Jambi, BATAKPOS
Tambang Batubara : Salah satu lokasi tambang batubara di Kabupaten Muarobungo yang baru-baru ini disidak oleh Komisi III DPRD Provinsi Jambi. Foto batakpos/rosenman manihuruk
Oknum pejabat diduga kuat membackingi praktik pertambangan batubara illegal yang kini masih marak di Provinsi Jambi. Bahkan oknum pejabat menjadikan tambang batubara illegal tersebut sebagai “lahan basah” untuk meraup keuntungan pribadi.
Maraknya ketidakberesan pertambangan di Provinsi Jambi mendapat perhatian serius DPRD Provinsi Jambi. Para dewan berencana membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengusut praktik illegal pertambangan yang diduga dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda).
Hal tersebut terungkap dari perbincangan Anggota dan Ketua Komisi III DPRD Provinsi Jambi, Gusrizal dengan wartawan di ruang kerjanya, Rabu (29/2). Menurut Komisi III, pihaknya mensinyalir, sektor ini menjadi lahan basah bagi pejabat daerah untuk meraup keuntungan pribadi.
“Pembentukan pansus tambang ini dianggap sebagai jurus pamungkas untuk mencairkan berbagai persoalan yang muncul seiring dengan kehadiran investor pertambangan. Gagasan itu (bentuk pansus), sebagai upaya dewan menjalankan fungsi pengawasan terhadap hadirnya investasi dari luar daerah. Agenda kegiatan ini penting, karena menyangkut kepentingan masyarakat secara luas. Dewan tentunya akan bekerja secara serius dan menginginkan hasil yang baik dan bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Disebutkan, sebelum pansus dibentuk, dewan akan memanggil semua pihak yang dianggap mengetahui proses pertambangan. Mulai dari penerbitan sejumlah izin tambang, untuk mengetahui seperti apa mekanisme yang berjalan.
“Salah satunya instansi terkait yang akan kita panggil yakni Dinas Pertambangan dan Energi (ESDM) sebagai lembaga teknis. Kemudian dewan juga akan meminta klarifikasi dengan pihakpemerintah daerah mengenai kebijakan penerbitan sejumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP),”katanya.
Menurut Gusrizal, IUP tersebut sebenarnya tidak layak diterbitkan karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 22 tahun 2010, tentang wilayah pertambangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010, tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
“Banyak tambang yang beroperasi di kawasan taman nasional atau hutan lindung. Jadi dewan akan secara resmi meminta klarifikasi mengenai persoalan perizinan tambang ini, agar jangan sampai nanti menjadi masalah dikemudian hari. Kita harap pemerintah daerah juga sependapat agar semua investasi yang masuk mengacu kepada aturan perundang-undangan yang berlaku,”ujarnya.
Disebutkan, Komisi III DPRD Provinsi Jambi juga akan mengusut tentang izin pinjam pakai kawasan hutan fiktif yang dilakukan kepala daerah. Pembentukan pansus, kata dia, diawali dengan penyampaian pendapat semua fraksi di DPRD tentang perlu tidaknya pembentukan pansus tambang.
“Pembentukan pansus ini mendapat dukungan mayoritas anggota dewan, maka langsung dilakukan pengusulan nama-nama calon anggota pansus dari masing-masing fraksi dan dilanjutkan pemilihan ketua pansus,”katanya.
Menurut Gusrizal, pertambangan yang ketahuan menggarap di luar prosedur, pasti akan langsung direkomendasikan untuk ditindak oleh aparat hukum. Laporan tidak hanya ditujukan kepada pihak kepolisian dan kejaksaan, tetapi juga langsung ke KPK dan satgas pemberantasan mafia hukum.
Ketua Fraksi Gerakan Keadilan DPRD Provinsi Jambi, Henry Masyhur menambahkan, pihaknya sepakat dengan gagasan komisi III untuk membentuk pansus tambang. Alasannya, sektor pertambangan menjadi lahan basah pejabat daerah untuk meraup keuntungan pribadi.
“Mafia pertambangan pun bukan hanya sekedar illegal mining, juga bukan hanya sekedar kriminalisasi dan rekayasa kasus di kegiatan pertambangan. Ada hal yang lebih besar lagi yang seharusnya dapat diungkap, bagaimana sudah carut marutnya dunia pertambangan di Jambi,” katanya.
Ketua Fraksi PDIP, Chumaidi, mengatakan, dirinya sepakat dibentuknya pansus tambang itu. Namun, dia mengaku harus membahas dahulu dengan anggota fraksi yang lainnya.
Menurut Henry Masyhur, beberapa penyelewengan yang menjadi catatan, seperti penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin pertambangan dan pemberian izin yang tak sesuai dengan peruntukannya, sehingga timbul tumpang tindih dengan lahan masyarakat.
“Kemudian indikasi suap dan gratifikasi terhadap para pejabat daerah, namun karena ruang lingkupnya politis sehingga sulit untuk diungkap. Terakhir, manipulasi data terkait dengan produksi, royalti dan pajak tidak jelas. Kita dukung KPK masuk, nanti kita minta KPK lihat bahwa banyak tumpang tindih IUP terjadi di daerah akibat dari pemberian IUP oleh bupati,”katanya.
Disebutkan, dalam rancagan RTRW tercatat jumlah pertambangan di Jambi hanya 100 ijin, namun ada ditemukan sekitar 300 perusahaan tambang yang beroperasi. Angka ini berpotensi terus bertambah hingga akhir 2012.
“Artinya, hampir 200 usaha pertambangan tidak tercatat. Bukankah itu ilegal, sudah tidak bayar pajak dan penghasilannya kemana. Kami akan berkoordinasi dengan anggota fraksinya dan dalam waktu dekat akan membuat surat resmi ke pimpinan dewan perihal usulan pembentukan panitia khusus (pansus) evaluasi pengusahaan tambang batubara,”katanya.
Ketua Fraksi PAN, Bambang Bayu Suseno (BBS) juga sepakat tentang rencana pembentukan pansus evaluasi usaha tambang ini. Menurut dia, apapun keputusan komisi III akan didukung.
“Kita akan duduk bersama. Komisi I terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP), Komisi II terkait royalti, Komisi III soal Amdal, reklamasi dan jaminan reklamasi (jamrek). Kemudian komisi IV terkait upah pekerja pertambangan serta kesejahteraan warga di kawasan pertambangan melalui bantuan CSR dari pihak perusahaan,”katanya.
Disebutkan, penyetoran royalti itu harus jelas jumlahnya. Karena royalti itu jadi dasar pemerintah dalam mendapatkan dana perimbangan di sector bagi hasil sumber daya alam (SDA).
Sebelumnya, tim gabungan satuan tugas (satgas) mafia pemberantasan hukum yang terdiri dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut), KPK, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung sedang membidik kasus-kasus pelanggaran bidang kehutanan yang terjadi di Jambi.
Pada Rabu (22/2), Gubernur Jambi dan 11 bupati/wali kota se-Provinsi Jambi dikumpulkan di Hotel Abadi Jambi guna dimintai keterangannya terkait kasus itu. Ketua Tim Gabungan Satgas Mafia Hukum Darori menyebut status bupati ini akan ditingkatkan menjadi tersangka.
Berdasarkan data yang diperoleh dari DPRD Provinsi, setidaknya terdapat 449 izin usaha tambang di Jambi. Sebanyak 344 izin diantaranya, atau seluas 727.844 hektare memperoleh izin eksplorasi.
Sisanya, 105 izin atau seluas 97.388 hektare telah mengantongi izin eksploitasi. Total luasan izin sebenarnya mencapai 1,1 juta hektare lebih. Dari jumlah itu, 825.232 hektare masih aktif dan sisanya tidak aktif lagi. Semua izin ini dikeluarkan sejak tahun 2006 sampai sekarang.
Kemudian seluas 349.905 hektare tambang batubara berada di 223 titik kawasan hutan, baik hutan lindung, hutan produksi maupun hutan produksi terbatas. Ada 10 perusahaan tambang yang baru memiliki izin eksplorasi, tapi sudah beroperasi di kawasan hutan, tanpa mengantongi izin pinjam pakai.
Kesepuluh perusahaan ini sebagian besar izinnya berada di kawasan Kabupaten Merangin, perusahaan itu yakni PT Aneka Tambang, PT Rajawali Terbang, PT Jaronoel Bara Sukses, PT Andalas Maju Multi, PT Randu Hijau Lestari, PT Sahabat Baru Century, PT Mineral Merangin Sejati, PT Sarko Minning, PT Eksa Nusa dan PT Sitasa Energi. RUK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar