Halaman

Rabu, 20 Oktober 2010

Ribuan Perambah Hutan TNKS di Merangin Diusir Paksa

Jambi, BATAKPOS

Sebanyak 9.000 jiwa pendatang yang tinggal di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) tepatnya di Kecamatan Lembah Masurai, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi Senin (18/10) diusir paksa oleh petugas. Menurut Gubernur Jambi Hasan Basri Agus keberadaan ribuan pendatang itu melanggar undang- undang.

Pendatang yang bertempat tinggal di Kecamatan Lembah Masurai, Jangkat dan Sungai Tenang meliputi Kabupaten Kaur (2.064 orang), Pagar Alam (1.437 orang), Lahat (1.427 orang), Muaraenim (1.359 orang), Bengkulu Selatan (1.168 orang), daerah lain (463 orang), Rejang Lebong (460 orang), Jambi (458 orang), Kepahyang (422 orang), Bengkulu lainnya (389 orang), Lawang (372 orang), Sumsel lainnya (355 orang), Lampung (224 orang), Musi Rawas (216 orang).

Mereka telah lama menetap di tempat tersebut keberadaannya melanggar undang-undang karena menempati lahan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang notabene ditempat tersebut tidak boleh ditinggali.

Gubernur Jambi Hasan Basri Agus kepada wartawan di Jambi, Senin (18/10) mengatakan, tidak ada ampun untuk itu (menggunakan lahan TNKS). Ini (tindakan pendatang) telah melanggar aturan.

Disebutkan, kebijakan pembersihan Lembah Masurai ini dikatakan HBA bukan datang dari Pemprov Jambi saja. Kementerian Kehutanan di Jakarta telah menentukan kebijakan ini. Bahkan dalam perkembangan terakhir telah menginstruksikan Bupati Merangin supaya melakukan action.

“Keputusan ini bukanlah mendadak. Sebelumnya telah ada pemberitahuan kepada pendatang supaya meninggalkan lahan karena tidak diperkenankan melakukan aktivitas di daerah TNKS. Kita sudah peringatkan jauh-jauh hari untuk keluar,”katanya.

LSM Menentang

Sementara itu LSM Cappa dan Walhi Jambi menentang pengusiran paksa ribuan orang pendatang yang mencari nafkah di wilayah TNKS Merangin. Penilaian LSM, pengusiran masyarakat petani dalam bentuk apapun dari Lembah Masurai dianggap sebagai tindakan tidak bijak pemerintah.

Direktur LSM Cappa, Rivani Noor mengatakan, 9.000 orang nantinya akan kehilangan tempat tinggal dan ada anak kecil dan sekolahan disana. LSM Cappa dan Walhi Jambi merupakan pendamping masyarakat korban.

“Siapa yang bisa menjamin keberlangsungan hidup masyarakat setelah diusir dari Masurai, baik dari pendidikan anak dan pekerjaan. Masalah pemulihan pasca penggusuran tersebut sampai saat ini belum dipikirkan pemerintah. Tidak mungkin pendatang ini dikembalikan ke daerah asal karena tidak lagi mempunyai tempat tinggal,”katanya.

Secara terpisah, Direktur Walhi Jambi, Arif Munandar, menyebutkan, pihaknya menolak tindakan Pemkab Merangin tersebut. Pasalnya, akibat “pengusiran” sedikitnya 3 ribu kepala keluarga (KK) bakal kehilangan pekerjaan, dan 11 ribu jiwa terancam kelaparan serta ratusan anak akan putus sekolah.

“Bila pengusiran warga pendatang dari sejumlah provinsi tetangga yang bermukim di dataran tinggi Merangin diteruskan, 3 ribu rumah akan hangus terbakar. Lebih menyedihkan lagi, 30 juta pohon kopi produktif bakal hancur sia-sia karena dimusnahkan,”katanya.

Menurut Arif Munandar, sebagai lembaga yang memperjuangkan keadilan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), Walhi mengeluarkan pernyataan sikap. Isinya (1) mengutuk keras rencana pengusiran dan pemusnahan aset petani kopi di Sungai Tebal, (2) mendesak bupati Merangin dan dinas kehutanan provinsi membatalkan rencana tersebut, dan (3) mendesak semua stake-holder untuk bertemu dan mencari penyelesaian yang lebih manusiawi dan beradab.

Sementara itu, Kabid Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Merangin, Syabarudin, di Merangin mengungkapkan, sejak 2006 mereka sudah mengeksekusi sedikitnya 20 keluarga petani di kawasan hutan merangin. Petani tersebut dituntut hukuman kurungan 8 sampai 20 bulan, karena membuka hutan secara ilegal seluas 100 hektar.

Selain menangkap warga pendatang dan membakar pondok, tim kehutanan juga menyita barang bukti berupa mesin chain saw, parang dan timbangan. Banyaknya warga pendatang menggarap hutan Merangin membuat disbunhut kewalahan.

Dari data setahun terakhir, jumlah warga pendatang di Merangin mencapai 13 ribu orang. Angka itu baru 60 – 70 persen dari total warga yang merambah hutan. Data tersebut baru dari Kecamatan Lembah Masurai, Jangkat dan Sungai Tenang. Dalam waktu dekat penertiban akan dilakukan di tujuh kecamatan. ruk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar