Halaman

Jumat, 30 April 2010

Petugas Belum Mampu Redam Pencurian Kayu di TNBT

Jambi, BATAKPOS

Petugas dari dinas terkait, seperti Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan jajaran Polda Jambi hingga kini belum mampu meredam pencurian kayu di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang berada di wilayah Provinsi Jambi dan Riau. TNBT hingga kini masih menjadi sasaran penjarahan hutan.

Penjarahan sulit ditanggulangi karena minimnya petugas dan banyak akses jalan darat atau jalan logging yang pernah dibangun perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH) menuju kawasan itu. Akses pencurian kayu dan satwa ke kawasan TNBT juga terbuka dari sungai-sungai.

Hal tersebut dikatakan Koordinator Program TNBT Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warung Informasi Konservasi (Warsi) Jambi, Dicky Kurniawan, kepada BATAKPOS di Jambi, Rabu (28/4).

Menurut Dicky, TNBT yang memiliki luas sekitar 111.223 hektare (ha) dan 33.000 ha di wilayah Jambi semakin terancam rusak karena maraknya ilagal logging dengan dalih konversi lahan hutan untuk perkebunan besar swasta maupun perorangan.

Kemudian akitivitas sejumlah perusahaan HPH dan perusahaan hutan tanaman industri (HTI) juga masih ada di sekitar taman nasional tersebut. Selain itu, perladangan dan permukiman penduduk di sekitar TNBT juga bertambah terus.

Disebutkan, sebagian masyarakat sekitar kawasan hutan TNBT yang banyak membuka lahan perladangan dan permukiman ialah para pendatang dari luar daerah. Selain itu, hingga saat ini terdapat 24 desa dan permukiman suku tradisional di sekitar TNBT.

Mereka berpendidikan rendah dan ekonomi sulit. Kondisi demikian cenderung memaksa mereka mengeksploitasi hasil hutan secara tidak terkendali.

"Banyak migran yang datang dari wilayah lain melakukan ekspansi atau perluasan lahan dan membangun pemukiman di sekitar TNBT. Mereka juga cenderung membuka lahan pertanian dengan cara tebas, tebang dan bakar. Hal itu mengancam kelestarian hutan dan satwa di TNBT," katanya.


Pola Kemitraan

Sulitnya mencegah dan menanggulangi perusakan hutan di kawasan TNBT karena pemerintah kurang melibatkan berbagai pihak dalam pengelolaan taman nasional itu. Selama ini pemerintah hanya mengelola taman nasional itu tanpa melibatkan pemangku kepentingan seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi, perusahaan swasta dan masyarakat sekitar hutan.

Penegakan hukum terhadap kasus-kasus penjarahan hutan di daerah tersebut juga dinilai masih sangat kurang. Kondisi demikian membuat pemerintah kewalahan mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan di taman nasional tersebut.

Kata Dicky, guna menyelamatkan TNBT dan satwa di dalamnya dari kehancuran, pengelolaan taman nasional itu sudah saatnya melibatkan masyarakat sekitar hutan, LSM, perusahaan swasta, perguruan tinggi dan pihak terkait lainnya.

Kehancuran TNBT dan hutan penyangganya harus dicegah dan ditanggulangi sesegera mungkin karena kawasan hutan di taman nasional itu memiliki fungsi perlindungan tata air. Kemudian hutan TNBT juga banyak berfungsi sebagai daerah jelajah satwa langka seperti gajah Sumatra, harimau Sumatra, dan tapir Melayu.
"Saat ini TNBT juga menjadi tempat reintroduksi atau pelepasan orang utan. Di kawasan TNBT juga terdapat 192 jenis burung dan 97 jenis ikan yang perlu diselamatkan dari kepunahan. Pihak aparat terkait harus serius dan betul-betul mengawasi TNBT dari tangan-tangan jahil perambah hutan ," katanya.ruk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar