Bocah Pemulung : Ina (8) tampak memungut gelas bekas air mineral di sekitar lokasi unjukrasa 8 elemen masyarakat penolakan SBY ke Jambi, Rabu (21/9) di Simpang BI Telanaipura, Kota Jambi. Foto batakpos/rosenman manihuruk.
Jambi, BATAKPOS
Aksi unjukrasa ratusan aliansi lembaga swadaya masyarakat (LSM), petani dan mahasiswa membuat jalan simpang lampu merah (bank BI) Telanaipura, Kota Jambi, Rabu (21/9) pagi itu tertutup. Ditengah derasnya suara orasi dari 8 kelompok pengunjukrasa, tampak seorang bocah belia tengah sibuk mengumpulkan gelas bekas air mineral.
Bocah belia yang mengenakan baju merah, celana gantung warna biru tampak memikul sebuah karung ukuran sedang yang berisi ratusan gelas bekas air mineral yang dibuang pengunjukrasa. Dirinya tampak lalulalang mencari gelas bekas tanpa menghiraukan teriakan orasi penolakan Presiden SBY ke Jambi oleh berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa tersebut.
Bocah pemulung ditengah pengunjukrasa itu adalah Ina (8), anak sulung dari dua bersaudara, Warga Kampung Legok, Telanaipura Kota Jambi.
Ina, tidak semestinya berada di tengah kerumunan orang berunjukrasa itu, jika ekonomi keluarga mapan. Namun nasib berkata lain, ibunya Sahlia harus berjuang menghidupi kedua anaknya (Ina dan Isa) dengan profesi tenaga honor pembersih jalan, membuat Ina harus mencari rejeki ditengah demo penolakan SBY tersebut.
“Saya disuruh ibu memulung gelas bekas ini untuk biaya sekolah dan jajan. Tiap hari saya bisa mengumpulkan sekarung gelas bekas untuk dijual. Saya tiap hari bisa mendapat Rp 5000 hingga Rp 10 ribu. Ayah saya sudah meninggal, dan tinggal ibu yang membiayai hidup kami,” ujar Ina yang mengaku anak Kelas II SD 82 Kampung Legok, Kota Jambi saat ditanya BATAKPOS, Rabu (21/9).
Menurut Ina, dirinya terpaksa membantu ibunya mencari nafkah untuk sekolah dan jajan. Dia juga kerap memulung bersama adeknya Isa yang masih berusia tujuh tahun. Memulung usai pulang sekolah sudah menjadi kebiasaannya setiap hari.
Rasa percaya diri Ina melakukan pekerjaannya sebagai pemulung, tampak siang itu. Dirinya tidak menghiraukan hilir mudiknya kenderaan yang melintas disekitar lokasi unjukrasa.
Sesekali, kepala Ina menoleh kepada pengunjukrasa yang orasi nyaring menyuarakan penolakan SBY ke Jambi hanya untuk mendapatkan Gelar Adat Melayu Jambi. Kunjungan SBY ke Jambi tidak juga bisa merubah nasib Ina kea rah yang lebih baik.
Masih banyak anak yang seperti Ina yang harus berjibaku dengan terik matahari, desingan suara kenderaan serta tebalnya debu jalanan demi mencari uang sekolah dan jajan. Anak seperti Ina masih sepatutnya menikmati masa kecilnya seperti anak-anak orang mampu lainnya dengan canda dan tawa.
Namun, ekonomi yang suram serta profesi orang tua sebagai tukang sapu jalan, membuat Ina dan adiknya Isa harus turun tangan mencari nafkah demi tambahan uang sekolah. Beban hidup berat yang ditanggung ibunya seorang diri, membuat bocah belia ini gigih memulung usai pulang sekolah. ruk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar