Halaman

Senin, 10 Februari 2014

Belajar ke China untuk “Merumahkan” Rakyat


TIGOR SINAGA
 THE WINDOW OF OPPORTUNITY 2020-2030

 
Indonesia diprediksi akan mendapatkan jendela peluang atau The window of opportunity di bidang kependudukan pada tahun 2020-2030. Pada dekade tersebut Indonesia mengalami bonus demografi yaitu keuntungan ekonomis akibat menurunnya rasio ketergantungan penduduk sebagai hasil penurunan fertilitas jangka panjang dari program nasional Keluarga Berencana. Di mana jumlah penduduk usia produktif menjadi lebih dari dua kali jumlah penduduk non produktif.

ROSENMAN Manihuruk, Jambi 

Dengan pencapaian angka ketergantungan terendah yakni 44 per 100, di mana setiap 100 penduduk usia kerja menanggung 44 penduduk non produktif (anak-anak & lajut usia), maka diprediksi kondisi ini akan dapat mendongkrak pendapatan perkapita, memicu pertumbuhan tabungan yang pada gilirannya akan meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Demikian dikatakan Sekjen NHDC (National Housing Development Community) Ir Tigor GH Sinaga kepada Harian Jambi terkait dengan rencana The window of opportunity 2020-2030.
HARIAN JAMBI EDISI CETAK SENIN 10 FEB 2014 PAGI

Disebutkan, opportunity ini akan berlangsung sangat singkat, karena setelah dekade ini angka ketergantungan tersebut akan meningkat lagi seiring dengan pertambahan penduduk usia lanjut 65 tahun keatas akibat meningkatnya usia harapan hidup. 

Momentum ini hendaknya dapat direspon dan disiasati oleh seluruh penentu kebijakan di Indonesia, khususnya di Provinsi Jambi, termasuk didalamnya para penentu kebijakan dan pemangku kepentingan sektor perumahan.

Studi Banding ke China

“Inilah celah terbaik yang dapat diharapkan untuk melunasi atau setidaknya mengurangi angka backlog pengadaan rumah rakyat. Mei 2007 lalu adalah kali ketiga saya datang ke China dengan tujuan melakukan komparasi masalah permukiman. Kunjungan terdahulu 1995, beberapa tahun setelah China menyatakan terbuka untuk dunia, kondisi perkotaan saat itu masih seperti kota-kota di Indonesia tahun 70-an,” katanya.

Tahun 2001 pada kunjungan kedua, Tigor Sinaga sudah merasakan geliat pembangunan sebagai dampak dari keterbukaan China bagi investasi asing, namun secara fisik belum begitu signifikan. Pembangunan rumah susun hanya pada lokasi tertentu, rata- rata 6 atau 7 lantai.

Selang 6 tahun kemudian pada kunjungan ketiga , seluruh peserta studi banding rumah susun berdecak kagum. Reformasi di China telah merambah seluruh aspek kehidupan, kecuali sistem politik, perubahan  secara besar-besaran terjadi dimana-mana.

Gaya hidup masyarakat perkotaan di China sudah hampir tak berbeda dengan pola tingkah masyarakat dunia lainnya yang cenderung dituntut efisien dan praktis dengan segala kemudahannya.
Reformasi ekonomi telah pula merubah budaya, sementara meningkatnya angka usia peluang hidup manusia, naiknya standar tingkat kepuasan akan pelayanan dan kemajuan Hi-Tech yang telah mempercepat proses multikulturalisasi dengan borderless world-nya, mewarnai kehidupanmasyarakat  di hampir seluruh kota besar di China.

Kata Tigor Sinaga, dalam pertumbuhan perkotaan kecenderungan ini dapat terlihat dengan semakin menyebarnya  pusat-pusat kegiatan bisnis yang cederung mendekati daerah hunian atau bahkan dengan adanya kecenderungan munculnya kawasan atau lingkungan baru yang dilengkapi pusat pusat pelayanan bisnis terpadu, guna memenuhi tuntutan akan pelayanan tersebut.

Keterbatasan Lahan

Sementara dengan keterbatasan lahan, kebijakan pertumbuhan kota kearah horizontal dengan resiko kemacetan, polusi dan pemborosan, sudah ditinggalkan. Dengan tingkat mobilitas masyarakat kota yang semakin tinggi maka konsep pengembangan vertical house telah menggeser konsep pengembangan landed house, sejalan dengan kecenderungan tersebut pemerintah china telah menetapkan pengembangan rumah susun 30 lantai  sebagai kebijakan untuk memenuhi kebutuhan hunian perkotaan.

Dikatakan, upaya pemenuhan kebutuhan perumahan didukung oleh seluruh stakeholder, pemerintah pusat, pemerintah propinsi sampai ke pemerintah kota selalu satu kata-satu warna. Kerja sama antar instansi berjalan secara koordinatif, penetapan target dan prioritas program berjalan secara transparan, kerjasama dan pembagian tugas pemerintah-swasta selalu on the track.

Perumahan Murah

Secara garis besar kebijakan perumahan murah (low cost housing) oleh pemerintah China pada saat itu ditetapkan dalam dua kelompok besar sasaran. Kelompok pertama adalah kelompok Prasejahtera, yakni keluarga yang berpenghasilan dibawah RMB 2.000 per bulan sedangkan kelompok kedua adalah kelompok Menengah bawah dengan penghasilan di antara RMB 2.000–RMB 5.000 per bulan.

Untuk kelompok Prasejahtera pemerintah membangun rumah susun 6 lantai, tanpa lift, luas per-unit 34-60 m², bebas pajak dan retribusi, dijual RMB 1500–RMB 2000  per m² atau dengan sistem sewa RMB 18 per m²/bulan, maintenance fee RMB 0,8 per m²/ bulan, untuk kelompok ini fasos fasum tidak dibebankan pada investasi unit rusun, tetapi murni dibangun oleh  pemerintah.  Return of  Investment bagi Rumah susun sewa ditargetkan rata-rata 10 tahun, di luar investasi tanah. 

Sementara untuk kelompok Menengah bawah, pemerintah melibatkan pihak swasta untuk membangun dan mengembangkan rumah susun, tinggi tidak lebih dari 100 m, rata-rata 30-35 lantai, 6 unit per lantai dilayani 3 buah lift, luas per-unit 50-90 m², parkir 20% dari luas lantai atau 0,6-1 kali jumlah unit, bebas pajak dan retribusi, dijual RMB 4000–RMB 4500  per m², property management fee/maintenance fee RMB 1,1-1,36 per m²/bulan, untuk kelompok iniinfrastruktur utama tidak dibebankan pada investasi unit rusun, tetapi dibangun oleh  pemerintah.
TIGOR SINAGA PALING KIRI

Proses penunjukan pengembang dilakukan dengan tender terbuka di atas lahan siap bangun yang telah ditentukan dan dipersiapkan pemerintah. Penentuan pemenang ditetapkan berdasarkan  harga jual terendah yang ditawarkan pengembang peserta tender dengan telah memperhitungkan biaya konstruksi, perizinan, biaya marketing dan promosi, biaya pengembalian tanah dan 3% keuntungan pengembang.

Gagasan Rumah Murah Prasejahtera

Menurut putra kelahiran Jambi ini, dari paparan Guangdong Real Estate Association dan Bureau of Land Resources & Housing Management of Shenzhen Municipality, bahwa program rumah murah (Low Cost Housing) digagas sejak awal 1980, namun realisasinya baru dimulai tahun 1990 dengan tersedianya subsidi dari pemerintah untuk rumah murah bagi kelompok prasejahtera, sedangkan fasilitasi dan kemudahan bagi kelompok sasaran menengah bawah baru dimulai sejak 1998. 

Pada perkembangannya, ternyata pemenuhan kelompok sasaran menengah bawah setelah difasilitasi justru berkembang pesat dan bahkan  menjadi salah satu motor kebangkitan ekonomi China.

Rusunawa Shenzhen

Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Shenzhen, 97 Ha  selesai dibangun  sejak 1997 lalu, semula diperuntukan sebagai tempat penampungan korban penggusuran (relokasi)  pembangunan kota dan menampung  penduduk China yang bermigrasi ke Shenzhen. 

Investasi RMB 300 jt  (160.000 m²), sewa RMB 18 /m² per bulan, Maintenance fee RMB 0,8 /m² per bulan pengelola oleh Local Government, pendapatan RMB 30 jt/th, dari total pendapatan dialokasikan  untuk kebutuhan operasional operasional 20%, dan 80% reinvestasi ke pemerintah.

Dingxiuxiyuan Economic and Suitable Houses, rumah susun milik pemerintah yang dibangun diatas lahan bekas pabrik baja, status kepemilikan hak pakai 70 tahun dijual dengan harga RMB 3.690/sqm, pengelolaan oleh swasta.

Property management fee/maintenance fee RMB 1,1-1,36 per m²/ bulan, untuk kelompok ini tahap pertama selesai 2005 lalu, dibangun terutama untuk menampung korban gusuran dari pusat kota.

Beijing rata-rata korban gusuran mendapatkan penggantian  seluas rumah milik semula atau minimal Type 65 sqm, 2  kamar ditambah sejumlah uang. Proses relokasi berjalan mulus karena adanya penggantian yang sangat manusiawi dan itu dapat dilakukan pemerintah China karena memang sesungguhnya pemerintah juga diuntungkan dari penjualan lahan gusuran kepada developer  yang akan  membangun pusat bisnis dan super block baru pada lokasi dimaksud.

Saat ini Dingxiuxiyuan Economic and Suitable Houses, telah menjadi permukimam idaman, dari bekas pabrik baja milik pemerintah yang menjadi sumber polusi lingkungan, dirubah menjadi lingkungan permukiman nyaman yang menguntungkan berbagai pihak, termasuk pemerintah  yang mendapatkan keuntungan berlipat dari selisih relokasi.(*/lee)
***

Dua Pola yang Dipakai Negara China Mengatasi Perumahan Murah

Hasil studi banding Sekjen NHDC (National Housing Development Community) Ir Tigor GH Sinaga ke China, setidaknya ada dua pola yang dipakai China dalam menanggulangi perumahan rakyat prasejahtera dan orang golongan menengah ke atas.
TIGOR SINAGA (PALING KIRI) SAAT KE CINA. FT IST

Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Shenzhen dan Dingxiuxiyuan Economic and Suitable Houses merupakan dua pola yang dipakai pemerintah China dalam memenuhi kebutuhan perumahan perkotaan, sesuai zaman nya. (Rusunawa) Shenzhen merupakan pola lama, di mana pemerintah bermain sendiri, membangun dan  mengelola sendiri sesuai dengan kebijakan era 90 an. 

Saat ini pola pengembangan seperti Dingxiuxiyuan yang melibatkan swasta sebagai pengembang merupakan pilihan, terutama dalam optimalisasi lahan-lahan pemerintah dan proses penataan kota dengan pola manajemen pertanahan (Land banking/land acquisition) yang  optimal. 
                    
Satu hal yang perlu dicatat dari kedua pola tersebut bahwa pemerintah China tidak pernah lupa menghitung pengembalian dari setiap investasi yang dikeluarkan sehingga kinerja dan kemampuan pemerintah memenuhi kebutuhan perumahan rakyat meningkat secara eksponensial dari tahun ke tahun. 

“Dan saat ini jelang memasuki era the window of opportunity-nya ( 2015-2025 ) China terlihat sangat siap dalam banyak hal, utamanya dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi rakyatnya,” kata Tigor Sinaga yang kini sebagai caleg DPR RI Dapil Provinsi Jambi ini.

The Window of Opportunity

Rentang era keemasan kita 2020-2030 sudah di depan mata, ini adalah momentum  terbaik untuk melunasi angka backlog dalam merumahkan rakyat. Menjelang era tersebut, perlu perumusan konsep pengembangan rumah rakyat sebagai upaya terobosan percepatan pemenuhan kebutuhan dimaksud.
BISPARK JAMBI PROYEK TIGOR SINAGA

Dari kondisi objektif saat ini dan hasil komparasi dari beberapa negara, terutama China, yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan dengan Indonesia, dapat disimpulkan bahwa Manajemen pertanahan (Land banking /land acquisition), Pembiayaan (maturity mismatch) dan Tata bisnis perumahan (Pembinaan Pelaku, Standarisasi Perizinan/Perencanaan dan Pemberdayaan Masyarakat)  harus mendapat prioritas utama dalam penataan.

Banyak hal yang harus dipersiapkan menyongsong era tersebut, namun momentum perhelatan Pesta Demokrasi 5 tahunan, 9 april 2014  merupakan kesempatan terbaik untuk evaluasi kinerja, komitmen dan arah politik perumahan pemerintah mendatang  dalam “merumahkan rakyat”.

Mengingat eranya sudah didepan mata serta singkatnya rentang waktu emas tersebut, maka kejelian masyarakat untuk menentukan kemenangan masa depan yang lebih baik, melalui hak demokrasinya dalam memilih wakil yang punya komitmen, kemampuan dan siap untuk kerja keras adalah kata kunci agar momentum tersebut termanfaatkan.

“Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sudah sepatutnya difasilitasi untuk bisa memiliki rumah. Kini masih banyak MBR hanya hidup di kontrakan dengan biaya yang lumayan mahal. Lalu di mana peran pemerintah untuk menyediakan rumah layak tersebut. Kini dibutuhkan peran swasta yang berpihak kepada MBR demi cita-cita bangsa yang berdaulat,” kata Tigor Sinaga.(lee) BERITA INI SUDAH NAIK DI HARIAN JAMBI EDISI CETAK SENIN PAGI 10 FEBRUARI 2014.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar