Jumat, 11 Juli 2014

Lima Lembaga Survei Tantang Buka-Bukaan Data, Publik Ingin Tahu Mana Lembaga Survei Aba-Abal

Hasan Nasbi. [www.kompas.com][JAKARTA] Publik bingung dengan data lembaga survei terkait Pilpres 2014.Ada lembaga yang memenangkan Jokowi-JK dan ada lembaga yang memenangkan Prabowo-Hatta. Karena itu, publik ingin tahu mana lembaga yang kredibel, yang jujur dan tidak dibayar dan mana lembaga yang tidak kredibel, dibayar dan tidak jujur. 

Untuk menjawab pertanyaan publik dan memberikan kebenaran, lima lembaga survei yang merilis hasil perhitungan cepat (quick count) pada pemilihan presiden (Pilpres), Rabu (9/7) siap buka-buka data terkait cara kerja dan metodologi yang mereka gunakan. 

Kelimanya juga menantang lembaga survei yang memberikan hasil berbeda dengan mereka untuk membuka data yang dimiliki agar masyarakat tahu bagaimana cara kerjanya.

"Kita buka-bukaan saja. Supaya tahu mana yang lembaga survei hitam dan mana yang putih," kata Direktur Eksekutif Cyrus Network, Hasan Nasbi dalam konferensi pers (Konpers) di Jakarta, Kamis (10/7). 


Selain Cirus, empat lembaga survei yang hadir pada Konpers tersebut adalah Lingkaran Survei Indonesia, Populi Center, Indikator, dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).  

Litbang Kompas juga hadir pada konpers tersebut dan siap buka-buka data seperti lima lembaga survei lainnya.

Sebagaimana diketahui, Litbang Kompas bersama lima lembaga survei yang ada merilis hasil quick count yang menyebutkan pemenang Pilpres adalah pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK). 

Meski ada selisih angka di antara mereka, tetapi hasil quick count yang dilakukan menyebutkan pasangan Jokowi-JK yang menang. 

Hasil itu berbeda dengan yang dirilis Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) dan Jaringan Suara Indonesia (JSI) yang menyebutkan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sebagai pemenang Pilpres.

Hasan mengemukakan, lembaganya siap dibedah dan diaudit atas quick count yang dilakukan. Pihaknya siap membuka semua data, proses melakukan quick count dan metodologi yang digunakan.

Dari situ bisa dilihat siapa yang memang melakukan tahapan quick count secara benar dan mana yang ngarang atau rekayasa. 

"Kalau mau audit, lihat nama-nama tempat pemungutan suaranya (TPS) yang digunakan. Pastikan apakah memang ada orang dari lembaga bersangkutan di sana. Siapa namanya dan berapa nomor telponnya. Seperti apa laporan dari orang itu kepada lembaganya," ujarnya. 

Menurutnya, dari telaah atau pembendahan-pembedahan itu baru masuk ke metodologi. Pasalnya, metodologi itu bisa saja di copy-paste karena metodologi pada umumnya sama. 

Yang beda adalah proses-proses pengambilan data, terutama memastikan apakah memang benar-benar ada orang dari lembaga survei yang melakukan quick count di TPS atau hanya ngarang-ngarang data. 

"Harus berani untuk diaudit. Kalau tidak maka sudah pasti itu rekayasa," tegasnya.

Burhanudin Mutadi dari Indikator mendukung langkah Cirus untuk buka-buka data terkait quick count yang dilakukan. Baginya, hal itu sebagai pertanggungjawaban terhadap publik atas apa yang dilakukan. 

Hal yang sama disampaikan peneliti dari SMRC, Jayadi Hanan. Menurutnya, buka-buka data sangat perlu karena terjadi perbedaan hasil seperti sekarang. Masyarakat perlu tahu siapa yang melakukan survei denga benar dan mana yang asal-asalan. "Kami siap untuk buka-bukaan. Kami sama sekali tidak takut," tuturnya. [R-14/L-8](www.suarapembaruan.com)

Tidak ada komentar: