Halaman

Selasa, 17 Mei 2011

Petani Dirugikan Dijual Dalam Provinsi

Jambi Sulit Swasembada Pangan

Jambi, BATAKPOS

Pemerintah Provinsi Jambi kini kesulitan guna mewujudkan swasembada pangan di Provinsi Jambi. Rencana Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus (HBA) untuk menciptakan swasembada pangan di Provinsi Jambi dirasakan sulit diwujudkan karena tidak terbatasinya penjualan beras antar daerah.

Kepala Badan Koordinasi Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BKPKP) Provinsi Jambi, Hanif Lubis, Rabu (11/5) mengatakan, swasembada itu tidak bisa kita wujudkan. Disebabkan keterkaitan antar daerah soal penjualan beras itu tidak bisa dibatasi.

“Pihak kami tidak bisa membatasi penjualan beras ke luar daerah. Begitu juga dengan mengatur penjualan tersebut untuk memenuhi konsumsi lokal juga tidak bisa diwujudkan. Inilah persoalan nasional. Kita tidak boleh melarang petani untuk menjual beras keluar, jadi tidak mungkin kalau kita bisa swasembada pangan,” katanya.

Dikatakan, pemantauan keluar masuknya beras pada tahun 2012 dilakukan untuk mengetahui seberapa besar potensi beras yang dihasilkan Provinsi Jambi, bukan untuk membatasi. Potensi beras di Jambi sebenarnya cukup besar.

“Namun sebagian besar petani Jambi menjual beras tersebut keluar daerah bukan untuk konsumsi lokal. Pasalnya harga beras konsumsi lokal lebih murah dibandingkan untuk dijual keluar. Karena itu beras hasil produksi Jambi cukup sulit didapatkan di pasar lokal,” katanya.

Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jambi, Abu Sucamah mengakui hal senada. Menurutnya, potensi beras yang ada di Jambi sebenarnya cukup besar pasalnya lahan pertanian padi yang ada di Jambi cukup luas.

“Tahun ini saja ditargetkan 175 ribu hektar. Hanya saja hasil dari pertanian itu dijual keluar, bukan untuk konsumsi masyarakat lokal. Ia mencontohkan seperti hasil pertanian di Tanjungjabung Timur dan Tanjungjabung Barat, sebagaian besar dijual ke daerah tetangga seperti Riau,”katanya.

Begitu juga dengan yang ada di Sarolangun, Merangin dan Kerinci, yang kebanyakan dijual ke Sumatera Barat, Bengkulu dan Palembang serta Bandar Lampung.

“Harga beras tersebut di pasar lokal lebih murah, sedangkan jika dijual keluar harganya lebih bersaing. Kalau di lokal dibeli dengan harga berkisar Rp 5 ribu per kilogram, seperti pembelian oleh Bulog. Sedangkan, jika dijual keluar, harganya mencapai Rp 6-7 ribu. Jadi pantas saja mereka menjualnya keluar,” kata Sucamah. ruk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar