Halaman

Selasa, 08 Juli 2008

30 Persen Pendeta HKBP Apatis Akan Adat Batak

Jambi, Batak Pos
Sekitar 30 persen pendeta di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) se Indonesia tidak paham dan apatis terhadap budaya/adat Batak. Bahkan keluarga pendeta tersebut menjauhi budaya/adat Batak dalam seluruh kegiatan Habatakon (pesta Batak). Bahkan terdapat 20 persen tingkat perceraian dikalangan masyarakat Batak karena tidak paham akan budaya/adat Batak.

Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Kerukunan Masyarakat Batak (Kerabat) Pusat, DR Henry P Panggabean SH MH dalam Seminar Sehari Budaya/Adat Batak di Kota Jambi, Sabtu (5/7). Seminar tersebut diprakarsai oleh Panitia Pesta Marturia HKBP Distrik XXV Jambi yang diketuai OM Simangunsung BSc.

Menurut HP Panggabean, 30 persen keluarga pendeta di HKBP yang tidak paham bidaya/adat Batak tersebut karena tidak adanya keinginan untuk mengerti karena terkikis arus globalisasi. Saat ini, khususnya di perkotaan budaya/adat Batak sudah mulai ditinggalkan.

“Ini adalah fakta di HKBP. 30 persen pendetanya tak mengerti budaya/adat Batak dan pendeta tersebut apatis terhadap budaya/adat Batak. Bahkan ada pendeta di HKBP yang mengkritisi kalau budaya/adat Batak tidak sejalan dengan ajaran agama. Anggapan ini harus dikikis khususnya kaum pendeta dan penatua di HKBP,”katanya.

Menurut HP Panggabean, dijaman modern saat ini kerukunan masyarakat Batak khususnya budaya/adatnya makin rapuh, terutama dikalangan generasi muda. Sebagian orang enggan mengakui budayanya karena menganggap hal itu tidak perlu.

“Sebagian kalangan muda Batak merasa bangga tidak bisa menggunakan bahasa leluhurnya/bahasa ibu. Untuk uti saya terpanggil untuk kembali mengabadikan budaya/adat Batak diberbagai daerah, khususnya perkotaan di luar Sumatera Utara,”ujar mantan Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI tahun 1997-2002 ini.

Disebutkannya, sebagai langkah awal dirinya mendirikan Kerukunan Masyarakat Batak (Kerabat) di Jambi tahun 1982, di Palembang tahun 1984 di Manado 1992 dan di Jakarta 1999. Kerabat ini bertujuan untuk membina budaya Batak di bidang seni tari, musik dan lagu.

“Di sini kita menggalang suku Batak yang terdiri dari 7 (tujuh) etnis yakni Toba, Angkola, Mandailing, Tapanuli Tengah/Sibolga Pesisir, Simalungun, Karo dan Pakpak Dairi. Kegiatannya melakukan pertemuan sesama warga Batak yang dilandasi prinsip musyawarah kekerabatan “dalihan Na Tolu” atau “Tunggku Nan Tiga”,”kata mantak Ketua Pengadilan Negeri Jambi tahun 1981-1984 ini.

Disebutkan, peran serta pendeta dan penatua di HKBP cukup berpengaruh dalam menjabarkan pentingnya budaya/adat Batak bagi kaum muda ditengah kehidupan bermasyarakat.

Menurutnya, peran serta budaya/adat Batak dalam memperkokoh hubungan perkawinan masyarakat Batak sangat kuat. Tingkat percaraian bagi etnis batak Toba kini tercatat 20 persen, Karo 22 persen, Manado 60 persen dan negera Eropa 75 persen.

“Hal itu terjadi karena pemaknaan budaya/adat itu tidak kuat bagi pasangan suami istri. Percerain dikalangan masyarakat Batak terjadi karena tidak adanya pemaknaan budaya/adat Batak seperti perkawinan Adat Dalihan Na Tolu,”katanya. ruk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar