Jumat, 09 April 2010

Budidaya Ikan dan Intensifikasi Pertanian untuk Masyarakat Perambah Hutan

Jambi, BATAKPOS

Masyarakat perambah hutan di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) diberdayakan dalam program budidaya ikan air tawar dan intensifikasi pertanian melalui pemberian bibit tanaman pangan dan penyuluh pertanian profesional.

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan sumber penghidupan alternatif bagi perambah hutan sekaligus melindungi kawasan hutan dari kerusakan dan perubahan fungsi. Upaya ini juga sejalan dengan gerakan pengurangan emisi sebesar 26 persen yang dicanangkan pemerintah.
Keramba : Salah satu kegiatan Frankfurt Zoological Society (FZS) di Desa Lubuk Kambing, Kecamatan Renah Mendalo, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Foto batakpos/rosenman manihuruk.

Kegiatan ini diupayakan oleh Frankfurt Zoological Society (FZS), sebuah lembaga swadaya masyarakat konservasi satwa liar, dengan memberikan bantuan lima buah keramba jaring apung, 20.000 ekor bibit ikan, 800 kilogram bibit padi, dan tanaman hortikultura kepada warga Dusun Muaro Danau, Desa Lubuk Kambing, Kecamatan Renah Mendalo, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Masyarakat penerima bantuan juga menyepakati perjanjian untuk melindungi hutan di kawasan hulu dari kegiatan alih fungsi hutan.

Demikian dijelaskan, Counterpart FZS-Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi Krismanko Padang, Senin (5/4). Menurut dia, kawasan hutan eks HPH Hatma Hutani yang berada di Desa Lubuk Kambing masih relatif baik.

“Namun dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan mengalami tingkat kerusakan yang cukup parah. Padahal di wilayah ini FZS juga sedang mengembangkan populasi orangutan sumatera (Pongo Abelii), salah satu spesies kera besar endemik sumatera yang serius terancam punah,”ujarnya.

Disebutkan, setidaknya ada 500 hektar hutan yang telah dirambah di kawasan ini. Masyarakat tidak bisa hanya dilarang merambah tanpa diberikan solusi pekerjaan pengganti.

Menurut Krismanko, masyarakat penerima bantuan juga diajak untuk berkomitmen untuk tidak menjual kayu secara besar-besaran dan lahan kepada pihak luar.

“Jika masih ada warga Dusun Muaro Danau menebang kayu harus diingatkan dengan sesuai aturan desa. Namun bila terus melanggar maka terpaksa akan kami bawa ke upaya hukum,” tegas Krismanko.

Keramba tersebut ditempatkan di Sungai Bungin yang masuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Pengabuan. Sungai ini juga dimanfaatkan untuk pengairan sekitar 150 hektar sawah di dusun ini.

M Yulis, ketua kelompok pengelola keramba ini menyatakan sudah banyak perkebunan sawit serta perambahan yang marak di DAS Pengabuan ini. Kualitas air sungai pun dirasakan sudah makin menurun dibandingkan tahun sebelumnya.

“Kalau hulu Sungai Pengabuan tidak di jaga maka Dusun kami pasti mengalami hal serupa seperti Sungai Citarum di Jawa Barat. Saat ini saja musim kemarau debit airnya turun sekali dan kalau hujan, air juga mudah sekali keruh,” ujar dia.

Sementara itu, Kepala Dusun Muara Danau Khairi mengakui bahwa mayoritas warganya mencari tambahan penghasilan dengan menjual kayu hutan seperti kempas, meranti, dan ulim.

“Pekerjaan utama warga disini adalah berkebun karet namun hasilnya sangat tidak mencukupi. Rata-rata sebulan penghasilan kami Rp 300.000 dari menjual karet. Sedangkan sawah pertanian lebih banyak dilakukan oleh pendatang,” kata Khairi.

FZS berjanji akan meningkatkan bantuan selama masyarakat masih berkomitmen untuk menjaga hutan dan juga bantuan ini juga akan diterapkan di daerah lain yang dianggap mampu menjaga hutan. Program bantuan KJA ini menerapkan sistem bagi hasil. FZS akan menggunakan bagian keuntungan tersebut untuk membuat keramba-keramba baru. ruk

Tidak ada komentar: