Jumat, 31 Agustus 2012

Jambi Masuk Nominasi Nomor 5 Terkorup di Indonesia

Kepala Inspektur Provinsi Jambi, Erwan Malik

Jambi, BATAKPOS

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi ternyata masuk dalam jajaran tingkat kelima sebagai provinsi terkorup se Indonesia. Hal itu berdasarkan catatan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Posisi Jambi berada di bawah DKI Jakarta yang berada di posisi pertama, lalu diikuti oleh Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Jawa Timur.

Sementara Sumatera Utara, Jawa Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam, serta Kalimantan Selatan, berada di urutan selanjutnya secara berurutan di bawah Jambi. Jambi dinyatakan sebagai provinsi korup di Indonesia dengan persentase kasus dugaan korupsi sebanyak 4,1 persen.

Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso kepada pers, Kamis (30/8/12) mengatakan, daerah yang paling kecil laporan tindakan korupsinya adalah Bangka Belitung 0,1 persen, Sulawesi Barat 0,3 persen, Sulawesi Tengah 0,4 persen, Nusa Tenggara Barat dan Papua Barat 0,5 persen, Kalimantan Tengah 0,6 persen, Sumatra Barat dan Bali 0,7 persen, Nusa Tenggara Timur dan Bengkulu 0,8 persen, serta Sulawesi Utara 0,9 persen.

Disebutkan, bahwa umumnya korupsi di daerah menggunakan modus pemindahan dana anggaran APBD ke rekening bendahara provinsi. Atas masalah ini, Agus mengaku, PPATK sudah mengamati sejak 2011. “Modus seperti ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia,”katanya.

Pemprov Ragukan Asal Data

Kepala Inspektur Provinsi Jambi, Erwan Malik mempertanyakan tahun berapa data yang dilansir Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso, terkait rilis yang menyebutkan Provinsi Jambi menduduki peringkat 5 nasional dengan persentase korupsi mencapai 4,1 persen.

“Karena di bulan November tahun 2010 lalu Kajati Jambi, BD Nainggolan, pernah juga mengekspos peringkat ini, dimana Jambi juga mendapatkan peringkat lima nasional,” ujar Erwan Malik.

Menurut Erwan Malik, dirinya meragukan asal data itu. “Kami ingin kejelasan dulu. Namun, ini bukan berarti kami membantah temuan dari PPATK. Karena sudah merupakan kewenangan PPATK untuk mengamati atau menganalisis data keuangan di perbankan,”katanya.

Disebutkan, jika memang data itu diambil tahun 2010 kemungkinan itu benar adanya. Karena pada masa itu memang banyak bendaharawan proyek yang menyiasati untuk memindahkan dana proyek ke rekening pribadinya menjelang akhir tahun anggaran.
“Namun pola itu sejak tahun 2011 telah tidak kita perbolehkan lagi. Terlebih setelah terbitnya undang-undang pencucian uang atau money laundring. Jika bendaharawan masih melakukan maka itu bisa dipidana,”kata Erwan.

Menurutnya, seluruh SKPD di Provinsi Jambi telah disurati dan dihimbau agar tidak lagi melakukan modus-modus memindahkan dana proyek ke rekening pribadinya menjelang akhir tahun anggaran. Hal itu sudah dilakukan sejak tahun 2011 lalu. RUK

Tidak ada komentar: