 17 Rekanan


© Andri Damanik / Harian Jambi
TERBENGKALAI: Pemasangan pipa proyek air bersih Kabupaten Tanjung Jabung Barat di Parit 11, Desa Bram Itam, Kecamatan Bram Itam. Sampai saat ini, proyek bernilai ratusan milyar ini belum selesai.
JAMBI - Ini kabar terbaru terkait mega proyek air bersih Tebingtinggi-Kualatungkal, Tanjung Jabung Barat. Ternyata, dana miliran rupiah itu mengalir ke rekening 17 perusahaan, baik perusahaan yang berbasis di Jambi maupun Jakarta. Dana terbesar mengucur ke PT Batur Artha Mandiri (BAM), yakni sebesar Rp 146,12 miliar. 

PT BAM diketahui sebagai salah satu perusahaan yang dalam audit on call BPK Perwakilan Jambi tahun 2011 disebut sebagai perusahaan yang harus dikenai sanksi denda sebesar Rp 7,56 miliar. Penyebabnya, PT BAM sebagai pemegang kontrak induk senilai Rp 151,34 miliar, tidak mampu menyelesaikan sebagian pekerjaan. 

BACA SELENGKAPNYA

Di antara pekerjaan yang tidak beres sampai masa pengerjaan habis adalah pembangunan 13 unit jembatan penyeberang pipa dengan panjang dan nilai kontrak berbeda-beda. Lainnya, pekerjaan reservoir, rumah jaga dan rumah genset di Teluknilau serta pemasangan pipa 300 mm. Terdapat 431 batang pipa yang belum terpasang pada saat pengecekan fisik di lapangan. 

“Atas pekerjaan yang tidak selesai tersebut, yang telah melebihi 50 hari, PT BAM belum dikenakan sanksi denda maksimal sebesar Rp 7,56 miliar,” ungkap BPK dalam laporan hasil audit itu. Nilai denda sebanyak itu merupakan lima persen dari nilai kontrak. 

Dari berbagai data yang dihimpun Harian Jambi, proyek air bersih itu menelan dana sampai Rp 408 miliar. Namun, dalam laporan hasil audit  BPK, anggaran proyek sarana air bersih Tebingttinggi-Kualatungkal itu ditetapkan “hanya” sebesar Rp 275,7 miliar. 

Sebagian dana dibuat dengan pola tahun tunggal, yakni periode 2007-2008. Sedangkan sejak 2009-2010 dianggarkan dengan pola tahun jamak (multi years). Dana sebanyak itu mengalir ke dua konsultan perencana, lima konsultan pengawas dan delapan kontraktor pelaksana. Konsultan perencana, yakni PT Tirimitra Tujuatama dan PT Virama Karya masing-masing menghabiskan Rp 744,8 juta dan Rp 737,6 juta.
Sedangkan konsultan pengawas adalah PT Cipta Bina Tirta Konsultan (Rp 393,58 juta), PT Mega Citra  Consultants (Rp 479,67 juta), CV Ariman Consultants (Rp 98,56 juta), CV Geo Teknik Prima Raya (Rp 197,78 juta) dan PT Mega Citra Consultants (Rp 707 juta). 

Sedangkan di deretan kontraktor pelaksana dibagi ke dalam sejumlah lingkup pekerjan sejak 2007 sampai 2010, mulai dari intake, pipa jaringan, reservoir. Di antaranya tersebut nama PT Bina Konsindo Persada (Rp 6,93 miliar), PT Sakti Nusaindo Perdana (Rp 48,77 miliar dan Rp 24,12 miliar), PT Simbara Kirana (Rp 24,20), PT Delima Raya Merdeka (Rp 4,1 miliar), PT Demang Karya Mandiri (Rp 1,48 miliar), PT Antara Konstruksi (Rp 4 miliar), PT Cahaya Rembulan (Rp 1 miliar), CV Jati Diri (Rp 449 miliar) dan PT Batur Artha Mandiri (Rp 146,12 miliar). 

Aktivis anti-korupsi dari LSM Garansi Jambi, Nasroel Yasir, menyayangkan tidak adanya kejelasan terhadap masalah megaproyek air bersih yang terbengkalai ini. Menurut Nasroel, Polda dan Kejati Jambi harus menurunkan tim untuk menemukan kejelasan kasus ini. “Sudah bertahun-tahun proyek ini disuarakan para pegiat anti-korupsi,” ujar Nasroel, Kamis (14/11). 

Menurutnya, indikasi kerugian negara yang ditemukan oleh KPK sebesar Rp 1,10 miliar bisa menjadi entry point bagi aparat penegak hukum untuk menelisik kasus ini lebih jauh. Dengan menurunkan tim, kata dia, kejaksaan dan kepolisian juga akan memperoleh kepastian. “Sehingga kita tahu, kalau ada (korupsi, red), kata tidak ada ya katakan tidak ada. Jadi jelas,” tegasnya.(*)

BPK Temukan Indikasi Kerugian Negara Dalam Proyek Air Bersih

Tiarapnya aparat penegak hukum menyikapi megaproyek air bersih Tanjab Barat yang terbengkalai dinilai sebagai bentuk sikap pilih bulu dalam pemberantasan korupsi. Padahal, selain terbengkalai, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jambi juga menemukan indikasi kerugian negara pada proyek yang dikerjakan sejak 2007 itu. 

“Saya menilai, penegak hukum pilih bulu dalam mengusut kasus," ujar Jamhuri, aktivis LSM Sembilan kepada Harian Jambi, Rabu (13/11). Proyek yang sebagian anggarannya dibuat dengan pola tahun jamak (multi years) itu, menurut Jamhuri, telah menjadi sorotan banyak kalangan, temasuk Pemkab Tanjab Barat sendiri dan BPK. 

Tetapi, aparat penegak hukum, termasuk Kejati dan Polda, terkesan tidak tegas. “Semua warga negara sama di mata hukum. Penegak hukum dalam hal ini harus beriskap tegas, apalagi proyek air bersih ini sudah berulang-ulang menjadi temuan BPK,” kata aktivis yang terkenal vokal di lapangan dan di media massa ini.
Proyek pengadaan air bersih Tebingtinggi-Kualatungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat terbengkalai tanpa mampu membawa air besih bagi warga daerah itu. Pemasangan pipa terhenti, reservoir tidak selesai, mesin water pump atau pompa air yang sudah didatangkan kini terparkir di Dinas Pekerjaan Umum. 

Bupati Tanjab Barat menolak melanjutkan proyek tersebut karena khawatir terjerat masalah hukum. Dia lalu meminta BPK melakukan audit ulang proyek yang dananya mengalir ke belasan perusahaan itu. 

Dalam penelusuran Harian Jambi, di luar proyek awal pada 2007 sebesar Rp 7 miliar, dana proyek tersebut mencapai Rp 408 miliar dari APBD Tanjab Barat. Rinciannya, 2008 dianggarkan Rp 111 M, 2009 sebesar Rp 160 M dan 2010 sebesar Rp 137 M.  

Namun, berdasarkan laporan hasil audit untuk tujuan tertentu (on call) BPK Perwakilan Jambi yang salinannya diperoleh Harian Jambi, total APBD yang ditetapkan untuk itu “hanya” sebesar Rp 275,7 miliar. Yang mengalir ke rekanan sebesar Rp 264,62 miliar. 

Sebagian anggaran proyek tersebut ditetapkan dengan pola tahun tunggal, yakni periode 2007-2008. Sedangkan sejak 2009-2010 dianggarkan dengan pola tahun jamak (multi years). Hasil pembangunan proyek itu, tulis BPK, belum dapat dioperasikan. 

Dalam laporan hasil audit tersebut, BPK menemukan bahwa penyusunan Perda No 4 Tahun 2009 yang mengatur penganggaran tahun jamak proyek tersebut, ternyata tidak sesuai detail engineering design (DED) atau desain teknik yang mendetil. Tidak hanya itu, BPK mencatat denda yang seharusnya dikenakan ke kontraktor sebesar Rp 7,56 miliar dan indikasi kerugian negara sebesar Rp 1,10 miliar.  

Namun, dengan indikasi-indikasi ini, aparat penegak hukum mengelak memberikan penjelasan terkait penyelidikan proyek yang pada 2011 disebut-sebut pernah diinvestigasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Menurut Jamhuri, proyek tersebut sudah jelas merugikan negara dan masyarakat karena tidak berfungsi padahal telah menyedot ratusan miliaran uang negara.  Tidak seharusnya, kata dia, aparat penegak hukum menutup-nutupi. 

“Itu kan sudah jelas temuan BPK, jadi penegak hukum, baik Kejati maupun Polda, harus bersikap tegas," katanya lagi. “Usut tuntas kasus ini, jangan sampai lenyap bagaikan ditelan bumi," pungkasnya.(*) 

Sejumlah Anggota DPRD “Tiarap” Didesak Usut Proyek Rp 408 M

© Antara Foto
Juru Bicara KPK Johan Budi.
Terbengkalainya mega proyek pipanisasi air bersih senilai Rp 408 miliar di Tanjung Jabung Barat mengundang keprihatinan banyak kalangan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi didesak menindaklanjuti temuan ini. 
Aktivis Aliansi LSM (ALAS) Tanjab Barat, Rahman mendesak Kejati Jambi menindak lanjuti kasus ini. Pasalnya, setelah dilaporkan dan diselidiki oleh tim KPK, katanya, kasus ini diserahkan ke Kejati. Tetapi, setelah hampir tiga tahun berjalan, kasus ini tak jelas ujungnya.
“Kalau Kejati Jambi tidak sanggup mengungkap kasus ini, kembalikan saja ke KPK. Sebab, KPK siap menunggu,” kata pria berdarah Bugis ini, kemarin (20/10). Dua pekan lalu, ungkap Rahman, dia menghubungi penyidik KPK. Menurutnya, KPK melihat ada indikasi kerugian negara akibat terbengkalainya proyek tersebut.
Dia juga mendesak Kejaksaan Agung turun tangan untuk memerintahkan Kejati menuntaskan kasus ini. “Ratusan miliar anggaran daerah tersedot, namun air bersih belum bisa dinikmati masyarakat Tanjab Barat,” tandasnya.
Dana proyek pipanisasi air bersih di Tanjung Jabung Barat awalnya pada 2007 dianggarkan melalui APBD sebesar 7 miliar. Selanjutnya, sejak 2008 sampai 2010, proyek ini dibuat dengan anggaran tahun jamak (multi years) dengan total biaya Rp 408 miliar. Rinciannya, 2008 dianggarkan Rp 111 M, 2009 sebesar Rp 160 M dan 2010 sebesar Rp 137 M.   
Itu dana APBD saja, belum termasuk dana APBN yang jumlahnya mencapai Rp 154 miliar. Berdasarkan data yang dihimpun Harian Jambi, item pekerjaannya meliputi pengadaan dan pemasangan pipa; pembuatan beberapa unitreservoir atau bak penampungan serta pengadaan dan pemasangan water pump, mesin penggerak, dan penyedot yang juga berfungsi sebagai penyuplai air.
Rencana pemasangan pipa pada mega proyek ini dimulai di Desa Teluk Pengkah, Tebing Tinggi, melewati hutan tanaman industri (HTI) PT Wira Karya Sakti, Desa Senyerang, Desa Teluk Nilau di Kecamatan Pengabuan hingga ke Desa Parit Panting, Kecamatan Bram Itam.
Sementara reservoir direncanakan dibangun di lokasi sumber air baku Desa Teluk Pengkah, Desa Teluk Nilau dan Desa Parit Panting. Namun reservoir di Desa Teluk Nilau baru dikerjakan sebatas lantai dan dinding, tanpa tutup, sehingga terkesan seperti bak sampah besar. Sedangkan reservoir di Parit Panting tampak miring.
Pemasangan pipa dari Teluk Nilau menuju Parit Panting terputus sepanjang hampir empat kilometer lebih. Sebagian pipa pun tidak tertanam sempurna ke dalam tanah.
Beberapa batang pipa yang tak terpasang sempat ditumpuk begitu saja di Terminal Pembengis Kuala Tungkal. Belakangan, pipa-pipa tersebut dipindah ke workshop Dinas Pekerjaan Umum Tanjab Barat di Pematang Lumut.
Demikian pula dengan mesin water pump. Mesin yang semestinya terpasang di beberapa titik lokasi itu kini seperti barang usang di lapangan parkir Dinas Pekerjaan Umum Tanjab Barat.
Sejak 2007, yang diawali dengan Rp 7 miliar, proyek ini berlanjut sampai 2010. Cukup banyak perusahaan terdaftar sebagai rekanan pada proyek ini, salah satunya adalah PT Simbara Kirana dari Jakarta.
  Anggota DPRD “Tiarap”
Sejumlah anggota DPRD yang dulu mengetahui kasus ini ketika dihubungi kembali malah “tiarap”. Sukisman, mantan anggota DPRD Tanjab Barat yang kini menjadi anggota DPRD Provinsi Jambi, menolak berkomentar ketika kemarin (20/10) dihubungi Harian Jambi. “Hubungi Jafar saja,” ujarnya. 

Yang dimaksudnya adalah Ahmad Jafar, ketua Komisi III DPRD Tanjab Barat. Di masa megaproyek ini dianggarkan sejak 2008, Sukisman masih anggota DPRD Tanjab Barat. Jafar adalah rekannya. Namun, saat dihubungi via telepon, Jafar juga mengelak. 

Sementara itu, juru bicara KPK Johan Budi SP mengaku belum mengetahui kasus ini. Bahkan, saat diingatkan bahwa pada 2011 penyidik KPK pernah menginvestigasi kasus ini, Johan Budi masih menjawab belum tahu. 

“Saya sebagai humas hanya menyampaikan informasi yang sudah ada. Kalau terkait hal yang dimaksud, hingga kini saya belum tahu,” ucapnya lagi. Dia juga menyebut belum ada laporan yang masuk ke KPK terkait terbengkalainya proyek tersebut. 

Padahal, berdasarkan informasi dari berbagai sumber, KPK pada 2011 pernah menurunkan sejumlah penyidik ke Tanjab Barat. Hanya saja, setelah pengumpulan data yang menghabiskan masa sekitar 10 hari itu, belum jelas ujung kasus ini. 

Sumber Harian Jambi yang ikut mendampingi tim KPK saat investigasi di lapangan mengatakan bahwa tim terdiri dari empat orang. “Yang saya ingat nama Pak Sagita dan Pak Presmon. Dua orang lagi, laki-laki dan perempuan, saya lupa namanya,” ujar sumber yang meminta namanya dirahasiakan ini pada Jumat (18/10).
Salah satu pengawas lapangan Dinas Pekerjaan Umum Tanjab Barat, Gito, mengaku juga ikut mendampingi tim KPK saat turun langsung ke lokasi proyek pada 2011. "Saya sempat pingsan kepanasan karena waktu itu bulan puasa,” kenangnya. 

Diakuinya, memang ada pembangunan pipa terputus sepanjang sekitar 4 kilometer. “Waktu itu masyarakat menolak tanah serta tanaman mereka dibongkar untuk dilewati pipa,” ujarnya, Jumat (18/10).
Informasinya, kasus ini juga dikoordinasikan dengan Kejaksaan Tinggi Jambi, tetapi belum ada perkembangan berarti. Terakhir, koordinasi dengan Kejati dilakukan pada 27 Januari 2012.(*)
Tag: # skandal pipa air bersih
Penulis: Andri Damanik, Herjulian, Fachrul Rozi, Romi Afrizal
Editor: Joni Rizal
(Sumber : HARIANJAMBI.COM)

Tidak ada komentar: