Temenggung (Kepala Suku) Tarib. |
Jambi, BATAKPOS
Pemerintah kabupaten dan Provinsi Jambi hingga kini masih mengabaikan hak-hak dasar bagi komunitas Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba. Berdasarkan catatan KKI Warsi Jambi, sejak 1997, kekerasan terhadap Orang Rimba oleh masyarakat diluar komunitas mereka, telah terjadi 6 kasus dengan korban meninggal 14 orang.
Koordinator Program KKI Warsi, Robert Aritonang, Rabu (14/9) kepada wartawan mengatakan, terkait kekerasan yang menimpa Orang Rimba, Warsi mendesak negara untuk mengambil langkah-langkah kongkrit, sehingga kasus ini tidak terus berulang di kemudian hari.
“Tidak hanya itu, harus ada solusi dan program jangka panjang untuk memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar Orang Rimba. Harus ada penyelesaian mendasar, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar Orang Rimba dan adanya penghidupan layak bagi mereka,”katanya.
Menurut Robert, sudah saatnya pembangunan yang dilakukan pemerintah juga menyentuh kehidupan Orang Rimba. Seperti kita ketahuhui, pemerintah memberikan fasilitas kepada perusahaan untuk mengelola hutan di Jambi seperti kepada PT Sawit Aditya Loka (SAL/Astra Group), PT Kresna Duta Agro (KDA/Sinar Mas Group).
Pemerintah juga memfasilitasi pembangunan transmigrasi mulai dari Singkut, Pemenang, Kubang Ujo, Hitam Hulu, Kuamang Kuning, Rimbo Bujang sampai Sitiung.
“Diperkirakan lahan yang di land clearing untuk perkebunan sawit dan trasmigrasi ini lebih dari dua juta hektar. Tapi, apa pembangunan yang dilakukan pemerintah bagi Orang Rimba yang notabene sudah menempati wilayah tersebut jauh sebelum perusahaan dan trasmigrasi,” kata Robert.
Menurut Robert, jika hal ini tidak diselesaikan, maka persoalan-persoalan serupa yang berujung pada kekerasan terhadap Orang Rimba akan terus berulang.
“Karena inti masalah ini adalah perebutan sumber daya, dimana salah satu pihak yang menjadi mayoritas diberikan fasilitas oleh negara, sementara pihak minoritas dalam hal ini Orang Rimba cenderung diabaikan,”katanya.
Disebutkan, jika Orang Rimba terus diabaikan dalam pembangunan, sama artinya negara lalai terhadap hak-hak dasar kaum marginal dan berperan dalam terjadinya kekerasan yang berujung kematian Orang Rimba.
Seperti diberitakan sebelumnya, bentrokan warga SAD dengan warga Sungai Lintang, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin menewaskan satu orang SAD dan tiga lainnya luka berat. Kasus tersebut diselesaikan secara hokum adat setempat.
“Untuk itu, harus ada program yang dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan, bukan hanya yang bersifat ke proyek dalam jangka pendek. Sehingga Orang Rimba dapat hidup sejajar dengan kelompok disekelilingnya,”kata Robert. ruk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar