Marsma Supriyadi |
CERITA SOSOK DIBALIK EVAKUASI TRAGEDI AIRASIA
Tawanya yang seperti Mbah Surip menjadi khas seorang
Direktur Operasional Basarnas Marsekal Pertama SB Supriyadi. Menjadi
koordinator di Posko gabungan SAR AirAsia QZ8501 di Pangkalan Bun, tak
menjadikannya tinggi hati.
ELZA ASTARI RETADUARI, Jakarta
Supriyadi adalah personel Basarnas yang selalu dicari di
posko gabungan AirAsia di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat,
Kalteng. Para relawan maupun media akan mengejar-ngejarnya untuk mengetahui
informasi terbaru mengenai operasi SAR pesawat AirAsia jenis Airbus tersebut.
Meski sudah menjadi perwira tinggi, Supriyadi tidak jumawa. Sikapnya yang kebapakan namun humoris, membuat setiap elemen yang terlibat dalam misi SAR merasa akrab dan santai saat berada di dekatnya.
Supriyadi mengakui, walau terkadang ada missed di sana sini dalam saat koordinasi, namun operasi bisa berjalan baik hingga saat ini. Banyaknya pihak yang terlibat dalam misi bantuan AirAsia, disebut lulusan Akademi Angkatan Udara 1982 itu sebagai sebuah kewajaran.
“Koordinasi tidak ada masalah, kadang emang ada yang punya target sendiri, munculah emosi, tapi semua harus diakomodir, tidak ada masalah yang berarti," ujar Supriyadi saat berbincang dengan detikcom, Jumat (15/1) yang lalu.
Pria asal Kendari ini telah berdinas di Basarnas selama 2 tahun di mana sebelumnya ia menjabat sebagai Kadispen TNI AU. Supriyadi pun mengaku, operasi SAR AirAsia ini merupakan pengalaman yang paling berkesan selama ia bergabung bersama Basarnas.
“Paling berkesan ya ini karena paling besar. Dulu waktu saya jadi Danlanud Medan, kan Mandala jatuh di sana. Itu juga berkesan karena kita melakukan banyak pertolongan di sana, tahun 2005," cerita bapak beranak 3 itu.
Hal yang berbeda dari 2 peristiwa itu disebut Supriyadi
adalah karena Mandala jatuhnya di darat, sementara AirAsia di laut. Sehingga
saat melakukan pertolongan jatuhnya pesawat Mandala di Medan, dalam waktu
setengah hari jenazah-jenazah korban sudah bisa diangkut semua.
“Diangkut semua ke RS Adam Malik. Memang perlu waktu 2-3 hari untuk identifikasi. Waktu itu ada yang selamat 3 orang," tuturnya.
“Diangkut semua ke RS Adam Malik. Memang perlu waktu 2-3 hari untuk identifikasi. Waktu itu ada yang selamat 3 orang," tuturnya.
Pria kelahiran Makassar 13 April 1958 itu menceritakan
pengalamannya selama mengikuti operasi SAR. Bagi Supriyadi, pengalaman paling
menegangkan adalah saat melakukan SAR dengan helikopter.
“Kalau nge-SAR paling ngeri kalau pas mengangkat dan
mengambil jenazah dari heli. Tekniknya sulit," ungkap Supriyadi.
Pembawaannya yang santai bukan berarti menjadikannya apatis
pada lingkungan sekitarnya. Setiap hari dikejar-kejar wartawan yang stand by di
Posko Pangkalan Bun, membuatnya hafal dan perhatian terhadap awak media.
“Kamu ini kok kurus-kurus semua ya, apa kebanyakan ngetik
(berita). Makan dulu sini," ucap Supriyadi kepada beberapa rekan media
beberapa waktu lalu di posko Pangkalan Bun.
Canda tak pernah lepas dari penerbang Helikopter Puma ini setiap harinya. Meski di tengah-tengah kondisi duka dalam insiden jatuhnya pesawat AirAsia, Supriyadi selalu berusaha mencairkan suasana agar tekanan pekerjaan tidak terlalu terasa. Ia pun mengaku tidak merasa terganggu meski selama 3 minggu terakhir, Supriyadi seperti 'diteror' media yang selalu meminta informasi terbaru mengenai operasi SAR.
Canda tak pernah lepas dari penerbang Helikopter Puma ini setiap harinya. Meski di tengah-tengah kondisi duka dalam insiden jatuhnya pesawat AirAsia, Supriyadi selalu berusaha mencairkan suasana agar tekanan pekerjaan tidak terlalu terasa. Ia pun mengaku tidak merasa terganggu meski selama 3 minggu terakhir, Supriyadi seperti 'diteror' media yang selalu meminta informasi terbaru mengenai operasi SAR.
“Memang saya pembawaannya begitu. Kalau ganggu-ganggu mah
biasa, tapi memang terkadang perlu waktu untuk updating sehingga tidak semuanya
bisa langsung saya sampaikan. Saya juga harus berkoordinasi dengan relawan
secara baik," kata Penerbang Heli Puma Skadron 8 Bogor itu.
Berbeda dengan pembawaan kebanyakan anggota TNI lainnya yang
terkadang kaku, Supriyadi bisa menempatkan diri berlaku santai meski tak
melupakan sikap tegasnya. Oleh karena itu, banyak elemen gabungan SAR AirAsia
dan juga awak media yang terkesan dengan pribadi Supriyadi.
Keakraban pun bisa terjalin antara anggota Basarnas dengan
media, berkat sosok Perwira Tinggi TNI Bintang 1 itu. Tak heran para wartawan
yang berada di Pangkalan Bun sering memanggil Supriyadi dengan sebutan 'Babe'
(Bapak dalam bahasa Betawi -red).
Menjabat sebagai Direktur Operasional Basarnas terbilang
cocok dijalani Supriyadi. Pasalnya meski sudah memiliki 1 cucu, perwira tinggi
yang telah bertugas keliling Indonesia itu memang merupakan sosok orang
lapangan. Saat pemberangkatan tim menuju area pencarian maupun saat kedatangan
jenazah korban ataupun tokoh-tokoh, Supriyadi dengan sigap mengaturnya.
Kala waktu senggang, ia pun berbaur dengan para relawan, anak buahnya, tim gabungan SAR AirAsia lainnya, dan tentunya para wartawan. Tawa pasti selalu terlontar saat ia datang. Saling menggoda pun menjadi hal yang biasa meski tetap dengan rasa hormat.
Pria yang menetap di Bogor ini memang senang bercanda. Contohnya saat ditanya apa kepanjangan SB dari namanya, ia selalu menjawab dengan guyonan.
Kala waktu senggang, ia pun berbaur dengan para relawan, anak buahnya, tim gabungan SAR AirAsia lainnya, dan tentunya para wartawan. Tawa pasti selalu terlontar saat ia datang. Saling menggoda pun menjadi hal yang biasa meski tetap dengan rasa hormat.
Pria yang menetap di Bogor ini memang senang bercanda. Contohnya saat ditanya apa kepanjangan SB dari namanya, ia selalu menjawab dengan guyonan.
“SB Supriyadi itu kepanjangan dari Salah Benar Supriyadi,
hahaha," tukas Supriyadi yang membuat siapapun yang mendengarnya tertawa.
Tahun depan Supriyadi akan pensiun dari TNI. Dalam tiap
pekerjaannya termasuk dalam misi SAR ini, Supriyadi mengatakan selalu memiliki
misi untuk membimbing anak buahnya, termasuk para wartawan apalagi yang usianya
jauh di bawahnya.
“Saya senang bisa berkumpul, kalian itu saya anggap seperti
anak-anak saya, adik-adik saya. Kalau kalian jelek saya yang marah, kalau baik
saya yang senang. Kalau ada yang bandel dengan tingkah laku masing-masing itu
biasa, tapi kalian, anak-anak dan adik-adik saya harus dibimbing,"
jelasnya.
“Saya anggap ini bagian mitra kerja yang harus kita bimbing.
Perlu kita bimbing agar mereka semua bisa jadi tokoh-tokoh masyarakat yang
berguna di kemudian hari. Dari kamu seorang pengangguran jadi punya kerja, dari
yang nggak punya harapan jadi punya harapan. Mungkin siapa tahu kalian yang
relawan bisa jadi Direktur, yang wartawan bisa jadi redaktur. Kalian kan bagian
dari kita," sambung Supriyadi.
Perwira yang pernah bertugas di Papua dan Timor-timur ini
mengaku bangga atas kinerja para relawan. Ia pun juga berterima kasih kepada
para wartawan yang selalu menyampaikan informasi operasi SAR AirAsia sehingga
masyarakat dan keluarga korban bisa mengetahui perkembangannya.
“Semua punya kompetensi baik. Wartawan juga menyampaikan berita sesuai dengan yang terjadi di lapangan, jadi mereka bisa memberikan berita itu sesuai dengan perkembangan. Itu jadi informasi yang berharga untuk masyarakat khususnya keluarga. Terima kasih untuk semua, para relawan dan pihak yang membantu," tutup Supriyadi.(dtk/lee)
“Semua punya kompetensi baik. Wartawan juga menyampaikan berita sesuai dengan yang terjadi di lapangan, jadi mereka bisa memberikan berita itu sesuai dengan perkembangan. Itu jadi informasi yang berharga untuk masyarakat khususnya keluarga. Terima kasih untuk semua, para relawan dan pihak yang membantu," tutup Supriyadi.(dtk/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar