Perumahan T36 di Sabak Regency Jambi |
Jakarta -Pembangunan perumahan di Indonesia tak bisa
hanya mengandalkan pengembang. Dari kebutuhan 800.000 unit rumah dalam setahun,
pengembang hanya mampu memenuhi pasokan sebanyak 200.000 unit.
Hal itu diungkapkkan oleh Staf Ahli Menteri Perumahan Rakyat, Pangihutan
Marpaung dalam 'Seminar Masyarakat Peduli Perumahan dan Permukiman' di Hotel
Sahid, Jakarta baru-baru ini.
“Kalau kita mengharapkan dari supply pengembang,
bisa BUMN, swasta, koperasi, tidak lebih dari 200.000 unit per tahun. Sementara
kebutuhan 800.000. Kalau berharap dari sisi supply pengembang, nggak
mungkin menghilangkan backlog," kata pria yang akrab disapa Paul ini.
Mantan Deputi Perumahan Formal ini mengungkapkan, masyarakat perlu berperan
aktif untuk membangun hunian mandiri. Pemerintah bertugas memfasilitasi
persoalan perizinan pembangunan.
“Kalau dari masyarakat mandiri yang sama sekali tidak mengerti perizinan tapi
punya tanah, barangkali bisa difasilitasi. Karena dengan kita melakukan
terobosan seperti itu yang bisa mempercepat pemenbuhan kebutuhan
perumahan," tambahnya.
Paul mengatakan, tantangan pemerintah dalam periode 2015-2019 utamanya masih
mengenai persoalan kekurangan pasokan rumah yang mencapai jutaan unit. Angka
tersebut adalah kurang pasok penghunian 7,6 juta unit, kurang pasok pemilikan
13,6 juta unit, dan kebutuhan rumah baru per tahun mencapai 800 ribu unit.
Belum lagi rumah tidak layak huni yang mencapai 3,4 juta unit dan 9,7 juta unit
rumah di kawasan kumuh.
Harga Rumah Sulit Dikontrol
Sementara itu Pemerintah wajib menyediakan lahan atau
kawasan khusus untuk dibangun perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Jika pemerintah punya stok lahan, maka harga rumah pun mudah dikontrol.
Saat ini, komponen harga rumah sangat ditentukan oleh harga
tanah, letak dan kondisinya. Jika harga tanah tinggi, otomatis pengembang akan
membebankan hal itu pada konsumen, sehingga harga rumah terus naik.
“Saat ini selain penyediaan dana itu juga dikembangkan ke
penyediaan kawasan siap bangun dengan program khusus," kata Ketua
Masyarakat Peduli Perumahan dan Permukiman Indonesia Noer Soetrisno dalam
sebuah seminar perumahan di Hotel Sahid, Jakarta.
Dikatakan Noer, tanah perlu disediakan dan diatur oleh Badan
Layanan Umum (BLU) di setiap daerah. Sehingga jika tanahnya dikuasai
pemerintah, harga tanah tersebut bisa dikendalikan sehingga tidak akan
mengikuti harga pasar.
“Kalau tanahnya itu dimiliki BLU, segala persoalan pricing
dan modalitas transaksi itu bisa diatur," katanya.
Deputi Pembiayaan Perumahan Kementerian Perumahan Sri
Hartoyo mengatakan, membentuk sebuah bank tanah atau land bank merupakan salah
satu solusi untuk menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Pada akhirnya hal itu akan berimplikasi pada berkurangnya
jumlah backlog perumahan yang mencapai 15 juta unit.
“Instrumennya itu salah satunya adalah menyediakan lahan.
Semacam bank tanah itu," katanya.
Saat ini, stok lahan pemerintah hanya mengandalkan land bank
yang dimiliki oleh Perum Perumnas, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
bidang perumahan.(dtk/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar