PINGGIR JALAN: Seorang "Inang-inang" berjualan di badan jalan menuju Pasar Angso Duo Kota Jambi. Karena tak memiliki "lapak" ibu ini berjualan di bahu jalan dalam pasar selama puluhan tahun. J |
Gerimis pagi itu tak dihiraukan wanita paruh baya ini di
pinggir jalan. Wajahnya yang kusam pekat, namun terpancar secercah harapan dari
sekelimut dagangan yang diletakkan di bahu jalan. Sesekali wanita itu
menawarkan dagangan kepada setiap orang yang melintas.
Begitulah keseharian Inang
br Hutapea ini sebagai pedagang sayuran, ubi dan rempah di pinggir jalan dalam
Pasar Angsoduo Kota Jambi. Para pedagang sayuran dan rempah Inang-inang (ibu-ibu pedagang sayuran
asal Batak) yang ada di Pasar Angsoduo Kota Jambi mengisahkan cerita.
Tindakan penertiban yang dilakukan Pemerintah Kota Jambi
memang tidak salah. Namun mereka menilai Pemerintah Kota Jambi salah karena tak
membeerikan solusi bagi pedagang. “Kami juga bagian dari masyarakat Kota Jambi.
Kami merindukan “lapak” tempat berjualan yang layak. Kami sanggup untuk
menyewa. Retribusi pun kami bayar. Tapi mana janji Sy Fasya saat kampanye yang
berpihak pada pedagang,” kata Ny Hutapea kesal.
Menurut Ny Sumbayak, Pemerintah Kota Jambi hingga kini belum
mampu membenahi Pasar Angsoduo Jambi. Sarana kios Pasar Angsoduo yang kumuh,
membuat masyarakat enggan masuk ke dalam pasar.
Ny Simatupang, pedagang rempah dan sayuran menambahkan, kondisi
Pasar Angsoduo selama puluhan tahun nyaris terabaikan. Ada pembiaran terhadap
lapak pedagang, khususnya di dalam pasar tersebut.
“Jangan hanya melakukan pembongkaran saja. Setidaknya ada
relokasi yang jelas bagi kami. Kalau hanya dibongkar saja, lantas kami mau
dikemanakan. Setahu saya Pasar Angsoduo Jambi ini sudah direncanakan direnovasi
sejak tahun 2005 silam. Namun hingga kini tak kunjung realisasi. Padahal
kondisi pasar induk tradisional Angsoduo Jambi sudah buruk dan berkubang,”
katanya.
Hal senada juga dikatakan Linda br Purba, pedagang cabai
merah di pasar yang sama. Menurut penertiban yang dilakukan Pemerintah Kota
Jambi belum lama ini, membuat mereka gelisah mencari makan.
“Saat ini kami berjualan berpindah-pindah. Karena
kucing-kucingan dengan petugas pasar. Kami berjualan dari pukul 03.00 WIB
hingga pukul 06.30 WIB. Kami mohon Pemerintah Kota Jambi untuk memberikan kami
lapak berjualan yang layak. Kami pun bayar dan tertib retribusi,” ujarnya.
Sementara itu, Ny Sitanggang, pedagang rempah dan sayuran di
Pasar Angsoduo Jambi mengatakan, keberadaan pedagang kecil di pasar tradisional
tidak dihargai Pemerintah Kota Jambi.
“Buktinya kondisi pasar terus buruk dengan berbagai kubangan
sampah. Pengelolaan pasar tidak baik. Perhatian pemerintah dengan pinjaman
modal kepada pedagang pasar tradisional juga masih minim. Kita masih bergantung
kepada rentenir untuk modal,” ujarnya.
Secara terpisah, Sekretaris Umum Badan Pengurus Pusat (BPP)
Lembaga Budaya Batak (LBBJ) Provinsi Jambi Jambi Ir Bernhard Panjaitan MM
mengatakan, sekitar 2.000 jiwa masyarakat Batak di Provinsi Jambi
menggantungkan hidupnya sebagai pedagang pasar pagi tradisional.
Di Kota Jambi para pedagang itu tersebar di pasar
tradisional Angsoduo, Pasar Talangbanjar, Pasar Remaja Sipin Ujung dan pasar
tradisional lainnya. Para pedagang pasar pagi ini beraktivitas dari pukul 02.00
dini hari hingga pukul 08.00 pagi. (lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar