Halaman

Kamis, 12 Februari 2009

Ratusan Nelayan Pantai Timur Jambi Terancam Pengangguran

Tanjabar, Batak Pos

Ratusan nelayan di pantai timur, Kualatungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabar), Provinsi Jambi terancam menganggur karena tidak dapat melaut akibat cuaca buruk. Memasuki musim utara hingga awal Maret mendatang gelombang laut cukup tinggi.

Sebagian besar nelayan di pantai timur, Kuala Tungkal mengurangi jadwal melautnya karena tidak memiliki kapal besar. Namun, ada sebagian nelayan yang nekad melaut meskipun gelombang laut cukup besar. Hal itu dilakukan sebagian nelayan karena tidak ada profesi lain sebnagai solusi mencari kebutuhan hidup.

Kadir, salah seorang nelayan di kampung Nelayan, Kelurahan Tungkal II, Jumat (6/2) mengatakan, pada musim utara banyak nelayan yang tidak melaut. Menurutnya, selain gelombang laut yang besar juga hasil tangkapan tidak begitu menguntungkan nelayan.

Kini para nelayan lebih memilih kerja sebagai tukang dan menjemur ikan untuk dijual ke pasar. “Saya sudah seminggu tidak melaut, karena saat musim utara ini ikan dan udang tidak seberapa. Sedangkan modal saja sudah Rp 100 ribu lebih termasuk rokok, makan, minyak dan umpan. Sering tidak balik modal, banyak tekornya. Mendingan istirahat dulu, nunggu cuaca membaik,”kata Kadir mengaku sudah 20 tahun menjadi nelayan ini.

Disebutkan, pada musim utara saat ini, hanya perahu ukuran besar yang tetap melaut. Perahu berukuran besar melaut hingga lima hari di laut, menangkap ikan. Mereka mencari ikan hingga ke Kuala Enok, Mendahara, dan Kampung Laut, Tanjabar.

Menurut Kadir, sebelumnya rata-rata pendapatan perharinya Rp100 ribu hingga Rp 200 ribu. Harga minyak di tingkat eceran juga mulai membaik, Rp 5200 per liter.

“Apa boleh buat, walaupun minyak sudah turun, cuaca tidak mendukung. Hasil tangkapan tidak seberapa. Sementara ini kita istirahat dulu,”kata ayah dua orang anak ini.

Hal berbeda dialami Pakar, nelayan lainnya di Kualatungkal. Dirinya tetap melaut meski gelombang laut cukup besar. Menurutnya, kalau melaut baru lima hari baru pulang.

“Modal sekali melaut sudah satu juta rupiah, itu sudah termasuk makan selama lima hari di laut. Pada musim ini tidak begitu berpengaruh, karena kami menggunakan perahu besar, jadi gelombang besar tidak begitu terasa. Kalau perahu kecil itu, khusus nangkap udang. Mereka banyak tidak melaut takut gelombang besar,”katanya.

Menurut Pakar, pendapatan sekali melaut, bersihnya dikisaran Rp 2 juta hingga Rp 3 Juta. Meski cuaca tidak mendukung, ia dan empat orang temannya tetap melaut. Apalagi, tambahnya, harga minyak solar sudah turun, pengeluaran tidak begitu besar.

“Kami melaut sampai ke Kuala Enok, Mendahara, Kampung Laut. Lima hari sekali baru pulang. Pendapatan tetap, sama dengan waktu sebelumnya. Kita cuma jaring ikan, bukan udang. Kalau bagi hasil, lumayan buat makan anak istri,” katanya.

Sejumlah nelayan mengakui tidak ada peringatan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Pemkab Tanjabar akan bahaya di musim utara ini.

“Tak ada peringatan dari Dinas Kelautan pada musim gelombang besar ini. Seperti kami, kalau tidak melaut mau makan apa. Terpaksa turun sebentar, pergi pagi pulangnya siang. Dari pada tidak melaut sama sekali,”katanya. ruk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar