Kepala Inspektur Provinsi Jambi, Erwan Malik |
Jambi, BATAKPOS
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi ternyata masuk
dalam jajaran tingkat kelima sebagai provinsi terkorup se Indonesia. Hal
itu berdasarkan catatan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan
(PPATK). Posisi Jambi berada di bawah DKI Jakarta yang berada di posisi
pertama, lalu diikuti oleh Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Jawa Timur.
Sementara Sumatera Utara, Jawa Tengah, Nanggroe Aceh
Darussalam, serta Kalimantan Selatan, berada di urutan selanjutnya secara
berurutan di bawah Jambi. Jambi dinyatakan sebagai provinsi korup di Indonesia
dengan persentase kasus dugaan korupsi sebanyak 4,1 persen.
Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso kepada pers, Kamis
(30/8/12) mengatakan, daerah yang paling kecil laporan tindakan korupsinya
adalah Bangka Belitung 0,1 persen, Sulawesi Barat 0,3 persen, Sulawesi Tengah
0,4 persen, Nusa Tenggara Barat dan Papua Barat 0,5 persen, Kalimantan Tengah
0,6 persen, Sumatra Barat dan Bali 0,7 persen, Nusa Tenggara Timur dan Bengkulu
0,8 persen, serta Sulawesi Utara 0,9 persen.
Disebutkan, bahwa umumnya korupsi di daerah
menggunakan modus pemindahan dana anggaran APBD ke rekening bendahara provinsi.
Atas masalah ini, Agus mengaku, PPATK sudah mengamati sejak 2011. “Modus
seperti ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia,”katanya.
Pemprov Ragukan Asal Data
Kepala Inspektur Provinsi Jambi, Erwan Malik
mempertanyakan tahun berapa data yang dilansir Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso,
terkait rilis yang menyebutkan Provinsi Jambi menduduki peringkat 5 nasional
dengan persentase korupsi mencapai 4,1 persen.
“Karena di bulan November tahun 2010 lalu Kajati
Jambi, BD Nainggolan, pernah juga mengekspos peringkat ini, dimana Jambi juga
mendapatkan peringkat lima nasional,” ujar Erwan Malik.
Menurut Erwan Malik, dirinya meragukan asal data itu.
“Kami ingin kejelasan dulu. Namun, ini bukan berarti kami membantah temuan dari
PPATK. Karena sudah merupakan kewenangan PPATK untuk mengamati atau
menganalisis data keuangan di perbankan,”katanya.
Disebutkan, jika memang data itu diambil tahun 2010
kemungkinan itu benar adanya. Karena pada masa itu memang banyak bendaharawan
proyek yang menyiasati untuk memindahkan dana proyek ke rekening pribadinya
menjelang akhir tahun anggaran.
“Namun pola itu sejak tahun 2011 telah tidak kita
perbolehkan lagi. Terlebih setelah terbitnya undang-undang pencucian uang atau
money laundring. Jika bendaharawan masih melakukan maka itu bisa dipidana,”kata
Erwan.
Menurutnya, seluruh SKPD di Provinsi Jambi telah
disurati dan dihimbau agar tidak lagi melakukan modus-modus memindahkan dana
proyek ke rekening pribadinya menjelang akhir tahun anggaran. Hal itu sudah
dilakukan sejak tahun 2011 lalu. RUK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar