Kamis, 22 Agustus 2013

Info Sejarah GKPS Hingga Tahun 2010

Kantor Pusat

Kantor Pusat GKPS di Jalan Pendeta J. Wismar Saragih, beroperasi sejak 2 Maret 1992.
Behubungan dengan lokasi Kantor Pusat GKPS yang ada di Jl. Sudirman, Pematang Siantar, sangat sempit dan suasana Kantor tersebut yang berketepatan dekat dengan jalan raya sehingga para pegawai sulit dalam berkonsentrasi pada pekerjaannya, maka mulai tanggal 4 September 1988 dimulai pengembangan Kantor Pusat GKPS Pematang Siantar.[13] Kantor pusat GKPS berpindah ke secara resmi ke Jl. Pdt. J. Wismar Saragih pada tanggal 2 Maret 1992.[13]

 Pimpinan dan Organisasi Pusat GKPS

 Pimpinan Pusat

Sesuai Peraturan Rumah Tangga GKPS, pimpinan pusat terdiri atas Ephorus dan Sekretaris Jendral.[36] Pimpinan GKPS berada di tangan seorang Ephorus yang didampingi oleh seorang Sekretaris Jenderal.
Pada masa peralihan dari HKBP distrik Simalungun menjadi HKBP Simalungun (HKBPS), HKBPS tidak memiliki seorang Ephorus. Jabatan tertinggi saat itu adalah seorang Wakil Ephorus, yang didampingi oleh seorang Sekretaris Jendral.[37]
Untuk periode 2005-2010, Ephorus GKPS adalah Pdt. Belman Purba Dasuha, STh dan Sekjennya Pdt. M. Rumanja Purba, MSi.

Daftar Ephorus GKPS

No. Nama Dari Sampai Keterangan
1. Pdt. Jenus Purba Siboro 1 Sept 1963 1965
2. Pdt. Jenus Purba Siboro 1965 1970
3. Pdt. Lesman Purba 1970 1972 Seharusnya sampai 1975, tetapi meninggal dunia di Budapest pada tahun 1972
4. Pdt. Samuel Purba Dasuha 1972 1975 Terpilih dalam Synode Bolon Istimewa, 1 Juli 1972[38]
5. Pdt. Samuel Purba Dasuha 1975 1977 Seharusnya 1975-1980, tetapi meninggal dunia pada tahun 1977
6. Pdt. Dr.(HC) Armencius Munthe, MTh. 1977 1980
7. Pdt. Dr.(HC) Armencius Munthe, MTh. 1980 1985
8. Pdt. Dr.(HC) Armencius Munthe, MTh. 1985 1990
9. Pdt. Jasiman Damanik 1990 1995
10. Pdt. Jasiman Damanik 1995 2000
11. Pdt. Dr. Edison Munthe, MTh 2000 2005
12. Pdt. Belman Purba Dasuha, STh[39] 2005 2010
Daftar Wakil Ephorus GKPS
  1. Pdt. Djaulung Wismar SaragihMenjabat saat HKBPS dibentuk

Daftar Sekretaris Jenderal GKPS

No. Nama Dari Sampai Keterangan
1. Pdt. A. Wilmar Saragih 5 Oktober 1952 1963 Menjabat sejak saat HKBPS dibentuk
2. Pdt. Lesman Purba 1 Sept 1963 1965 Ditetapkan saat HKBPS menjadi GKPS
3. Pdt. Lesman Purba 1965 1970
4. Pdt. Dr.(HC) Armencius Munthe, MTh.[41][42] 1970 1975
5. Pdt. Dr.(HC) Armencius Munthe, MTh. 1975 1977
6. Pdt. Hamonangan Girsang 1977 1980
7. Pdt. Hamonangan Girsang 1980 1985
8. Pdt. Hamonangan Girsang 1985 1990
9. Pdt. Dr. (HC)Armencius Munthe, MTh. 1990 1995
10. Pdt. Sahala A. Girsang 1995 2000
11. Pdt. M. Rumanja Purba, MSi. 2000 2005
12. Pdt. M. Rumanja Purba, MSi.[43] 2005 2010

Organisasi

Di dalam pekerjaan sehari-hari, pimpinan Sinode GKPS dibantu oleh Departemen-departemen, yaitu:
  • Departemen Persekutuan
  • Departemen Kesaksian
  • Departemen Pelayanan
Selain itu ada pula Biro yang menangani urusan administrasi Gereja, yaitu:
  • Biro Keuangan
  • Biro Usaha
Terdapat dua buah badan yang setingkat dengan Biro, yaitu:
  • Badan Penelitian dan Pengembangan
  • Satuan Pengawasan Internal

Kemandirian GKPS

HKBP di Simalungun

Pada tahun 1929 dibentuk badan pengurus sinode HKBP yang anggotanya berasal dari wakil tiap distrik HKBP yang mewakili etnis penghuni distrik tersebut. Namun karena hingga tahun 1933 Simalungun tidak memiliki wakil dalam badan ini, Sinode Distrik Simalungun-Pesisir Timur mengajukan tuntutan agar suku Simalungun memiliki wakil dalam badan pengurus sinode HKBP agar dapat lebih mengetahui dan mewakili daerah asalnya. Selanjutnya Djaoedin Saragih (Pangulubalei -pejabat kerajaan, abang dari Dj. Wismar Saragih) juga mengirimkan surat pada Ephorus HKBP, Landgrebe, yang menekankan perlunya terpelihara identitas etnis dan budaya Simalungun dalam lingkungan gereja. Tuntutan ini tidak dipenuhi dengan dipilihnya J. Hutapea dari HKBP Pematang Siantar sebagai wakil Distrik Simalungun-Pesisir Timur.
Seiring semakin tingginya populasi Kristen-Simalungun di Pematang Siantar, Djaoedin Saragih juga menuntut agar diadakan kebaktian khusus berbahasa Simalungun, yang dikabulkan RMG dengan diadakannya kebaktian tersendiri di gedung sekolah Jl. Toba No. 35, dilayani oleh Gr. Djahia Simandjuntak atau Pasman Panggabean yang memahami bahasa Simalungun. Ibadah ini berlangsung hingga terhenti pada tahun 1941 karena kedatangan tentara penjajahan Jepang.

HKBP Distrik Simalungun

Seiring dengan meluasnya daerah tujuan imigrasi suku Toba hingga ke Dairi dan Aceh, tata gereja HKBP tahun 1940 mengubah nama distrik Simalungun-Pesisir Timur (Simalungun-Oostkust) menjadi "Sumatera Timur, Aceh dan Dairi." Perubahan nama ini sebenarnya sudah diprotes oleh J. Wismar Saragih dalam suratnya tanggal 27 Oktober 1937 ke penginjil H. Volmer di Saribudolog, tetapi Tata Gereja tersebut tetap disahkan.

Keberatan yang secara berkelanjutan diajukan oleh komunitas Kristen-Simalungun akhirnya membuahkan hasil ketika Sinode am HKBP yang diadakan pada tanggal 10-11 Juli 1940 di Pearaja membicarakan keberatan mereka dan memutuskan agar Kerkbestuur HKBP membicarakan hal tersebut dengan jemaat Simalungun. Pembicaraan tersebut kemudian diadakan di Raya, Saribudolog dan Nagoridolog pada tanggal 26 September 1940 dan memutuskan agar komunitas Simalungun diberi satu distrik tersendiri bernama Distrik Simalungun dengan wakil orang Simalungun di sinode HKBP. Pada tanggal 22 Oktober 1940 Pdt. J.V. Mulywijk dari Kabanjahe dipilih menjadi Praeses pertama, yang kemudian digantikan oleh Pdt. Kerpianus Purba (Pendeta HKBP Nagoridolog) sampai tahun 1952.

HKBP Simalungun

Pada tanggal 5 Oktober 1952 anggota Sinode Distrik Simalungun bersidang agar Simalungun berdiri sendiri dan terpisah dari HKBP, serta mengangkat pengurus harian dan majelis Gereja di HKBPS. Pemisahan ini dilakukan secara sepihak oleh HKBP distrik Simalungun, dan baru diakui oleh wakil-wakil HKBP pada rapat bersama antara delegasi HKBP dan Pengurus Harian HKBP Simalungun tentang pandjaeon (pemisahan) HKBP Simalungun di Pematang Siantar, 21-22 Januari 1953 yang keputusannya ditandatangani pada tanggal 22 Januari 1953. Pihak-pihak yang hadir pada rapat itu adalah:
  1. Pdt. J. Wismar Saragih (HKBP Simalungun).
  2. Pdt. A. Wilmar Saragih (HKBP Simalungun).
  3. Pdt. Kerpianus Purba (HKBP Simalungun).
  4. Ds. K. Sitompul (HKBP).
  5. Pdt. K. Sirait (HKBP).
  6. Pdt. J. Togatorop (HKBP).
  7. Pdt. M. L. Siagian (HKBP).
  8. Pdt. C. Simanjuntak (HKBP).
Untuk memudahkan urusan Gereja ini pada 30 November 1952 HKBPS dibagi menjadi tiga Distrik dan Kantor pusat GKPS didirikan di Pematang Siantar. Kantor pusat bermula menumpang dalam satu rumah sewa di Jl. Pantuan Nagari Martoba, Pematang Siantar. Setelah mendapat sebidang tanah di Jl. Sudirman maka Kantor pusat HKBPS berdiri sendiri (20 September 1955).

HKBP Simalungun menjadi GKPS

Pada tanggal 1 September 1963 HKBP Simalungun resmi berganti nama dengan GKPS. Surat resminya ditandatangani Pdt. G.H.M. Siahaan (wakil HKBP) dan Pdt. Jenus Purba Siboro (mewakili HKBPS) di HKBPS Jalan Sudirman Pematang-siantar. Setahun setelah itu didirikan pusat pendidikan GKPS di Pematang Raya dan pembangunan Asrama Putra dan Putri dan tahun 1964 itu juga GKPS menjadi anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).

Kerjasama Internasional

Pada tanggal 15 Januari 1964 GKPS mendirikan pusat pelatihan pertanian di Pematang Siantar (PELPEM GKPS) dan satu tahun kemudian GKPS menjadi anggota wilayah PGI-Wilayah SUMUT serta menjalin kerja sama dengan gereja-gereja Lutheran lain, seperti Evangelical Lutheran Church in America (ELCA, sejak 1969) dan Lutheran Church of Australia (LCA, sejak September 1973[16]). GKPS juga menjadi anggota beberapa organisasi gereja di tingkat dunia dan regional, seperti Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC, sejak Agustus 1973), Dewan Gereja-gereja Asia (CCA, 31 Mei 1977)[34] dan Federasi Lutheran se-Dunia (LWF, sejak 1968). Karena semakin berkembangnya jemaat GKPS didirikanlah Kantor pusat/kursus Zentrum GKPS dan mulai menjalin kerja sama dengan Gereja Mulheim Jerman.
Mitra-mitra GKPS lainnya di luar negeri adalah: UEM (United Evangelical Mission, sejak Juni 1996]), EZE (Evangelische Zentralstelle für Entwicklunghilfe), Brot für die Welt, Kirchenkreis Hagen, Kirchenkreis Solingen, Kirche di Hachenburg, Dekanat Bad Marienberg, dan Gereja Mulheim (25 November 1980) yang semuanya berada di Jerman.

Pekabaran Injil oleh Orang Simalungun

Jubileum 25 Tahun Injil di Simalungun: Comite Na Ra Marpodah Simalungun

Pada 1 September 1928 di Pematang Raya diadakan pesta peringatan 25 tahun pemberitaan injil di Simalungun. Momen ini dijadikan tonggak untuk meningkatkan pengabaran Injil di Simalungun. Sebagai salah satu caranya adalah dengan melakukan pengabaran Injil menggunakan pengantar bahasa Simalungun, bukan bahasa Toba yang digunakan oleh para Misionaris RMG. Beberapa Guru dan Sintua bersepakat untuk membentuk sebuah komite bernama Comite Na Ra Marpodah Simalungun yang bekerja untuk membuat Agenda Gereja, buku nyanyian "Haleluya", dan Alkitab dalam bahasa Simalungun (yang diterbitkan pertamakali pada 16 Januari 1977) dilengkapi dengan sebuah buku renungan harian "Manna."
Rintisan pendirian lembaga ini diadakan pada tanggal 13 Oktober 1928 dalam suatu pertemuan di rumah Djaoedin Saragih di Pematang Raya yang dihadiri oleh 14 tokoh-tokoh Kristen Simalungun.[17] Dalam pertemuan inilah disepakati pendirian badan yang memiliki tujuan untuk melestarikan dan memberdayakan bahasa Simalungun dengan nama di atas. 12 dari 14 tokoh yang menghadiri pertemuan tersebut adalah:
Pendeta Djaulung Wismar Saragih, suku Simalungun pertama yang menjadi pendeta, tokoh perintis kemandirian GKPS.
  1. Djaulung Wismar Saragih Sumbayak, kandidat Pendeta dari Sipoholon, Redaktur.
  2. Jason Saragih, Guru Zending dari Raya Tongah, Voorziter Ihoetan.
  3. Jacoboes Sinaga, Krani Tiga Raya dari Pematang Raya, Secretaris/Peeningmeester.
  4. Djaoedin Saragih, Pangoeloebalei Raja dari Pematang Raya, Commissaris.
  5. Djotti Saragih, Parbapaan dari Raya Usang, Commissaris.
  6. Bendjamin Damanik, Sintoea dari Pematang Raya, Commissaris.
  7. Augustin Sinaga, Guru Zending dari Dalig Raya, Commissaris.
  8. Djainoes Saragih, Guru Zending dari Raya Usang, Commissaris.
  9. Kenan Saragih, Guru Zending dari Jandi Mauli, Commissaris.
  10. Lamsana Saragih, Guru Zending dari Huta Baru, Commissaris.
  11. Kilderik Saragih, Guru Zending dari Pematang Raya, Commissaris.
  12. Djonas Purba Girsang, Guru Zending dari Sondi Raya, Commissaris.
Secara resmi 3 tujuan dari lembaga ini yaitu:didasari pada Alkitab, I Pet 2:17
  1. Mengasihi sesama manusia (mangkaholongi hasoman jolma).
  2. Takut pada Tuhan (pengkabiari Naibata).
  3. Menghormati Raja/Pemerintah (pasangapkon Raja).
Dj. Wismar Saragih menerangkan bahwa penggunaan kata "Comite" memiliki makna bahwa organisasi ini bersifat nirlaba. "Na Ra Marpodah" bermakna bahwa tiap pengurus/anggota memiliki rasa tanggungjawab dan kewajiban untuk mendukung kelangsungan comite dengan kontribusi dana, pengetahuan dan lain-lain secara sukarela demi kemajuan orang Simalungun baik dalam kekristenan maupun pendidikan. Anggaran Dasar lembaga ini disahkan oleh asisten Resident G.W. Meindersma pada tanggal 5 Februari 1929. Tanggal 2 September 1928 ditetapkan sebagai hari kelahiran comite.
Dukungan terhadap Comite ini antara lain terwujud dalam bentuk bantuan dana dari pemerintah swapraja Simalungun melalui landschapskas Simaloengoen sebesar 300 gulden, dari rakyat, pengusaha dan pegawai pemerintah melalui taken-list, dari Raja-raja Simalungun sebesar 400 gulden, dan dari penyelidik bahasa Simalungun (taalambtenaar, ditugaskan oleh pemerintah Belanda atas permintaan raja-raja Simalungun), P. Voorhoeve, sebesar 5 gulden tiap tahunnya.
Akhirnya pada tanggal 15 Desember 1929 ditahbiskanlah seorang Pendeta yang pertama dari suku Simalungun yaitu Pdt. Djaulung Wismar Saragih, yang tetap memperkuat perjuangan Comite ini.
Perjuangan Comite untuk menggunakan bahasa Simalungun sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah zending di seluruh daerah yang didiami suku Simalungun mengalami banyak tantangan, terutama karena derasnya arus imigrasi suku Toba ke Simalungun sehingga domisili suku Simalungun semakin terbatas. J. Warneck menjelaskan pada suratnya ke Raja-raja Simalungun bahwa tuntutan tersebut juga sulit dipenuhi karena terbatasnya jumlah pengajar yang mengerti bahasa Simalungun dan rendahnya minat orang Simalungun untuk masuk ke sekolah guru yang telah dibuka sejak 1931 di Pematang Siantar.[24] Tetapi gencarnya tuntutan Comite Na Ra Marpodah Simalungun ini, disertai dengan usaha mereka dalam menerjemahkan dan menerbitkan buku-buku pelajaran berbahasa Simalungun memaksa RMG untuk menyesuaikan pelayananannya dengan menggunakan bahasa Simalungun.

Kongsi Laita
Kesuksesan Comite Na Ra Marpodah Simalungun dalam meningkatkan penyebaran Injil bagi orang Simalungun dengan digunakannya penggunaan bahasa Simalungun sebagai bahasa pengantar, turut menumbuhkan semangat seluruh orang Kristen Simalungun di berbagai daerah untuk turut menyebarkan Injil, dan untuk itu diperlukan komunitas yang terorganisir.
Seusai kebaktian minggu pada tanggal 15 November 1931, beberapa orang Kristen-Simalungun dari Sondi Raya sepakat untuk mengadakan rapat di rumah Gomar Saragih untuk membentuk suatu organisasi pekabaran Injil. Malam itu juga didirikanlah Kongsi Laita dengan susunan kepengurusan:
  • Ketua: Guru Williamar Sumbayak
  • Sekretaris/Bendahara: St. Parmenas Purba Tambak
  • Komisaris:
    • St. Jonas Purba
    • Melanthon Saragih
    • Mailam Purba
Selanjutnya pekan kelahiran Kongsi Laita ini diperingati sebagai "Minggu Bapa," di mana seluruh pelayanan di Gereja pada hari Minggu itu ditangani oleh anggota Seksi Bapa. Nama Kongsi Laita juga diabadikan sebagai nama salah satu GKPS di Sondi Raya.

Parguru Saksi Kristus

Pada tahun 1938 diadakan Fonds Saksi Kristus atau yang sering dikenal orang Simalungun sebagai Parguru Saksi Kristus. Gerakan ini bertujuan untuk memperkenalkan Injil dari rumah ke rumah, dan umumnya dijalankan oleh anggota jemaat dari kalangan pemuda. Parguru Saksi Kristus sangat efektif dalam menghadapi larangan berkumpul yang diterbitkan pemerintahan penjajahan Jepang selama menduduki Indonesia.

Selasa, 23 Februari 2010

Masuknya Injil ke Simalungun

Pengabaran Injil di daerah Simalungun sedikit terlambat dibandingkan daerah-daerah tetangganya seperti Karo (1899) dan Tapanuli (1861). RMG menjadikan Simalungun sebagai daerah penginjilan setelah Angkola, Mandailing dan Tapanuli Utara.
Awalnya RMG mengenal Simalungun dari laporan ekspedisi pejabat-pejabat kolonial Belanda. Laporan-laporan tersebut rata-rata mengkhawatirkan resistensi suku Simalungun dan derasnya pengaruhIslam ke daerah Simalungun Bawah (Asahan Hulu dan Tanah Djawa) yang sebenarnya dipicu oleh proses aneksasi Belanda terhadap wilayah dalam kerajaan-kerajaan Simalungun yang menciptakan sentimen negatif dari orang Simalungun terhadap orang Eropa.
Kontak pertama RMG dengan Simalungun dilakukan melalui Henri Guillaume yang ditempatkan RMG di Kuta Bukum, Karo (1899). Selama masa tugasnya ia sering berinteraksi dengan rakyat hingga penguasa tradisional Simalungun terutama dalam perjalanannya ke Tapanuli untuk menghadiri rapat-rapat tahunan missionaris. Atas pengalamannya itu, Guillaume mengusulkan kepada L.I. Nommensen(pimpinan RMG) agar Simalungun diinjili.
Usaha penginjilan kongkrit pertama pada orang Simalungun justru dilakukan oleh Pardongan Mission Batak (PMB), lembaga pengabaran Injil Batak Toba yang terdiri dari penginjil-penginjil Batak Toba. Pada tanggal 12 Februari 1900 Pendeta Samuel Panggabean dan Friederich Hutagalung diutus ke daerah-daerah sekitar Danau Toba yang belum diinjili, dan tiba di Sipolha pada tanggal 14 Februari namun dilarang untuk masuk oleh Tuan Sipolha Damanik.[5] Keesokannya mereka tiba di Siboro (Partuanan Purba) dan sempat berkhotbah di Pasar yang ada di daerah itu. Pada hari Jumat, 16 Februari 1900 mereka berkeliling di sekitar Tiga Langgiung mengabarkan Injil pada masyarakat yang sedang berbelanja di pekan (pasar mingguan). Selanjutnya mereka pergi ke Pematang Purba untuk menemui Tuan Rahalim Purba Pakpak (Raja Purba) dan baru berhasil menemuinya keesokan harinya, 17 Februari, setelah menanti semalaman. Di sini mereka menyampaikan maksud mereka untuk mengabarkan Injil dan membacakan nats Alkitab bagi Raja Purba. Walaupun belum mendapat tanggapan positif darinya namun para penginjil tersebut menemui sikap bersahabat dari Raja Purba.Usaha selama 4 hari ini kurang berhasil terutama karena penggunaan bahasa Toba sebagai pengantar yang kurang dipahami oleh masyarakat Simalungun.
Setelah menerima permintaan dari Guillaume, RMG mengutus G.K. Simon bersama beberapa penginjil Toba dari PMB untuk melakukan peninjauan ke Simalungun. Karena melihat pengaruh Islam yang sudah masuk hingga Siantar, G.K. Simon meminta agar RMG secepat mungkin menginjili Simalungun.
Laporan G.K. Simon dan Guillaume ditambah laporan dari pejabat-pejabat Belanda dibahas pada rapat missionar RMG di Laguboti, Tapanuli pada 21-25 Januari 1903 yang dihadiri 42 penginjil RMG, dengan keputusan:
  1. Pemberitaan Injil di Simalungun harus segera dilaksanakan.
  2. Segera dikirim surat ke Direktur RMG Schreiber di Barmen untuk meminta persetujuan dan rekomendasi RMG dalam memperluas lapangan penginjilan ke Simalungun.
  3. Segera dilakukan langkah-langkah penginjilan ke Simalungun.
Sebelum rapat ini Nommensen juga telah mengirim permohonan tenaga penginjil baru ke pimpinan RMG di Jerman sehubungan rencananya memperluas daerah penginjilan ke Samosir, Dairi dan Simalungun, namun secara strategi, Simalungun dijadikan prioritas utama dari ketiga daerah tersebut karena sudah derasnya pengaruh Islam di daerah ini hingga ke Siantar.
Pendeta August Theis, penginjil RMG yang merintis penyebaran Injil di daerah Simalungun.
Pada tanggal 16 Maret 1903, Dr. Schreiber dari RMG secara resmi mengirim telegram singkat yang merekomendasikan pengabaran Injil ke Timorlanden (sebutan bagi Simalungun). Setelah menerima telegram yang berisi Tole den Timorlanden das Evangelium (perintah menyebarkan injil di tanah Timur) maka pada tanggal 2 September 1903 sekelompok penginjil dari RMG yang dipimpin oleh Pendeta August Theis tiba di Pematang Raya untuk menyebarkan Injil.[
Tanggal 2 September sampai saat ini diperingati setiap tahunnya oleh anggota GKPS di seluruh dunia sebagai hari olob-olob (bahasa Simalungun untuk "suka cita") untuk mensyukuri masuknya ambilan na madear (bahasa Simalungun untuk Firman-Firman Alkitab/ajaran Kristen) di Simalungun.(http://gkpspermen.blogspot.com)

Tidak ada komentar: